Menurut cerita para tetua, jika menjadi pendamping pengantin lebih dari 3 kali, akan sulit mendapatkan jodoh. Akan kah Lia mengalaminya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efelin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
" Aku serius, aku belum punya pacar ... untuk saat ini tapi sepertinya sebentar lagi akan punya pacar, bila perlu langsung jadi istri. “ kata Dava.
" Bapak ngaco, emang pacar seperti pajangan, asal ambil terus jadi. " kata Lia.
" Aku ngomong serius nih, bukan sembarang mengarang bebas untuk pelajaran bahasa Indonesia. " ucap Dava.
" Tahu ah...bapak sekarang ini lebih banyak ngaconya. Orang maunya serius tapi malah di candain terus. " ucap Lia.
Sebenarnya saat mendengar kalimat sebentar lagi Dava akan punya pacar, Lia nampak kaget.
“ Jadi untuk apa selama ini kamu mendekatiku, pak, berlaku manis, memberi perhatian, bahkan kita sering jalan bersama, seperti memberi harapan. Mengapa kau seperti itu jika itu hanya harapan palsu. “ ucap Lia dalam hati.
“ Sepertinya aku salah mengartikan kebaikan dan sikapnya selama ini. Aku bukan orang yang ia diharapkannya. Aku hanya seperti tempat pelarian sesaat di kala orang sedang gundah gulana.“ jerit hati Lia.
" Apakah selama ini kau sedang bertengkar dengan calonmu sehingga mendekatiku untuk membuat calonmu cemburu. Kini ternyata rencanamu berhasil. Kalian akan bersama kembali. " isi lamunan Lia.
Lia merasa akan mengalami kegagalan lagi, kegagalan yang ketiga kalinya. Sejujurnya Lia sudah mulai suka dengan Dava, dengan segala bentuk perhatiannya dan perlakuannya selama ini.
“ Wah, selamat ya, berarti bentar lagi bapak tidak lagi jomblo dong. “ jawab Lia menimpali perkataan Dava.
" Jangan lupa selamatan ya pak, pakai bubur merah putih. " ucap Lia memcoba untuk memenangkan hatinya yang kacau.
“ Tapi itu akan menjadi kenyataan jika orang yang di depanku ini, mau sama aku. “ kata Dava yang membuat Lia terkejut.
Apakah yang barusan ia dengar, kupingnya tidak salah kan?
Karna bingung, Lia tidak bisa membedakan, mana ucapan Dava yang serius, mana pula yang hanya untuk bercanda.
Tiba-tiba Dava menggenggam tangan Lia yang duduk di sebelahnya dan telunjuk tangan kanannya menyentuh dagu Lia agar Lia menghadapnya. Lia yang sedang syok hanya diam terpaku di perlakukan seperti itu.
“ Mungkin ini terlalu cepat bagimu tapi aku sudah tertarik padamu sejak pertama kali kita bertemu malam itu " kata Dava.
Lia masih diam, mencoba mencerna apa yang baru saja di dengarnya.
Dengan kedua tangannya, Dava masih tetap menggenggam kedua tangan Lia, lalu bercerita.
" Ketika kamu menabrak punggungku waktu itu, aku sudah merasa tertarik padamu. Besok sorenya, aku kembali ke tempat itu, siapa tahu bisa ketemu lagi denganmu, tapi sampai malam, dirimu tak muncul. Aku pun berpikir bahwa mungkin hanya kebetulan malam itu kau lewat di situ. Setelah itu, aku mencoba mencari tahu siapa dirimu, tapi tak ada hasilnya karna aku tidak tahu namamu, kita tidak sempat berkenalan. Aku sempat pasrah, mungkin kita tidak berjodoh. Lama tidak melihatmu, tiba-tiba aku melihatmu lagi tapi dalam bentuk foto di meja kerja sahabatku. Aku hampir putus asa saat itu, ku kira kau adalah istri sahabatku. Tapi ketika melihatmu kembali pada saat pernikahan Betty dan Bimo, anak om Bara, aku jadi bingung karna yang ku tahu jika menjadi pendamping pengantin itu bukan yang sudah menikah. Akhirnya aku minta keterangan tentang dirimu pada sahabatku itu. Ketika dia menceritakan siapa dirimu, aku jadi sangat yakin bahwa aku tidak salah untuk jatuh cinta padamu dan merasa semakin yakin bahwa jodohku adalah kamu. “ penjelasan panjang Dava.
“ Lia, mau kah kamu jadi pacarku? “ tanya Dava.
Lia terkejut, Dava menembaknya. Lia menatap wajah Dava, mencoba membaca mata Dava, tapi tidak ada kebohongan di sana.
Lia senang, ternyata mereka mempunyai perasaan yang sama. Ingin Lia melompat kegirangan tanda senang dan mengiyakan permintaan Dava, tapi tiba-tiba hatinya menolak.
Walau sama-sama saling suka ataupun mencintai, itu tidak cukup untuk melanjutkan hubungan yang baik ke depannya, jika restu tidak ada atau kita tidak mau berkorban membela orang yang kita cintai.
Lia merasa belum kenal siapa Dava sebenarnya dan gimana keluarganya. Dia tidak ingin kejadian seperti hubungannya dengan Chandra ataupun Martin, terjadi lagi. Apalagi dia sudah tiga kali menjadi pendamping pengantin.
Trauma menjalin hubungan dengan pria yang keluarganya harus jelas bibit bebet bobot dirinya dan momok tentang pendamping pengantin kini menakuti dirinya.
“ Sebelumnya saya minta maaf, pak “ akhirnya Lia menjawab setelah dia terdiam sesaat dan berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Dava.
“ Kita belum lama kenal. Ada baiknya jika kita lebih mengetahui bukan hanya diri kita saja tapi bagaimana dengan keluarga kita. Apa keluarga kita dapat menerima keadaan pasangan kita. Jika nantinya tidak di terima, apa kita akan memperjuangkan pasangan kita atau malah pasrah akan keadaan, lebih memilih mematuhi perintah orang tua. Sekali lagi maafkan saya. “ jelas Lia menolak permintaan Dava sambil menundukkan kepalanya.
Ia tak mampu melihat wajah kecewa Dava karna penolakannya. Lia tidak mempermasalahkan cara Dava menyatakan cintanya, tapi ia juga tak ingin tersakiti kembali.
Lama mereka saling diam sampai akhirnya Dava berkata,
“ Baik, aku terima keputusanmu. Tapi aku harap hal ini tidak merubah komunikasi persahabatan kita ya. “ ucap Dava sambil menghela nafas panjang.
Dava sebenarnya kecewa akan keputusan Lia tapi ia harus menghargai apapun itu.
Keputusan Lia yang menolaknya membuat Dava tertantang untuk mendapatkan hatinya Lia.
Hari beranjak sore, mereka pun meninggalkan pantai dengan pikiran masing-masing.
Dava yang kecewa karna Lia menolaknya dan Lia yang sedih karna menolak Dava untuk menjaga diri dari kecewa yang kesekian kalinya.
Perjalanan pulang kali ini terasa sunyi. Tidak ada percakapan apapun. Semua terasa kaku dan canggung.
Kini mereka sampai di kontrakan Lia.
“ Terima kasih atas jalan-jalan hari ini, dan maaf aku, pak, telah membuat bapak kecewa. “ ucap Lia sebelum keluar dari mobil.
“ Ok, gak apa-apa asal jangan merusak persahabatan kita. Jangan menghindari ku ya. Tetap balas pesanku dan jawab telponku jika ada waktu “ jawab Dava.
" Iya pak. Hati-hati di jalan." hanya itu yang bisa Lia ucapkan.
Dava pun pamit dan berlalu meninggalkan Lia.
Lia masuk ke dalam kontrakannya dan membersihkan diri. Setelah makan malam, ia duduk bersandar di kepala tempat tidurnya sambil memandang foto yang pernah di kirim oleh Dava, saat mereka di taman bermain.
“ Walau kita saling mencintai tapi apa orang tuamu merestui kita. “ kata Lia dalam hati.
Lia yang menjadi insecure karna keadaan ekonomi dan status sosial keluarganya, membuat ia selalu ragu untuk mengambil keputusan. Kadang apa yang ia ucapkan tidak sesuai dengan kata hatinya.
Hati Lia sebenarnya sakit menolak Dava tapi dia lebih takut kecewa jika Dava tidak mau memperjuangkannya di hadapan orang tuanya.