"Bisakah kita segera menikah? Aku hamil." ucap Shea Marlove dengan kegugupan ia berusaha mengatakan hal itu.
Tak ada suara selain hembusan nafas, sampai akhirnya pria itu berani berucap.
"Jangan lahirkan bayinya, lagipula kita masih muda. Aku cukup mencintaimu tanpa perlu hadirnya bayi dalam kehidupan kita. Besok aku temani ke rumah sakit, lalu buang saja bayinya." balas pria dengan nama Aslan Maverick itu.
Seketika itu juga tangan Shea terkepal, bahkan jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelum ia gugup mengatakan soal kehamilannya.
"Bajingan kau Aslan! Ini bayi kita, calon Anak kita!" tegas Shea.
"Ya, tapi aku hanya cukup kau dalam hidupku bukan bayi!" ucapnya. Shea melangkah mundur, ia menjauh dari Aslan.
Mungkin jika ia tak bertemu dengan Aslan maka ia akan baik-baik saja, sayangnya takdir hidupnya cukup jahat. ......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
________
Shea melangkah ke arah bangunan rumah sakit, di dalam sana beberapa Polisi tampak terlihat.
“Dimana suamiku?” tanya Shea.
Wajah Shea memancarkan banyak kecemasan.
“Apa anda Nyonya Marlove?” tanya nya.
“Hmm.” balas Shea menganggukan kepalanya.
Polisi itu menunjuk pada ruangan UGD, Shea hendak melangkah namun polisi menahan Shea.
“Ini barang yang tertinggal di mobil Tuan Matthew, Nyonya.” ucap Polisi menyerahkan ponsel milik Matthew.
Shea mengambil ponsel milik Matthew.
“Sebenarnya, kecelakan seperti apa yang terjadi pada Matthew?” tanya Shea.
“Untuk sementara ini, diduga kecelakaan terjadi karena Tuan Matthew mengantuk. Tuan Matthew menyetir sendiri dan kecelakaan terjadi di wilayah yang cukup sepi, tak ada korban disana selain Suami anda. Ini kecelakaan tunggal.” ucapnya.
“Tidak! Tidak mungkin! Suamiku hanya mau menuju ke Perusahaan orang tuanya, mana mungkin tempat itu sepi. Ditambah…”
“Nyonya, kalau anda ingin kasus ini ditindaklanjuti maka datanglah untuk…”
Tiba-tiba pintu ruangan UGD terbuka.
“Keluarga atas nama Tuan Matthew, silahkan masuk.” ucap seorang perawat.
Shea langsung melangkah masuk ke arah UGD, ada banyak alat yang terpasang di tubuh Matthew.
“Apa yang terjadi? Kenapa Matthew masih tak bangun?” tanya Shea menatap Matthew yang terlihat begitu banyak luka ditubuhnya.
Dokter yang masih ada disana tampak mendekati Shea.
“Tuan Matthew mengalami koma, fungsi otak dan sarafnya untuk sementara ini tak berfungsi.” ucapnya.
Air mata Shea mengalir.
Rasa bersalah dihati Shea makin besar.
Andai saja tadi Shea tetap menemani Matthew, maka tak mungkin semua ini terjadi pada Matthew bukan?
“Nyonya, Suami anda akan dipindahkan ke ruang rawat dalam keadaan seperti ini.” ucap Dokter itu.
Shea hanya bisa menganggukan kepalanya, memangnya apalagi yang bisa Shea perbuat saat mendengar ucapan dari Dokter itu.
***
Malam itu.
Shea masih berada didekat Matthew, wajah Matthew tak berhenti ditatap oleh Shea.
“Matt, bangunlah. Jangan betah untuk tidur seperti ini.” ucap Shea.
Shea mengecup kening Matthew namun tetap saja pria itu masih diam tanpa suara, sampai pintu terbuka menampilkan seorang pria berjalan bersama beberapa berkas.
“Malam Nyonya Shea.” ucapnya.
Shea menoleh menatap pria yang kini berjalan ke arahnya.
“Ya, malam.” balas Shea.
Pria itu meletakkan berkas ke atas meja.
“Perkenalkan saya Digo, kepercayaan Tuan Matthew sekaligus Asisten Tuan. Saya baru datang dari Houston.” ucapnya.
Shea mengangguk, tangannya terulur merapikan rambut Matthew.
“Apa kau bisa cari tahu apa yang terjadi pada Matthew? Apa mungkin kalau saat ini ada yang sedang menjahatinya?” tanya Shea.
Digo menatap Shea sebentar lalu segera memutus tatapan itu.
“Tuan Matthew tak memiliki musuh, kalaupun memang ada maka bukan dari sisi Tuan Matthew. Selama ini Tuan tak pernah punya musuh dalam dunia pekerjaan.” ucap Digo.
Shea terdiam sejenak, memikirkan tentang itu membuat Shea jadi kepikiran ucapan Aslan.
Tangan Shea langsung terkepal, apakah mungkin semuanya terjadi karena Aslan? Apa sampai sejauh itu Aslan bertindak?
“Nyonya.” ucap Digo membuat Shea menoleh pada pria itu.
Selembar kertas diserahkan oleh Digo pada Shea.
“Apa ini?” tanya Shea heran.
“Ini adalah jadwal yang selalu Tuan Matthew ingatkan pada saya, saya sering menggantikan Tuan untuk mengirim pesan pada Nyonya kalau Tuan sedang jauh dari Nyonya. Ini jadwal rutin Nyonya untuk minum obat, dan juga saya sudah mendengar tentang keadaan Tuan Matthew sekarang.” ucap Digo.
Shea menatap isi lembaran kertas itu, ternyata selama ini Matthew begitu perhatian pada Shea.
Shea langsung memeluk Matthew yang masih diam dalam keadaannya.
“Matt, maafkan aku.” ucap Shea.
Beberapa kali Shea memberikan kecupan lembut di pipi Matthew.
Entah sebesar apalagi kebaikan Matthew, namun bodohnya Shea tak pernah membuka hati untuk suaminya sendiri.
“Matthew bangunlah, kumohon.” ucap Shea.
Matthew tetap sama, ia tak merespon apapun.
Malam itu isak tangis Shea terdengar, Shea genggam tangan Matthew bahkan Shea tak berniat jauh dari Matthew.
Satu jam berlalu…
“Nyonya, apa Nyonya tak makan malam? Tuan akan sedih jika melihat Nyonya begini. Saya harap, sekalipun Nyonya menjaga Tuan maka Nyonya harus tetap mengatur makan Nyonya. Tolong jangan sakit, Nyonya. Teruslah disisi Tuan Matthew.” ucap Digo.
Shea mengangguk.
“Hmm, aku tahu.” balas Shea.
Shea bangkit berdiri, tubuhnya hampir saja jatuh kalau tidak Digo menahannya.
“Apa Nyonya baik-baik saja?” tanya Digo.
“Apakah mungkin aku terlihat baik-baik saja? Nyatanya hari ini terlalu kacau untukku.” ucap Shea seraya menyingkir dari sisi Digo.
Shea menatap Digo dalam diamnya, setelahnya Shea berucap dengan pelan.
“Bisakah kau membantuku? Aku mau tidur disamping Matthew.” ucap Shea membuat Digo mengangguk pelan.
“Bisa Nyonya, tapi apa Nyonya tak mau makan lebih dulu?” tanya Digo sekali lagi.
Shea menggeleng.
“Aku tak bernafsu untuk makan, aku akan sarapan besok saja.” ucap Shea.
Shea menuju kamar mandi, setelahnya sisi Matthew sudah ada sedikit ruang untuk ia bisa berada di sana.
“Terima kasih Digo.” ucap Shea.
“Sama-sama Nyonya, selamat beristirahat. Saya akan ke Perusahaan milik orang tua Tuan Matthew, masih ada beberapa yang perlu saya kerjakan.” ucap Digo.
“Hmm.” balas Shea.
Tampaknya Shea sudah naik ke atas ranjang Matthew, sekalipun banyak alat di tubuh Matthew tapi Shea tetap memposisikan diri seperti Matthew yang suka memeluknya kalau sedang tidur.
“Selamat malam Matthew, tidurlah. Aku akan menjagamu.” ucap Shea.
Sebelum tidur Shea menyempatkan minum obatnya, nafas teratur Shea terdengar. Shea tak memeluk Matthew, hanya saja kepalanya bersandar nyaman di bahu Matthew.
***
Malam semakin larut, gelap tampak menutupi langit.
Aslan membuka pintu ruang rawat Matthew. Senyum milik Aslan terbit melihat Shea yang begitu nyaman tidur disamping Matthew.
“Shea, apa kau sangat mencintai Suamimu hm? Tidakkah kau lihat bahwa dia sudah mirip seperti mayat hm? Kembali padaku adalah jalan terbaik untukmu.” ucap Aslan.
Langkah itu berhenti tepat di sisi Shea, tangan Aslan terulur.
Senyum Aslan makin mengembang.
Rambut Shea ia selipkan ke sisi telinga Shea, lihat betapa cantiknya Shea. Tak ada yang berubah, Shea selalu sempurna di mata Aslan.
“Bodoh kalau kau masih bertahan disisi suamimu ini, dia mirip dengan mayat. Kembali denganku dan aku akan selalu mencintaimu Shea, aku bersumpah untuk itu. Suamimu, biarkan dia beristirahat lebih lama lagi.” ucap Aslan.
Cup!
Aslan mengecup pipi Shea membuat rasa senang membuncah dihatinya.
“Sial, kenapa kau selalu cantik hm? Wangimu bahkan selalu membuatku teringat tentangmu Shea. Mungkinkah aku bisa melupakanmu hm? Jelas tidak Shea, karena aku adalah pemilikmu.” bisik Aslan tepat ditelinga Shea.
Tidur Shea terlalu nyenyak bahkan Aslan sampai heran saat jarinya menusuk pipi Shea beberapa kali tapi perempuan itu hanya diam dalam lelapnya.
“Shea.” panggil Aslan.
Shea tetap tak bergeming seperti orang pingsan.
“Fuck!” Aslan mengumpat menyadari kulit Shea yang menghangat.
Aslan tanpa ragu menggendong Shea.
“Kau milikku sayang, menangisi pria itu tak pantas untukmu! Cintamu, hatimu, bahkan air matamu hanya milikku.” ucap Aslan yang langsung membawa Shea pergi dari sana.
Persetan kalau Matthew bangun, Aslan tak peduli. Shea itu miliknya jadi ya harus ada disisinya bukan di sisi Matthew.
“Tuan?” kaget Aron melihat Aslan membawa seorang wanita dalam gendongannya.
Aslan menendang sisi mobil.
“Buka Aron, kita ke Mansion! Jangan banyak tanya!” ucap Aslan.
Aron hanya bisa mengangguk lalu membukakan pintu.
Bagaimana Aron tak bingung, tiba-tiba saja Aslan minta diantarkan ke rumah sakit lalu tiba-tiba pula Aslan bawa perempuan dalam gendongannya.
Aron langsung tersenyum saat tahu yang berada dalam gendongan Aslan itu adalah Shea.
“Kemudikan mobilnya dengan cepat, Shea ku sedang sakit!” begitu Aslan mengucapkan perintah yang langsung dipatuhi oleh Aron.
“Baik Tuan.” balas Aron.
Mobil pun jalan menuju Mansion pribadi milik Aslan.
***
~Mansion besar Aslan.
Tubuh Shea dibaringkan oleh Aslan di kamar utama miliknya.
Ditatapnya wajah pucat Shea membuat Aslan menggeram pelan.
Kulit Shea semakin hangat membuat Aslan merasa terluka.
Bagaimana bisa wanitanya tampak menyedihkan begitu?
Sialan!
Aslan tatap wajah Shea begitu lekat, tangannya membelai pipi Shea.
“Aku tak suka kau begini Shea. Tolonglah jangan sakit sayang.” ucap Aslan dengan lembut.
Pintu diketuk, Aslan tahu itu Aron. Segera Aslan menuju pintu lalu membukanya.
“Selamat malam Tuan, ini obat untuk Nyonya.” ucap Aron menyerahkan botol bersama suntikan.
“Hmm.” balas Aslan meraih dua benda itu.
Aslan langsung mendekati Shea lagi, ia masukan cairan obat ke dalam suntikan. Hanya perlu beberapa detik saja agar cairan itu masuk ke tubuh Shea.
“Besok kau akan merasa lebih baik sayang, untuk malam ini kau perlu beristirahat bersamaku. Aku akan menjagamu, sayang.” ucap Aslan.
Melihat Shea masih terlelap tidur membuat Aslan naik ke ranjang itu, ia bergabung disisi Shea.
Senyum Aslan terukir, ia peluk Shea dengan nyaman.
Matanya terpejam menikmati wangi rambut Shea, ini pertama kalinya setelah sekian lama Aslan merasakan sesuatu yang sangat nyaman untuknya.
Rasanya rindu Aslan pada Shea selama ini mulai terbayar secara perlahan.
Tampak Aslan mengantuk tanpa meminum obat tidur miliknya, pelukan itu semakin Aslan eratkan. Aslan hanya takut saat ia bangun ternyata semuanya hanya mimpi.
“Shea, aku selalu mencintaimu.” ucap Aslan sebelum akhirnya ia benar-benar ikut tidur.
Mungkin penyebab tidak bisa tidurnya Aslan selama ini karena ia terus memikirkan tentang Shea. Wanita yang sangat ia cintai.
Bersambung…