NovelToon NovelToon
Tarian Di Atas Bara

Tarian Di Atas Bara

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Nikahmuda / Teen School/College
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Bintang Ju

"Tarian di Atas Bara"
(Kisah Nyata Seorang Istri Bertahan dalam Keabsurdan)

Aku seorang wanita lembut dan penuh kasih, menikah dengan Andi, seorang pria yang awalnya sangat kusayangi. Namun, setelah pernikahan, Andi berubah menjadi sosok yang kejam dan manipulatif, menampakkan sisi gelapnya yang selama ini tersembunyi.

Aku terjebak dalam pernikahan yang penuh dengan penyiksaan fisik, emosional, dan bahkan seksual. Andi dengan seenaknya merendahkan, mengontrol, dan menyakitiku, bahkan di depan anak-anak kami. Setiap hari, Aku harus berjuang untuk sekedar bertahan hidup dan melindungi anak-anakku.

Meski hampir putus asa, Aku terus berusaha untuk mengembalikan Andi menjadi sosok yang dulu kucintai. Namun, upayaku selalu sia-sia dan justru memperparah penderitaanku. Aku mulai mempertanyakan apakah pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik, atau harus selamanya terjebak dalam keabsurdan rumah tanggaku?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bintang Ju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ada Darah Keluar

Setelah melahirkan anak ketiga, tubuhku yang lemah, masih butuh waktu untuk pulih sepenuhnya. Sehingga aku dan anak-anak memilih untuk tetap tinggal di rumah ibu. Andi tiba-tiba datang dan mulai meluapkan emosinya.

“Dasar kau, mengapa kau pergi meninggalkan rumah tanpa seijinku? Mau cari masalah lagi? Kamu pikir aku tidak tahu. Aku punya banyak teman yang melihat apa yang kau lakukan beberapa hari lalu. Kau dan anak-anak keluar rumah siang-siang, membawa pakaian. Ternyata kalian bersembunyi di sini. Sudah begitu perbuatanmu kalau aku tidak berada di rumah? Dasar istri durhaka” Cerca Andi dengan nada kasar dan wajah merah sambil mengangkat tangan hendak menampar wajahku. Tapi belum sempat terjadi, ibuku datang dan berteriak.

“Andi, apa-apaan kau ini? Kau tidak lihat istrimu baru saja melahirkan?” Teriak ibu di depan kamar bersalinku sambil menggendong bayiku.

“Lihat ini! Istrimu baru saja melahirkan. Tapi kau malah tidak tau. Jangankan mau merawat dan peduli dengan istri, sekedar tau bahwa dia telah melahirkan saja kau tidak mau tau. Dasar kau suami yang tidak bertanggung jawab” Tambah ibu dengan nada benci.

“Bagaimana mungkin istrimu mau bertahan di rumahnya, jika suaminya hanya tau jalan, bersenang-senang sendiri, hura-hura sendiri, tidak dinafkahi. Coba jawab ibu sekarang! Jangan jadi suami pengecut. Beraninya mengani4ya istri dan anak-anaknya. Kamu tidak malu diliat dan didengar sama tetangga sedang bertengkar?”

“Istri mana yang mau tahan diperlakukan seperti itu terus? Hanya istrimu ini saja yang bisa melakukannya. Karena dia bod0h bertahan menjadi istri orang yang tidak punya hati nurani”

Ibu betul-betul mengeluarkan segala unek-uneknya yang mungkin selama ini lama terpendam dalam hati. Memang, sejak kejadian beberapa bulan lalu saat ibu berkunjung ke rumahku untuk meminta bantuan, lalu suamiku mengusirya, dia tidak pernah lagi berkunjung. Mungkin dia trauma jika diusir lagi sama Andi.

Aku hanya diam dan tunduk. Karena semua yang dikatakan ibu adalah benar. Saya berharap kali ini, Andi bisa berubah dengan nasehat ibuku. Meskipun kemungkinannya kecil, tapi tidak apa-apa berharap sesuatu yang baik.

“Semoga saja Andi bisa memahami nasehat ibuku” Kataku dalam hati.

Andi hanya diam tanpa berkata-kata lagi. Ia lalu keluar tanpa sepatah kata apapun. Sepertinya Andi malu dengan sikapnya sendiri. Yang tidak pernah melakukan klarifikasi, suka menvonis dan tidak mau dilawan.

“Bu, makasih ya sudah berani menyampaikan nasehat sama Andi!”

“Andi itu memang harus dinasehati. Tidak bisa dibiarkan dia bertindak semena-mena terus. Terserah dia, apakah mau menerima atau tidak, yang penting ibu sudah sampaikan kebenaran kepada dia”

“Aku sebenarnya berharap dia bisa berubah setelah mendengar kata-kata ibu tadi, tapi aku juga khawatir jika dia bertambah parah perlakuannya nanti kepadaku. Karena dia itu tidak seperti kebanyakan orang. Orang lain mungkin Cuma butuh sekali nasehat sudah berubah, tapi dia butuh seribu mungkin baru berubah”

“Ya terserah dari dia saja. Apa mau tersinggung dengan kalimat ibu tadi atau mau jadikan cambuk bagi perubahan sikap dan sifatnya”

“Ibu sangat kasian melihat kau diperlakukan seperti ini terus. Sejak awal ibu tidak pernah merestui pernikahan kalian, tapi karena waktu itu ibu lihat kalian suka sama suka, maka ibu membiarkan kalian melangsungkan pernikahan. Saat itu, ibu berharap kau bisa mengendalikan dia yang egois, kasar dan kurang ajar. Sayangnya, sampai kalian sudah punya tiga orang anak pun dia masih belum menunjukkan tanda-tanda kebaikannya”

“Entahlah bu, aku pun sebenarnya sangat menyesal menikah dengan Andi yang kini berubah 360 derajat dari Andi yang ku kenal dahulu.”

“Sejak awal ibu, paman-pamanmu, kakakmu termasuk ayahnya Andi itu, menolak pernikahan kalian. Karena sifat Andi dari kecil sampai dewasa sudah ditau oleh khalayak umum. Dimana-mana ada keributan dia pasti ada, semua jenis kejahatan di kampung kita ini, dia pasti terlibat. Mana lagi sifat emosionalnya yang sangat tinggi. Bahkan dulu, dia pernah diceburkan ke dalam comberan dan got gara-gara suka berbuat keonaran dan suka melawan orang tuanya. Tapi kamu ngotot mau nikah dengan dia dulu. Akhirnya beginilah kejadiannya sekarang. Apa yang menjadi kekhawatiran kami selama ini, menjadi kenyataan. Dan yang paling menyakitkan lagi, karena anakku lah yang harus menjadi korban dari sifat buruk Andi” tutur ibu

“Apa boleh buat, sudah inilah takdir yang harus aku jalani. Inilah salah satu goresan pena kehidupan yang harus ku ukirkan dalam buku sejarah perjalanan hidupku” Kataku dalam hati sambil meneteskan air mata.

“Tapi kamu tidak boleh menyerah dan putus asa. Kamu punya Allah Tuhan kita semua. Mintalah terus kepadanya agar Andi diberikan hidayah, petunjuk sehingga bisa kembali ke jalan yang benar dan menjadi suamimu dunia akhirat. Menjadi Andi yang dulu kau kenal baik dan bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia” Kata ibu yang masih mengelus bayiku.

“Aamiin ya Allah” Ucapku menyahuti harapan ibuku.

***

Setelah kejadian itu, Andi tidak pernah lagi datang ke rumah ibuku. Tidak ada juga titipan pesan dari temannya atau tetangga rumahku kepadaku, terlebih kiriman uang atau kebutuhan hidupku pasca melahirkan yang sebenarnya membutuhkan banyak asupan gizi agar aku dapat menghasilkan air susu yang cukup untuk menyusui bayiku. Itu semua tidak pernah terjadi bahkan sejak kelahiran anak pertama kami, tidak pernah sama sekali Andi memenuhi kebutuhan lahiriahku.

Apalagi anak ketigaku saat ini adalah seorang bayi laki-laki yang memiliki daya minum susu lebih tinggi dari bayi perempuan, tentu menjadikanku harus banyak mengkonsumsi makanan sehingga air susuku selalu berlimpah. Sayangnya, kondisi ekonomi ibuku yang hanya mengharapkan gaji pensiun almarhum ayah, tidak bisa sepenuhnya menopang kebutuhan kami. Sehinga, air susu ku pun cepat mengering dan bayiku terpaksa harus minum susu lain.

“Oek … oek … oek” Tangis bayiku yang merasa tidak puas menyusu kepadaku karena kondisi air susuku yang sudah kering.

“Maafkan aku sayang, ibu kurang makan jadi air susunya kering” Bisikku kepada bayiku.

“Kenapa itu nak? Kenapa dede bayi menangis?” Tanya ibu dari luar kamar yang tidak lama terdengar suara langkah kakinya menuju ke kamar tempat aku sedang menyusukan bayiku.

“Aku tidak tau bu, tiba-tiba saja air susuku habis. Akhirnya dede bayinya menangis karena belum kenyang” Kataku masih dalam posisi baring.

“Sepertinya kamu lapar sehingga air susumu belum berisi lagi.” Kata ibu yang duduk di sampingku sambil mengelus bahuku.

“Tunggu ibu ambilkan makanan dulu ya. Kebetulan ibu baru selesai memasak” Kata ibu sambil berlalu keluar kamar.

Setelah ibu kembali, ia langsung menyuapku sampai habis semua makanan yang ibu sediakan.

“Gimana nak, masih mau nambah?” Tanya ibu.

“Sudah kenyang bu. Aku istirahat dulu sebelum menyusukan dede bayi lagi. Mudah-mudahan air susunya sudah banyak kembali”

“Baik nak. Kamu istirahatlah dulu, Ibu mau ke dapur dulu menyimpan barang-barang ini. Sekalian ibu mau makan juga kebetulan sudah lapar”

“Iya bu”

Suasana kembali hening, hanya suara langkah ibu yang menggunakan sendal berduri, yang terdengar dari nyaring hingga hilang.

Setelah beberapa menit berlalu,

“Oek … oek … oek” Tangis bayiku lagi memecah keheningan saat itu.

“ssst sssst ssst”

Aku kembali mencoba menyusukan bayiku, tapi tidak lama bayiku kembali menangis dengan suara yang lebih kencang lagi dan kali ini durasinya lebih lama lagi.

“Oek … oek … oek”

“Oek … oek … oek” Tangis bayiku dan telah melepaskan put1ng susuku dari mulutnya.

“sst ssst ssst”

“Kenapa sih, dia rewel begini. Tidak biasanya” Kataku dalam hati sambil mencoba memencet put1ngku sendiri. Dan betapa kagetku, yang keluar bukannya air susu malah darah.

“Ibu .. ibu” Teriakku panik.

“Iya kamu kenapa nak?” sahut ibu sambil berlari ke arahku.

“Lihat, ada darah yang keluar dari put1ng susuku, kenapa ya bu?”

“Itu tandanya, kamu sudah tidak bisa menghasilkan air susu lagi nak” Jelas ibu yang membuatku khawatir.

“Jadi gimana bu” Tanyaku panik.

“Tidak apa-apa nak!”

“Nanti bayimu, diminumkan susu formula saja” Kata ibu.

“Tapi aku tidak punya uang untuk membelikan susu itu. Suamiku juga tidak bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan anaknya”

“Jangan khawatir nak, Allah sudah atur semua. Kamu banyak-banyak berdoa biar dikasih rezeki yang banyak biar anakmu bisa minum susu”

Aku hanya diam sambil mengangguk. Sebenarnya aku merasa berat jika harus membebani ibu, apalagi ini adalah masalah kebutuhan anak-anakku. Seharusnya Andi yang harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhanku anak-anakku.

“Aku jadi tidak enak bu, lagi-lagi aku harus jadi beban bagi ibu”

“Sudah jangan bicara begitu lagi. Ibu akan selalu ada untuk anak-anak dan cucu-cucuku. Mudah-mudahan kelak nanti kalianlah yang akan balik merawat ibu jika ibu sudah renta dan tidak bisa lagi berbuat apa-apa” Kata ibu sambil menangis terharu yang membuatku ikut menangis.

“Kamu tenang saja nak. Alhamdulillah ibu masih menyimpan emas perhiasan peninggalan almarhum ayah kamu. Itu bisa digadaikan dulu untuk memenuhi kebutuhan kamu dan bayimu ini”

Ibu lalu pergi dan kembali dengan membawa sebuah cincin dan kalung emas.

“Inilah perhiasan peninggalan ayah kamu. Kamu boleh gadaikan dan belikan susu untuk dede bayi”

“Tapi bagaimana pembayaran kreditnya bu?” Tanyaku sedikit khawatir.

“Nantilah kita pikirkan lagi nak. Yang penting sekarang bayimu harus kenyang ya!”

“Baiklah, terima kasih banyak atas kebaikan ibu”

“Sama-sama nak”

Ibu lalu keluar meninggalkan aku dan bayiku di kamar. sementara aku masih memegang perhiasan tadi sambil sesekali menatap bergantian antara emas dan bayu dalam dekapanku.

1
Bintang Ju
soalnya novel kedua baru lg di kerja
Aprilia Hidayatullah
GK ada cerita yg lain apa ya Thor,kok monoton bgt cerita'y,,,,jdi bosen kita baca'y,,,,🙏
Bintang Ju: makasih masukkannya. ini kisah memang khusus yang terjadi dalam rumah tangga. jadi gmn ya mau ceritain yg lain. ada saran ut bisa mengalihkan cerita begitu?
atau aku buat cerita novel lain gitu maksudnya?
total 1 replies
Kumo
Terima kasih, bikin hari jadi lebih baik!
Bintang Ju: terimakasih kk
total 1 replies
Willian Marcano
Merasa beruntung nemu ini.
Bintang Ju: terimakasih /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!