Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Semua Kancing Bisa Digunakan Pada Satu Baju Yang Sama. [2]
✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA
SETIAP TANGGAL, HARI, DAN WAKTU DENGAN
BAIK
✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA
✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN
MUNDUR)
^^^Jumat, 29 September 2023 (11.14)^^^
Kelas 12-A-IPA-[89] yang tadinya sepi mulai ramai, beberapa siswi yang menonton Aslan di lapangan telah kembali. Hampir raut mereka semua terlihat cemberut dan kesal. Sama halnya dengan gadis ketua kelas, yang duduk di barisan paling depan.
Olivia datang dengan segera, dia menumpah duduk di kursinya, mengeluarkan beberapa buku juga pulpen. Bertindak seakan tidak terjadi apa-apa dengan pura-pura mengerjakan tugas.
Mungkin kejadian tadi memang ketidaksengajaan, tapi Olivia terasa belum siap untuk menerima mentah-mental hal tersebut. Ada rasa kecewa, cemburu, dan kesal yang di sembunyikan di wajah diam Olivia.
Iefan yang cedera sampai setelahnya, dia hampir kesulitan mengejar Olivia, tapi cukup lega karena Olivia hanya melarikan diri ke kelas. Lelaki itu diam sejenak memerhatikan tingkah Olivia, paham kalau gadis itu hanya berpura-pura.
Di kertas Olivia bahkan tidak ada huruf atau angka, hanya coretan tidak jelas, padahal jika dia memang sedang mengerjakan tugas pasti sudah di penuhi angka dan huruf. Iefan sudah hafal betul bagaimana tingkah Olivia biasanya saat belajar.
“ Lu ngga papa? “ Iefan bersuara, dia tak enak hati, duduk di kursi sebelah kanan Olivia.
Laki-laki itu sebenarnya juga mengetahui jika Olivia telah menyukai Aslan, teringat semua gelagat sang gadis yang begitu berpihak dan mencolok, sangat peduli juga takut jika Aslan terluka maupun mengalami suatu hal.
Meski begitu Iefan tetap memilih bertindak seperti biasanya di dekat gadis cantik itu, tidak ada rasa marah atau tidak terima atas pilihan Olivia. Entahlah dia hanya ingin selalu melindungi gadis itu.
Pikir Iefan dia memang suka pada Olivia, tapi tetap rela walau Olivia tidak membalas perasaannya, asal dirinya tetap bisa berada di dekat gadis itu dan melindungi sebisa mungkin.
Makanya Iefan ikut khawatir terhadap Olivia sekarang, setelah mendapati kejadian tadi, dia tahu jika Natha tidak bermaksud.
Sempat penglihatan Iefan ikut melirik keberadaan Baron yang mendorong Natha di menit terakhir, semakin yakin jika laki-laki itu pasti memiliki hubungan dengan Natha maupun Aslan.
Namun jiwa Olivia yang polos tidak akan mudah untuk tegar, berbeda jauh dengan kepribadian Natha yang kuat dan tak mudah untuk di goyahkan.
Wajar Iefan memilih untuk membujuk Olivia sekarang, di banding melihat kondisi Natha yang sudah jatuh tadi, pikirnya di sana juga ada Aslan. Laki-laki itu pasti sigap untuk membantu Natha, jika terjadi suatu hal.
Olivia tersenyum hambar mendengar perkataan Iefan, lanjut melakukan kepura-puraan nya tanpa buka suara. Dia tidak mau menyahut omongan Iefan.
“ Eum… Lu butuh minuman ngga? Kalau butuh gue beliin ya, sekarang. Atau Es krim? “ Lagi Iefan berusaha mencari cara agar bisa mengalihkan perhatian Olivia. Secara acak terfikir untuk membujuk Olivia dengan minuman yang gadis itu sukai.
Olivia cepat menahan setelah mendengar. “ Eh! “ Dia memegangi lengan Iefan sebelum lelaki itu sempurna bangun. “ Eum… ngga-ngga usah. Aku aja yang beli sendiri. Aku ngga mau ngerepotin kamu yang lagi cedera kaya gitu. “
Olivia buka suara, tapi masih terlihat menunduk dan tidak mau menatap Iefan langsung. Dia Menyusun cepat beberapa buku-bukunya ke laci. “ Tunggu di sini! Aku yang bakal pergi buat beli. Sekalian buat kamu juga. “
Olivia hendak pergi, sifatnya yang tak enak hati dan tidak tega melihat kondisi orang lain, menjadikan raga sang gadis memilih untuk pergi sendiri membeli. Tidak mungkin membiarkan Iefan yang tengah cedera seperti itu untuk membeli minuman bagi dirinya, perasaannya sendiri tengah kacau.
Tapi Iefan rupanya tidak tinggal diam, melihat langkah Olivia dia mencegah. Menahan lengan gadis itu dan tiba-tiba bangun. “ Ngga! Kita pergi sama-sama. “
Iefan yang cedera melangkah lebih dahulu, dia tahu Olivia tetap bisa menyusul langkahnya. Sekilas memberikan senyuman di bibir Olivia, kala mendapati perhatian Iefan.
Akhirnya mereka berdua pergi untuk membeli minuman di kantin, sebagai salah satu cara Iefan mengalihkan rasa sedih Olivia dari masalah tadi.
Sepanjang jalan Olivia terus mengunci mulut, dia enggan berbicara, hanya berjalan lurus dengan beku. Biasanya, walau sepatah kata-kata random yang tidak jelas, meski dengan kepribadian yang tidak terlalu banyak bicara juga pemalu, Olivia tetap mengajak Iefan untuk mengobrol.
Entah sebatas cerita-cerita kecil, hobi, atau komunikasi standar yang lain. Tapi untuk pertama kalinya hari ini, Iefan benar-benar melihat Olivia terluka sampai bisa menjadi diam seribu bahasa.
Satu patah katapun tidak terkeluar dari mulut gadis itu. Iefan juga tak berani buka omongan, dia terlalu kasian menatapi wajah Olivia sepanjang jalan.
“ Eh lu udah tau berita terbaru! “ Salah seorang siswi di koridor berteriak, dia datang dengan semangat. Begitu antusias bercerita kepada beberapa teman-temannya yang tengah berkumpul di sekitaran lorong.
Kaki Olivia tiba-tiba terhenti, walau tidak menoleh tapi gadis itu terlihat antusias untuk mendengar lanjutan perbincangan dari beberapa siswi yang sempat terdengar di telinganya. Siswi-siswi itu berada di belakang Iefan dan Olivia, dekat tepian koridor yang menghadap ke lapangan.
Iefan yang juga mendengar teriakan salah seorang siswi itu ikut menoleh, memandangi sekilas siswi di ujung sana dan paham jika Olivia sekarang tengah berhenti untuk mendengar perbincangan mereka menyangkut sang teman baik yakni Natha.
Olivia tidak akan pernah menutup telinga atau melewati begitu saja jika ada orang-orang yang membicarakan Natha. Termasuklah hari ini, walau tadinya dia masih belum bisa terima melihat wajah Natha, tapi diam-diam gadis itu tetap peduli, tidak akan acuh jika nama teman baiknya itu dibicarakan buruk.
Rautnya terlihat tidak berubah atau cemas, tapi raga Olivia tetap menjelaskan dengan bukti kedua kakinya yang memilih berhenti sekarang. Iefan hanya bisa menyimak juga mengikuti hal yang Olivia inginkan dengan diam.
“ Berita apaan? “ Teman dari siswi itu kesal, dia merasa terganggu karena asik menonton beberapa pria tampan dari kelas lain di lapangan.
Masih tersisa beberapa anak-anak lain yang tengah bermain-main dengan biasa, mengisi waktu luang sebelum bel pulang di hari terakhir pekan acara berakhir.
Gadis yang tadi geleng-geleng. “ Dih, kayanya kalian harus di kasi pencerahan deh, biar pada up date. Masa kalian ngga tau kejadian tentang ayang kita. “
“ Ayang kita? Aslan maksud lu! “ Siswi di sebelahnya menebak. Mereka mulai merasa antusias. Berduyun-duyun merapat menjadi satu.
Lagi siswi yang semula membawa berita mengangguk. “ Masa ayang kita malah pelukan sama Natha di lapangan. “ Dia mengekspresikan raut ingin menangis.
“ HAAA!!!!! “ Serentak beberapa siswi yang tengah bergerombol sontak kaget.
Beberapa teman-teman dari siswi itu yang tadinya tidak peduli, akhirnya ikut terperanjat dan menyimak, meraka beralih untuk mendengarkan dengan seksama. Terlihat setelah terkejut dan tak percaya atas tuturan siswa di tengah.
Salah seorang siswi lainnya menghardik. “ Sialan, boong lu! “
“ Gue serius, nih liat fotonya. “ Siswi tadi menunjukan foto di handphonenya. Rupanya banyak siswa-siswi yang juga mengabadikan foto Aslan dan Natha di lapangan tadi. Lalu jadilah hingga sekarang, sebagai bahan gosip yang tersebar kesana-kemari.
“ Is, ya ampun! Aslan ayang aku! Kenapa malah pelukan si sama tu cewek miskin! “
“ Ayang kita… “ Siswi itu hendak menangis, tapi tidak jadi. Dan kembali menimpali omongan temannya. “ Nih ya, masa katanya setelah kejadian itu Natha pura-pura cedera. Jadi Aslan yang polos malah ngebantuin dia, dan bahkan ngegendong Natha buat di bawa ke UKS sekarang. “ Gadis itu lanjut benar-benar menangis sekarang, memuncungkan bibirnya dengan sedih dan galau.
“ Ih, ngga terima banget gue! Is sialan! “ Siswi lainnya menimpal emosi, terlihat sangat tersulut usai berita dari temannya berikan.
Alis siswa lain menyatu sedih. “ Dasar perempuan jalang! Apa sih yang dia mau, wajar aja dia sekarang sengaja ngedeketin Olivia dan Iefan. Rupanya biar dapetin Aslan. “ Siswa lainnya itu ikut marah. Mereka sama-sama terbawa emosi di dalam kumpulan, saling sedih dan mengasihani satu sama lain.
“ Gue ngga terima! “
“ Sama, gue juga! Sialan banget si. “
“ Cih, Natha perempuan jal- “
Plakkk!!!
^^^Senin, 25 September 2023 (16.09)^^^
Keadaan ruangan sepi, cukup redup dan tidak berlalu berpenghuni. Sebatas berjejer lemari-lemari besi, tapi khusus terletak dalam ruangan agar bisa sekalian berganti pakaian.
Tempat itu umumnya di gunakan para lelaki, biasa selepas berolahraga atau aktivitas fisik lainnya. Derap perlahan menjadi atensi pengisi sore itu, berasal dari raga Natha, yang mendekat ke sebuah loker bernama.
Kepalanya hati-hati, sesekali menilik area sekitar, apakah ada orang atau tidak. Sementara tangan sudah bekerja gesit, membuka sebuah pintu lemari besi, dan meletakkan beberapa benda di sana.
Gruakk!!
Suara pintu di dorong bergema, mengejutkan kesadaran dan jiwa si gadis. Terlebih ketika posisi tubuhnya di kukung sebilah lengan pria lewat area kiri. Laki-laki itu mengunci Natha, dari balik loker yang terbuka, dan menyudutkannya di tepian tersebut.
“ Sepertinya ada yang lagi main pencuri-pencurian.
“ Aslan menutur, dia membentang tangan kiri ke dinding loker, dan memojokkan sebiji rangka mungil seorang gadis.
Dengan pasrah, kepalanya Natha menoleh, dia terkunci dengan posisi tangan Aslan dan pintu loker sebelah kanan. Sudah ketahuan dan tidak punya pilihan lagi guna kabur.
Tak banyak suara yang gadis itu berikan, sekedar mengapit bibir dan enggan menatap mata Aslan secara langsung. Aslan melirik kehadiran kantong bening berisi obat-obatan di perut lokernya, berasal dari pemberian si gadis yang di kepung.
“ Obat? Untuk? “
“ A-eum… anu- ee… ah iya, Olivia suruh gue buat ngantarin obat untuk luka di tangan lu. “ Natha kikuk, dia berdalih.
Aslan tersenyum. “ Olivia udah duluan ngantarin obat langsung ke gue tadi. “
Langsung Natha tersentak, dia semakin ketahuan berdalih, sudah menaikkan pandangan ke wajah Aslan di hadapannya. Kendati di celah itu, Natha merasakan suatu hal, yang terasa familiar dan membuat kepalanya sendiri sakit.
Seolah jika dia pernah mengalami peristiwa seperti ini, antara dirinya Aslan dalan ruangan loker ini. Aslan memperhatikan postur Natha ketika memegangi kepala. Dia merasa sedang di tipu lagi.
“ Ck, ekting apa lagi sekarang. “
“ Aslan, baju gue kemarin diman- “
Greppp!
Seseorang yang berbicara tersebut terhenti, setelah melihat Aslan mendorong tubuhnya untuk semakin masuk ke area loker, terlihat seperti sedang menyembunyikan suatu hal.
“ Em, lu cari aja di lapangan basket tadi. Kayanya masih ketinggalan di sana. “ Aslan kikuk menjawab, dia berupaya agar temannya itu cepat pergi.
Karena tampilan sang teman yang tak pantas dan bisa dikategorikan vulgar, tidak mengenakan baju atas sama sekali.
Pria satu regu dengan Aslan hanya tersenyum kecil, dia tidak buta untuk melihat keadaan, karena dari celah dia dapat melihat kaki perempuan dan rok yang digunakan. Menandakan jika Aslan tengah menyembunyikan seorang gadis.
“ Cih, sok sembunyi-sembunyi. Baiklah, nikmati waktu kalian. “ Pria teman Aslan berlalu pergi.
Menyisakan posisi Natha yang di kepung lingkaran tangan Aslan, saat itu posisi mereka sangat dekat, bahkan Natha bisa merasakan hawa hangat dan keringat yang basah di sekujur baju sang lelaki.
Akibat upaya Aslan, yang berusaha untuk menyembunyikan Natha dalam ruangan yang tak seharusnya seorang gadis masuki. Perlahan Aslan memberi celah, untuk kelonggaran Natha dan dirinya saling bertemu muka, kendati justru hanyut di tengah keadaan.
Terlihat Natha mendongak diam wajah Aslan, dari sebalik daun loker yang menjadi ukuran keberadaan mereka berdua. Begitu juga Aslan, yang menyisir diam wajah gadis dalam kurungan tubuhnya itu ke panah bawah.
“ Apakah ini yang di katakan oleh Iefan, untuk jangan terlalu dekat. Karena bisa menciptakan rasa suka. “
Deguppp… Deguppp… Deguppp…
^^^Jumat, 29 September 2023 (11.17)^^^
Aslan membantu Natha untuk duduk di ranjang khusus pasien. Cekatan dia mencari perawat yang berjaga, tapi tak kunjung menemukan setelah memanggil beberapa kali.
Aslan akhirnya berinisiatif untuk mengobati luka Natha secara mandiri. Sedikit banyak laki-laki itu masih memiliki kemampuan di ilmu kesehatan, karena keluarganya yang kaya selalu memberikan banyak pendidikan kepada Aslan.
Baik dalam ilmu bela diri, kesehatan, bisnis, pendidikan, olahraga, dan masih banyak di bidang lain yang mereka berikan terhadap anak-anaknya.
Gunanya agar anak mereka menjadi multitalenta, terutama anak dari pebisnis terkemuka, mencakup Iefan dan anak orang kaya lainnya.
Karena wajarnya tidak mungkin, jika anak tokoh atau pengusaha kaya, minim talenta, serta ilmu dan wawasan yang dalam. Mereka harus memberikan cerminan, dari sifat para orang tua yang sukses, tidak hanya di dunia perekonomian, publik, atau tokoh masyarakat, tapi juga sukses untuk mendidik anak sendiri.
Natha kaget waktu Aslan datang kembali dan membawa beberapa kotak obat. ” Lu-lu mau ngapain! “ Dia panik dengan niatan laki-laki itu.
Aslan hanya menatap datar membalas reaksi Natha, dia duduk di kursi bawah dekat kaki Natha. Lalu menggapai sebelah pergelangan kaki gadis itu untuk di letakan di atas dataran pahanya.
Masih raga Natha membelalak dengan aksi yang Aslan lakukan, tapi dia tidak buka suara lagi. Hanya diam dan menurut karena kakinya sudah cedera, tidak memungkinkan untuk lari atau melakukan hal lain.
Perlahan tangan Aslan mulai membuka sepatu Natha, dia memperhatikan pergelangan kaki Natha dan memeriksanya di beberapa titik. Sedikit menekankan bagian yang membiru.
Natha merintih sakit tanpa suara. Tapi Aslan menyadarinya, dan melihat sekilas wajah gadis tersebut. “ Sakit? “
Natha mengangguk. Bersamaan Iefan juga tiba di sana, dia hendak masuk, tapi pembicaraan Aslan dan Natha membuat dia berhenti sejenak di ambang depan. Iefan mendengarkan dari balik daun pintu yang sedikit terbuka.
“ Kaki lu udah cedera dari beberapa minggu yang lalu? “ Aslan heran memeriksa cedera Natha, berulang kali melihat dan memerhatikan di beberapa sisi untuk meyakinkan.
Natha kaget dengan simpulan yang laki-laki itu suarakan. Sekilas Natha baru teringat saat kejadian dia dan Olivia yang hampir di kecelakaan di timpa pot tempo hari.
Tidak mengira jika nyeri kala itu akibat kaki Natha yang sudah keseleo. Di tambah beberapa kejadian saat Natha mencoba mendobrak pintu dengan kakinya yang sama, lalu tadi di perburuk saat dia paksakan untuk berlari, terlalu menganggap remeh sakit yang ada di tubuhnya sendiri.
Raut Natha tidak menggubris pertanyaan Aslan, dia ragu untuk bercerita dari mana, tidak mungkin Natha akan jujur perihal dirinya yang terjebak dalam adegan di novel, atau penglihatan Natha yang sadar ketika Baron hendak mencurangi Aslan tadi di lapangan.
Makanya sampai memaksa lari meski sudah merasakan nyeri luar biasa dari pergelangan kakinya. Pastilah laki-laki itu akan bertanya bagaimana Natha bisa mengenal Baron, termasuk kepercayaannya terhadap kesimpulan yang Natha pikirkan.
Insan mana yang akan mudah percaya jika mereka hidup di dalam dunia novel. Terlebih Natha masih tidak enak hati mengingat kejadian di gedung tak terpakai sekolah saat Olivia hampir di celakai Sekar, lubuk hati terdalamnya masih merasa bersalah, tapi coba Natha sembunyikan dan seolah tidak pernah melihat kejadian apa-apa sebelumnya, ketika berhadapan dengan Aslan sekarang.
“ Kaki Natha udah cedera dari kemarin? “ Iefan bertanya-tanya di dalam batin, alis laki-laki itu menyatu menyimak. Dia menguping dari luar.
“ Eum… ngga tau, mu-mungkin waktu gue lari-larian tadi. “ Natha berdalih. “ La-lagian lu tau dari mana kaki gue udah cedera dari kemarin. Sedangkan waktu luka lu abis berantem sama Baron aja ngga bisa lu obatin sendiri? Cih,Sok tau aja lu! “
Dia bermaksud untuk mengubah topik pembicaraan. Mencoba bercanda di dalam suasana itu. Tidak begitu menyadari ada manusia lain yang mendengar dengan terkejut.
“ Jadi benar. Aslan malam itu kelai dengan seseorang. Dan orang itu bernama Baron, laki-laki tempo lalu yang sempat berkelahi sama Aslan di halaman sekolah. Siapa Baron sebenarnya? Apa hubungan dia sama Aslan dan Natha. Kenapa mereka ngga ngasi tau gue tentang hal ini?! “
Aslan tersenyum kecil mendengar perkataan Natha, dia lanjut mengobati kaki gadis itu tanpa merasa kesal di olok-olok, sudah sampai di tahap membalut perban di pergelangan kaki gadis tersebut. “ Males ngobatin diri sendiri. Kalau ada babu, kenapa harus di sia-siain. “
“ Wah-wah bisa-bisanya lu. “ Natha hendak marah merasa tidak terima.
Sahutan Aslan sungguh tidak bisa di prediksi, dia hanya mencoba untuk bercanda, kenapa malah di teruskan dengan pernyataan. Gadis itu sudah siap untuk berdiri, hendak protes dengan sebutan babu pada dirinya.
Tapi tatapan tajam Aslan yang tengah mengobati membuat Natha ciut dan bungkam. Giliran dia yang seolah menjadi anjing kecil. Mereka seakan saling membalas satu sama lain dari kejadian Natha di aula bersama Aslan hari lalu.
Mengubah niatan Natha semula yang kini hanya bisa mendengus kesal, sementara kakinya masih berada di tangan Aslan. Takut jika laki-laki itu akan mencoba melakukan sesuatu hal dikakinya jika Natha memukuli Aslan sekarang.
^^^Jumat, 17 Juli 2023 (10.15)^^^
Brukkk!!!
Semua orang kaget melihat dan mendengar suara tamparan. Rupanya tindakan brutal itu berasal dari Olivia, yang kesal dan menggebu marah usai mendengar tuturan siswi-siswi di dekat pagar koridor.
Memang semula Iefan yang mau menegur mereka, tapi siapa sangka malah Olivia yang mendahului dan menampar salah seorang siswi yang mengata-ngatai Natha, sampai sang korban terbungkam dan tak sempat melanjutkan kata-katanya.
Siswi itu kaget, begitu juga Iefan, tidak pernah melihat sifat agresif dari Olivia yang selama ini tampak sangat lemah lembut, sampai seolah tidak berani mencubit insan lain.
Terbungkam gadis yang di tampar Olivia memegangi pipinya tak percaya, dia menoleh ke arah Olivia dengan cepat.
Rautnya kesal dan mau membalas, tapi keberadaan Iefan di belakang Olivia membuat gadis itu ciut, nyalinya tidak bisa bertindak lagi, selain menahan amarahnya memandangi Olivia dengan tajam. Terlihat bercampur rasa kesal dan menahan tangis.
“ Kalian ngga berhak buat ngomong kaya gitu tentang Natha! Dia temen ku, dan dia anak baik-baik. Kejadian di lapangan tadi cuma ketidak sengajaan. Kalian ngga berhak buat ngatain atau ngomongin Natha tentang hal yang ngga bener kaya gitu! “
Olivia bersuara lantang, suara lembutnya terdengar jelas. Terlihat mengebu-gebu menahan amarah, matanya ikut berkaca-kaca dan memerah.
Siswi yang Olivia tampar angkat bicara, meski tidak bisa membalas balik dengan perbuatan, tapi dia masih berani untuk bicara. Merasa sangat kesal dengan ucapan Olivia.
“ Lu bodoh atau gimana si Olivia! Natha itu udah manfaatin lu buat dapetin Aslan. Dan lu disini malah asik-asiknya ngebelain dia. Lu juga liat sendiri kan, kejadian tadi?! “
Olivia terdiam sebentar setelah mendengar, rautnya seakan berfikir dan sedih. Mengingat kejadian tadi masih jelas di otaknya. Iefan melirik wajah Olivia di sebelah, gadis itu terlihat cukup pucat setelah menampar, matanya berkaca-kaca dengan sedih. Tahu jika Olivia sendiri juga masih terluka mengingat insiden sebelumnya.
“ Sorry gue potong. “ Iefan angkat bicara. “ Tapi apa yang kalian certain ngga bener, dan gue sebagai temen dari Natha tau kalau dia ngga berniat apapun buat deket sama kita. Kita yang malah sengaja deket sama dia. “
Laki-laki itu memberi penjelasan, lantas di akhir menoleh ke arah gadis yang Olivia tampar. “ Dan buat lu! Hati-hati sama ucapan lu. Jangan sampai tindakan yang Olivia perbuat tadi, seolah memang pantas untuk mulut lu yang seenaknya berbicara. “
Gadis yang tertampar itu terdiam menatap tatapan tajam Iefan, matanya sudah berair, rautnya bercampur antara kesal dan kecewa, karena Iefan salah satu pria yang dia sukai, malah berkata demikian kepadanya hari ini.
Siswi-siswi di sebelah juga tak banyak bersuara, mereka hanya saling pandang satu sama lain, heran karena Iefan yang langsung membela Natha sekarang.
Akhirnya tanpa suara lagi kumpulan gadis itu memilih pergi, walau harus dalam rasa kesal, menjadikan mereka marah tapi bukan kepada Iefan melainkan kepada sosok Natha.
Seluruh sekolah sudah tahu bagaimana persahabatan antara ketiga anak sekolahan itu, mencakup Aslan, Iefan, juga Olivia, jadi cukup terbiasa dengan keberadaan Olivia di dekat Aslan dan Iefan, maupun keduanya yang membela Olivia jika terjadi suatu hal. Walau tetap ada unsur rasa tidak terima, tapi mereka cukup memaklumi keberadaan Olivia.
Sayangnya, sekarang di tengah kebersamaan itu, tiba-tiba Natha datang juga, gadis miskin yang tiba-tiba saja bisa menjadi salah satu teman Aslan dan Iefan. Padahal tidak jauh cantik atau kaya di bandingkan dengan siswi lainnya.
Mereka menghardik, mengira pastilah Natha hanya berpura-pura untuk mendekati Olivia hanya demi memperoleh hati Aslan maupun Iefan, makanya sengaja seolah mengajak Olivia berteman baik dan tulus.
Padahal ada maksud terselubung di dalam, sampailah di kejadian hari ini yang membuat siswa-siswi itu semakin yakin dengan dugaan mereka.
Sialnya setelah merasa senang sekaligus kesal atas bukti yang terpampang, Olivia dan Iefan malah datang membela gadis munafik itu langsung di hadapan mereka dan semua orang. Makanya tentu membuat siswi-siswi penggemar Aslan dan Iefan marah besak, terpupuk untuk semakin membenci Natha.
“ Lu ngga papa kan Olivia? “ Iefan bertanya kepada Olivia, beralih memperhatikan kondisi gadis yang berwajah pucat pasi di sebelahnya.
Tangan Olivia terlihat bergetar hebat bekas menampar. Dia seolah tidak bisa bersikap sargas seperti tadi, tapi apa boleh buat. Karena memang perkataan mereka terlalu berlebihan untuk mengatai Natha, makanya gadis ketua kelas itu juga akhir ikut merasa marah.
Olivia malah geleng-geleng dengan ucapan Iefan. “ Aku ngga papa. Makasih Iefan, kamu udah bantuin aku ngebela Natha. Aku ngga tau mereka semua akan berprasangka buruk kaya gitu sama Natha. Pasti Natha sekarang sedih udah di omongin sana-sini. “
Dia mencoba mengontrol diri, terlihat rautnya yang sangat menyesal, Iefan sempat menghela dengan sahutan Olivia, gadis yang hampir menangis itu masih saja mencoba tegar, dan memikirkan orang lain ketimbang diri sendiri. Padahal Iefan tahu betapa takut dan terlukanya Olivai di kala ini.
“ Oh iya, kamu tau Natha cedera? “ Olivia menoleh ke Iefan. “ Gara-gara apa? “
Iefan geleng-geleng menatap Olivia. “ Ngga tau. Gue juga baru dengar waktu mereka bilang tadi. “
Kening Olivia menyatu dengar sahutan Iefan. Dia mulai merasa cemas. “ Hmm.. mendingan sekarang kamu datangin Natha aja di UKS. “ Olivia terpikirkan. “ Aku bakal beliin minuman dulu buat kalian. Nanti, setelahnya aku baru nyusul. “
“ Eh, ngga! Lu gimana? Ngga mungkin gue ninggalin lu sendirian di sini. “ Iefan keberatan dengan ide Olivia. Dia yang malah khawatir kalau meninggalkan gadis itu pergi sendiri.
Olivia membalas mengangguk, dia menatap Iefan dengan yakin. “ Aku ngga papa. “
“ Eum… ya-ya udah aku pergi. “ Masih langkah Iefan ragu untuk meninggalkan, berulang kali dia menoleh ke Olivia, mencoba mempertanyakan lagi apakah gadis itu yakin menyuruhnya pergi.
Tapi Olivia tidak merespon, dan hanya mengangguk kecil. Tak punya pilihan lain, akhirnya Iefan pergi walau dengan perasaan ragu meninggalkan gadis tersebut seorang diri.
...~Bersambung~...
✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA
✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA
ILMU BAGI AKU