Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERSENYUM MANIS
Sementara di rumah susun, Elizah keluar dan Sofi mendekat padanya. Elizah yakin kalau Sofi akan menanyakan kejadian semalam. Elizah ingin sekali menghindar tapi dia tidak bisa melakukannya karena Sofi terus mepet padanya.
“Kamu semalam kemana, Zah? Aku sama Suri nungguin kamu setengah jam tahu, nggak?” kesal Sofi dan Elizah merasa bersalah, “aku sama Suri beneran takut kena omel mas Natta kalau kamu hilang. Tahu-tahunya kamu malah pulang duluan, gimana, sih?” sambungnya ketus.
“Maaf, Sofi. Aku dijemput mas Natta buru-buru, ada urusan keluarga. Aku jadi lupa kasih kabar sama kalian.”
Sofi tidak mau menerima alasan apa pun.
“Suri bahkan terus mengomel sepanjang jalan. Telingaku sakit mendengarnya mengoceh,” keluhnya dan Elizah tertunduk lesu.
Suri dari jauh sudah manyun melihat Elizah. Elizah pasrah dan dari belakang Natta sedang menuruni tangga.
“Kita nungguin kamu lama banget! Kamu malah pulang, nyebeliiiiin! Jerit Suri jengkel.
“Maaf, Sur.” Elizah sungguh menyesal.
“Bukan cuman kita yang nungguin kamu, Zah. Tapi Ali juga,” kata Suri lantang dan Natta yang mengeluarkan motornya itu mendadak menoleh.
Elizah terlihat gelisah, Natta mengamatinya.
“Katanya dia kenal sama kamu, kalian berasal dari daerah yang sama. Berarti dia juga kenal sama mas Natta, kan? Kenapa kamu pulang buru-buru sih?” kali ini Sofi yang memberikan penjelasan, Elizah bingung harus menjawab apa apa terlebih Natta sekarang berada di sebelahnya. Pria itu sangat penasaran.
“Ada apa semalam?” tanya Natta.
“Elizah ada yang nyariin, Mas. Ali namanya katanya tempat asal kalian sama, berarti mas Natta kenal dong. Siapa itu?” Suri yang membalas dan Elizah hanya bisa diam membasahi bibirnya.
Natta menatap Elizah yang tidak mau melirik ke arahnya. Suri dan Sofi pamit berangkat duluan sementara Natta menghadang jalan Elizah.
“Ikut sebentar,” pinta pria itu.
“Mas, aku mau kerja,” tolaknya dan Natta tidak akan merasa tenang sebelum Elizah menjelaskan apa yang terjadi.
“Cuti aja sekalian. Aku tidak akan mengantarmu sebelum kamu menceritakan segalanya,” tegasnya dan Elizah mendengus.
“Aku bisa naik motor mas Adit,” katanya mengancam dan Natta menarik pergelangan tangannya. Elizah pun tersenyum karena berhasil membuat Natta berhenti bertanya.
Mereka semua berangkat, tapi ketika di pertigaan Natta melajukan kendaraannya ke arah lain. Jelas Elizah panik tapi tetap saja Natta tidak mau berhenti. Jika Elizah mengira pria itu akan menyerah, dia salah besar.
Kini, mereka duduk di sebuah kursi taman yang sepi. Elizah belum mau mengatakan apa-apa. Natta mengubah posisi, duduk menghadap pada Elizah dan gadis itu menoleh.
“Siapa dia?” Natta menatap nanar dan Elizah menatap kedua manik mata di hadapannya bergantian. Tatapan yang sangat mengharapkan kejujuran.
Belum pernah Elizah berdekatan dengan laki-laki seperti itu, awal-awal dia takut tapi semakin lama, dia dan Natta semakin terbiasa.
“Dia mas Ali kakaknya Husna,” jawab Elizah dan Natta mengerutkan alisnya.
“Untuk apa dia datang?”
Elizah diam, menggigit bibir bawahnya kelu. Entah bagaimana caranya berterus terang kepada Natta bahwa Ali dengannya pernah dekat.
Natta mendelik, mundur sedikit karena dia tidak tahan melihat bibir mungil itu.
“Cepat jelaskan padaku. Kita harus bekerja, bukan?” desak Natta dan Elizah menundukkan kepalanya.
“Aku dengannya memiliki hubungan,” jawab Elizah dan Natta merasa sakit mendengarnya. “Sebelum kejadian itu, sebelum kita menikah. Mas Ali sudah akan pulang dan berniat untuk melamarku.”
“Lalu, untuk apa dia di sini? Untuk apa pula dia menunggumu semalam,” tanyanya cemas. Takut sosok Ali itu mencari Elizah untuk merebutnya.
“Aku nggak tahu, Mas. Sudah pasti dia tahu kalau aku sudah menikah, dia juga mendesak Susan supaya memberikan alamat kita tinggal.”
Natta menggeram kesal.
“Kamu memberikan alamat kita pada Susan tanpa seizinku?” suaranya melirih tapi jelas Elizah tahu bahwa Natta marah padanya.
“Maaf,” singkat Elizah. “Susan bisa dipercaya, dia sahabatku.”
Natta mendengus, tetap saja dia tak suka. Elizah merasa bersalah dan mengikuti Natta yang sudah bangkit serta melangkah pergi. Natta tiba-tiba berhenti dan membalikkan badannya, dia mendekati Elizah.
“Dia kakaknya Husna?”
Elizah mengangguk, “malam saat kejadian itu, aku datang ke hutan menuju rel kereta api karena Husna mengancam akan bunuh diri. Husna menyalahkanku karena mengira aku merebut kamu darinya.”
Natta mendesis jengkel, dia sudah menebak sebelumnya bahwa Elizah tidak akan datang ke hutan malam-malam tanpa sebab. Husna mengancam akan mengakhiri hidupnya, sementara Husna adalah adiknya Ali dan Elizah tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi kepada keluarga Ali yang dia cintai siapa pun itu orangnya.
“Jika dia datang untuk merebut Elizah, aku tidak akan membiarkan itu terjadi.” Natta bergumam dalam hati, perlahan dia meraih tangan Elizah. Elizah mendongak, menatap pria yang membawanya. Genggam tangannya begitu hangat tapi Elizah tak membalas genggaman tangannya, setelah melihat Ali semalam, Elizah kembali memikirkan pria itu. Semua janji manis yang dijanjikan Ali seolah terbangkitkan kembali. Lantas bagaimana? Pria di hadapannya sekarang adalah suaminya.
Setelah kejadian itu, Elizah selalu tidak tenang apalagi Natta.
🍃🍃🍃
Di sisi lain, Sofi tidak pantang menyerah untuk mendapatkan perhatian Natta. Berbagai macam cara dia lakukan termasuk mengirimkan makanan ke rumah pria itu. Sofi sekarang melakukannya lagi, dia mengetuk pintu dan menunggu. Ketika pintu dibuka, Natta yang hanya menggunakan celana hitam panjang membuat Sofi terpaku melihat kegagahan tubuhnya.
“Kenapa? Elizah belum pulang,” katanya datar.
Sofi tersenyum, “aku ke sini emang sengaja mau ketemu sama Mas Natta.”
Natta terbelalak.
“Aku sedang sibuk,” sinisnya seraya mendorong pintu tapi Sofi menahannya.
“Aku boleh masuk, kan, Mas.” Sofi menyelonong masuk dan Natta menggeram kesal. Sofi memperhatikan sekitar, melihat dua kamar yang tertutup rapat. Elizah menggantungkan sebuah hiasan pintu yang terdapat ukiran namanya, Sofi yakin jika itu adalah kamar Elizah sementara yang satunya lagi adalah kamar Natta.
“Keluar,” usir Natta dan Sofi memberikan makanan yang dia bawa. Natta tidak langsung menerimanya, “jangan masuk rumah orang lain sembarangan.”
Natta memperingatkan dengan tegas. Sofi terpaku memandanginya, tak peduli sekeras apa pun sikap pria itu.
“Assalamualaikum.” Suara lembut itu disusul dengan dorongan pintu yang terbuka setengah. Natta menoleh dan bersitatap dengan Elizah. Elizah keheranan melihat Sofi ada di rumahnya..
“Kamu baru pulang, Elizah. Aku kesini untuk mengantarkan makanan,” tutur Sofi langsung menjelaskan tanpa diminta.
Elizah tersenyum datar, saling mencuri pandang dengan suaminya.
“Emmm, iya,” kata Elizah tersenyum getir.
“Ya sudah aku pulang dulu. Lain kali kita mengobrol lagi,” ujar Sofi dan melenggang dengan perasaan senang. Dia semakin agresif mendekati Natta.
Elizah menutup pintu, ketika berbalik dada kekar itu sudah ada di hadapannya. Natta menghadang jalannya.
“Akan aku jelaskan. Dia menyerobot masuk, aku sudah bilang kalau kamu belum pulang tapi dia tetap saja...” Natta menjelaskan dan Elizah terlihat tidak peduli. Melewatinya begitu saja, “Eli, aku sedang berbicara.”
Natta menyusul, Elizah hanya cemberut.
“Jangan berpikir yang aneh-aneh,” katanya sambil menahan Elizah yang ingin masuk ke kamarnya.
Elizah mendongak, menatapnya kesal.
“Aku nggak peduli, Mas. Aku nggak mau tahu, Sofi memang menyukai kamu.” Elizah kesal dan Natta terdiam. Setelah bersemuka beberapa saat, Elizah menepis tangan Natta yang menahan pintu kamarnya. Dia pun masuk dan Natta malah tersenyum manis.
Di kamar, Elizah mengomel dengan pelan. Tidak suka melihat Sofi ada di rumah ketika dia tidak ada.
Semangat
Tulisanmu sdh semakin terasah
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya