"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24 - Setelah patah hati
Di usia yang kini menginjak enam belas tahun, dan memasuki masa SMA, Lea mulai memikirkan sesuatu yang penting.
Ia sadar bahwa ia tidak bisa terus bergantung pada Saga untuk biaya hidup dan sekolahnya.
Saga telah melakukan banyak hal untuknya, dan Lea merasa sudah saatnya ia melakukan sesuatu untuk meringankan beban Saga.
Suatu malam, setelah makan malam bersama, Lea memberanikan diri untuk berbicara dengan Saga.
"Paman, Lea mau bicara sesuatu," kata Lea sambil membereskan piring di meja makan.
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Lea?."
"Lea berpikir untuk mencari pekerjaan paruh waktu. Lea tidak mau terus-terusan membebani Paman. Lea ingin mandiri, Paman."
Saga terkejut mendengar ucapan Lea. Ia tahu bahwa gadis itu tumbuh dengan cepat, tapi ia tidak menyangka bahwa Lea akan mengambil keputusan seperti ini.
"Tapi, Lea... Paman senang bisa membantu kamu. Kamu tidak perlu khawatir soal uang," kata Saga.
"Paman sudah melakukan banyak hal untuk Lea. Sekarang, biarkan Lea berbuat sesuatu untuk diri sendiri. Paman tidak usah khawatir, Lea akan tetap fokus belajar dan tidak akan mengabaikan sekolah."
Saga merasa bangga sekaligus khawatir. Ia tahu bahwa Lea sangat mandiri dan bertanggung jawab, tapi ia juga ingin melindungi Lea dari dunia kerja yang mungkin akan terlalu keras untuknya.
Setelah beberapa saat berpikir...
"Baiklah, kalau itu yang kamu mau. Tapi Paman hanya minta satu hal, jangan sampai pekerjaan itu mengganggu sekolahmu," ujar Saga.
"Terima kasih, Paman. Lea janji akan tetap prioritaskan sekolah."
**
Dengan izin dari Saga, Lea mulai mencari pekerjaan paruh waktu yang cocok dengan jadwal sekolahnya.
Ia melamar di beberapa tempat, seperti kafe dan toko buku, hingga akhirnya ia diterima di sebuah kafe kecil dekat sekolah.
Pekerjaannya tidak terlalu berat, tapi cukup untuk memberikan Lea penghasilan tambahan yang bisa ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
Setiap kali pulang dari sekolah, Lea langsung berganti pakaian dan berangkat bekerja.
Meski lelah, ia merasa puas karena bisa meringankan sedikit beban Saga. Kadang, ketika bekerja, pikirannya melayang pada masa-masa bersama Saga, tapi ia segera mengingatkan dirinya untuk tetap fokus pada tujuannya.
**
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Lea. Setelah beberapa minggu bekerja paruh waktu di kafe, akhirnya ia menerima gaji pertamanya.
Meski jumlahnya tidak terlalu besar, namun uang itu memiliki makna yang berarti bagi Lea karena hasil dari kerja kerasnya sendiri. Ia merasa bangga dan bahagia karena mampu mendapatkan penghasilan sendiri.
Saat libur sekolah, Lea memutuskan untuk pergi ke pasar. Ada beberapa keperluan yang harus ia beli, terutama untuk persiapan sekolah dan kebutuhan pribadinya yang semakin banyak seiring usianya yang bertambah.
Dengan hati riang, ia melangkah ke pasar dan merasakan kebebasan untuk membeli barang-barang dengan uang hasil keringatnya sendiri.
Saat berjalan di pasar, Lea tiba-tiba teringat pada seseorang yang telah begitu banyak membantunya selama ini, yaitu Saga.
Ia merasa bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk memberikan sesuatu sebagai bentuk ucapan terima kasih.
Namun, memilih hadiah untuk Saga bukanlah hal yang mudah. Karena Lea tahu bahwa Saga itu bukan tipe orang yang sering menerima hadiah, apalagi dari seseorang yang dianggapnya seperti keluarga.
Setelah beberapa saat berjalan, Lea berhenti di depan sebuah kios yang menjual berbagai macam aksesori dan pernak-pernik.
Ia memandangi barang-barang yang dipasang dan mencoba membayangkan apakah Saga akan menyukai salah satu dari mereka. Ada jam tangan sederhana, dasi, dompet kulit, dan bahkan gelang perak yang tampak elegan.
“Apakah Paman akan suka ini?,” gumam Lea dalam hati sambil memegang sebuah dompet kulit berwarna cokelat tua.
Ia meraba-raba dompet itu dengan jemarinya dan merasakan kualitas kulitnya yang halus.
Namun, ia ragu-ragu. Bagaimana jika Saga tidak menyukai hadiah darinya? Bagaimana jika dompet ini terlalu sederhana atau malah tidak sesuai dengan selera Saga? Pikiran-pikiran itu membuatnya bimbang.
Namun, setelah berpikir beberapa saat, Lea memutuskan untuk membeli dompet itu. "Setidaknya ini bisa berguna untuknya," pikirnya.
Setelah membayar, Lea meminta penjual untuk membungkus dompet itu dengan paperbag yang sederhana namun rapi.
Setelah tiba di rumah, Lea menyempatkan diri untuk meletakkan hadiah itu di kamar Saga.
Ia membuka pintu kamar Saga dengan hati-hati. Lalu, dengan pelan, ia meletakkan paperbag berisi dompet itu di atas meja kamar.
Sebelum pergi bekerja, Lea melihat sekilas hadiah itu dan merasa sedikit gugup. “Semoga Paman suka,” gumam Lea pelan sebelum menutup pintu kamar dan berangkat bekerja lagi.
Saat sore hari tiba, Saga pulang dari pekerjaannya dengan tubuh yang sedikit lelah.
Ia berjalan ke kamarnya untuk beristirahat sebentar sebelum makan malam. Namun, matanya langsung tertuju pada sebuah paperbag yang diletakkan di atas meja.
Dengan penasaran, Saga mendekati meja itu dan mengambil paperbag tersebut. Ia lalu membuka bungkusnya perlahan, dan menemukan sebuah dompet kulit yang sederhana namun tampak elegan.
“Ini pasti dari Lea,” pikirnya sambil tersenyum.
Saga terharu dengan perhatian Lea. Meski dompet itu sederhana, namun maknanya sangat besar bagi Saga. Ia tahu bahwa dompet ini adalah hasil dari kerja keras Lea, tentunya sebuah hadiah yang diberikannya dengan tulus.
Saat malam tiba, Lea pulang dari kerja paruh waktunya sekitar pukul sembilan malam.
Ia merasa lelah namun puas, terutama karena hari ini ia telah memberikan hadiah kecil untuk orang yang sangat berarti baginya.
Kemudian, saat membuka pagar rumah, ia melihat Saga sedang duduk di teras luar dan menantinya dengan senyuman.
"Akhirnya kamu pulang," sapa Saga. "Gimana, capek kerjanya?."
Lea tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. "Nggak kok, Paman. Lea senang. Dimana-mana yang namanya kerja pasti capek, kan. Paman juga begitu, pasti capek setelah seharian bekerja."
Saga tertawa kecil mendengar jawaban Lea. "Benar juga," katanya. "Oh ya, apa hadiah itu untuk Paman?."
"Iya, Paman. Semoga Paman suka," balas Lea. "Jangan khawatir, Paman. Itu hanya hadiah karena Lea sudah dapat gaji, bukan berarti apa-apa," lanjutnya.
Kata-kata Lea yang datar itu membuat Saga tersentak sejenak. Meski begitu, ia tetap tersenyum. "Terima kasih, Lea. Paman suka sekali dengan hadiahnya."
Lea tersenyum lega meski di dalam hatinya ada sedikit perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan.
Ia hanya berharap bahwa meskipun hadiahnya sederhana, Saga akan selalu mengingatnya.
Dan meskipun ia tahu bahwa cinta yang dirasakannya tidak akan pernah terbalas, setidaknya ia bisa memberikan sesuatu yang bermakna untuk orang yang paling ia sayangi.
~ Setuju gak readers, jika Lea jadi bersikap agak dingin pada Saga? Secara cintanya di tolak meski secara halus. Ya... Saga mungkin tidak terlalu salah ya. Bagaimana menurut readers? 😄 ~