Bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tidak kita kenal?
Baik Arsya maupun Afifah terpaksa harus menerima takdir yang telah di tetapkan.
Pada suatu hari, ayah Afifah di tabrak oleh seorang kakek bernama Atmajaya hingga meninggal.
Kakek tua itupun berjanji akan menjaga putri dari pria yang sudah di tabraknya dengan cara menikahkannya dengan sang cucu.
Hingga pada moment di mana Afi merasa nyawanya terancam, ia pun melakukan penyamaran dengan tujuan untuk berlindung di bawah kekuasaan Arsya (Sang suami) dari kejaran ibu mertua.
Dengan menjadi ART di rumah suaminya sendirilah dia akan aman.
Akankah Arsya mengetahui bahwa yang menjadi asisten rumah tangga serta mengurus semua kebutuhannya adalah Afi, istrinya sendiri yang mengaku bernama Rere?
"Aku berteriak memanggil nama istriku tapi kenapa kamu yang menyahut, Rere?" Salah satu alis Arsya terangkat.
"Karena aku_" Wanita itu hanya mampu berucap dalam hati. "Karena aku memang istri sahmu, pak Arsya"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog
"Saya terima nikahnya Ufaira Berlin Afifah, dengan mas kawin dan uang tersebut, tunai"
"Bagaimana, para saksi? Sah?"
"Sah"
Sedetik kemudian, si penghulu membacakan doa untuk kelanggengan kedua mempelai yang di amini dengan khidmat oleh para hadirin sekaligus pelayat yang menyaksikan pernikahan di depan jenazah ayah dari mempelai wanita.
Arsya Atmajaya, pria itu adalah anak tunggal dari pasangan Prillya dan Zidan Atmajaya. Dia terpaksa menikahi gadis asing yang tak di ketahui seperti apa latar belakangnya.
Demi baktinya pada sang kakek, juga rasa tanggung jawab karena kakeknya sudah menabrak ayah gadis itu hingga meninggal dunia, dia akhirnya mengalah untuk memenuhi permintaan lelaki tua yang paling ia sayang, yaitu menepati sebuah janji.
Janji itu di buat oleh Atmajaya sesaat sebelum pria yang di tabraknya menghembuskan nafas terakhir, yang sekaligus meninggalkan putrinya seorang diri di dunia ini.
"Aamiin"
Seiring doa yang sudah di lantunkan, kedua mempelai saling memakaikan cincin di jari manis tanpa saling bersitatap.
Pasangan baru menikah itu sama-sama merasakan sesuatu yang aneh, yang mungkin tak ada seorangpun yang bisa menjelaskan. Mengingat ini pertemuan pertama mereka, di tambah janji suci yang membuatnya harus terikat oleh sebuah hubungan sakral, suasanapun terkesan canggung di antara keduanya.
"Bos, sudah tidak ada waktu, satu jam lagi pesawat akan terbang ke Paris. Kita harus segera ke bandara" Bisik sang aspri di telinga Arsya. Pria yang usianya lebih tua dua tahun dari Arsya itu bernama Beno, asisten pribadi yang membantu Arsya mengurus perusahaan keluarga Atmajaya.
Arsya mengangguk pelan merespon bisikan Beno sebelum kemudian berucap.
"Maaf kek, Aku harus ke Paris untuk urusan bisnis"
"Kakek tahu, pergilah dan cepat kembali"
"Baik, kek"
"Hati-hati, sempatkan diri untuk bertukar kabar dengan istrimu, jangan mengabaikannya, mengerti?" Alih-alih mengiyakan pesan kakeknya, Arsya justru menoleh ke samping kiri di mana sang istri masih terisak dengan kepala tertunduk.
Entah seperti apa gadis yang sudah di nikahi, Arsya sama sekali tak tahu bagaimana rupanya, sifatnya, ataupun tingkah lakunya.
Dia hanya tahu bahwa gadis itu sedang merasakan duka mendalam. Kesedihannya bahkan kian bertambah karena sebentar lagi sang ayah akan segera di kebumikan.
"Saya permisi, kek" Pamit Arsya kembali memindai wajah pria keriput di depannya.
Dia lantas meraih tangan Atmajaya, lalu bangkit dan langsung beranjak tanpa berpamitan pada Afifah.
Sementara Afifah, pun tak peduli dengan sikap suaminya. Yang ada dalam hatinya hanyalah rasa cemas karena kedua orang tuanya kini sudah tiada, yang artinya tak ada lagi tempat untuk bersandar serta berkeluh kesah.
Wanita itu, jangankan menyapa pria yang baru saja sah menjadi imamnya, memandang saja sama sekali tak ia lakukan.
****
Setelah selesai pemakaman, Atmajaya mengajak Afifah untuk pulang, ada juga salah satu tetangga yang masih bertahan menemaninya.
Hanya menempuh jarak sekitar dua kilo dari makam, mereka pun sampai di rumah peninggalan orang tua Afifah. Dan saat ini Afifah serta Atmajaya tengah duduk di ruang tamu dengan kondisi batin yang mungkin berbeda.
Hening, keduanya saling diam hingga lewat bermenit-menit.
Puas dengan keheningan yang mereka ciptakan, Atmajaya akhirnya menyerukan suaranya.
"Afifah, maafin kakek" Atmajaya menjeda kalimatnya, sekedar untuk menghela napas panjang. "Kakek bisa pastikan kalau suamimu, akan bisa menjagamu dan menemani hari-hari di sepanjang hidupmu. Arsya pasti akan menjadi suami yang baik buatmu"
Tak merespon, Afifah justru bergeming dengan beragam kemelut yang membungkus hatinya.
Jelas kesedihan masih ia rasakan. Dan entah sampai kapan dukanya itu akan sirna.
"Kamu tak perlu khawatir, ada Arsya di sampingmu, kamu tidak sendiri, nak"
Pancaran mata Afifah yang menyorot kosong kembali menitikan buliran bening. Ia masih mengunci rapat mulutnya, sama sekali tak menggubris ucapan Atmajaya.
"Setelah pulang dari Paris, Arsya akan menjemputmu dan membawamu tinggal bersamanya"
Satu tangan Afifah mengusap pipinya yang basah.
"Sedih boleh, tapi jangan berlarut-larut"
"Maaf, kek" Ucapnya lirih sembari menunduk.
"Tidak apa-apa, kakek faham betul bagaimana perasaanmu, setelah satu atau dua minggu kakek harap kamu sudah bisa melanjutkan hidupmu"
Wanita itu mengangguk lalu mengusap pipinya yang kembali basah karena tetesan air mata.
"Ingat, setelah Arsya kembali, kamu harus sudah siap meninggalkan rumah ini. Dan kakek janji akan menyuruh orang untuk membersihkan rumah ini setiap satu minggu sekali. Jika kamu ingin bermalam di sini, ajaklah suamimu ikut serta"
"Suami?" Entah kata apa yang keluar dari mulut Afifah barusan, dia seakan tak mengerti dengan kata-kata Atmajaya.
"Nak, kamu baru saja menikah dengan cucu kakek di depan jenazah ayahmu, apa kamu lupa?"
"Astaghfirullah" Lirih Afifah, lalu memejamkan sepasang matanya.
"Kamu baik-baik saja, nak?" Tanya Atmajaya cemas.
"Saya baik-baik saja, kek. Maaf, saya tidak begitu fokus tadi"
"Tidak apa-apa Afifah" Jawabnya. "Kamu butuh istirahat. Istirahatlah"
"Apa tidak apa-apa kalau saya tinggal ke kamar?"
"Pergilah ke kamar dan beristirahatlah! Kakek juga akan pulang dulu. Kakek akan beri tahu istri kakek dan papahnya Arsya kalau kalian sudah menikah"
Mendengar ucapan Atmajaya, jantung Afifah seketika berdentum. Ada perasaan takut kalau seandainya keluarga Atmajaya tak merestui pernikahannya.
Bersambung..
semoga end nya nanti sudah baikan semua 😊