NovelToon NovelToon
Seharusnya

Seharusnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9.4k
Nilai: 5
Nama Author: Lu'lu Il Azizi

Tentang sebuah perasaan dan liarnya hati ketika sudah tertuju pada seseorang.
Rasa kecewa yang selalu menjadi awal dari sebuah penutup, sebelum nantinya berimbas pada hati yang kembali merasa tersakiti.
Semua bermula dari diri kita sendiri, selalu menuntut untuk diperlakukan menurut ego, merasa mendapatkan feedback yang tidak sebanding dengan effort yang telah kita berikan, juga ekspektasi tinggi dengan tidak disertai kesiapan hati pada kenyataan yang memiliki begitu banyak kemungkinan.
Jengah pada semua plot yang selalu berakhir serupa, mendorongku untuk membuat satu janji pada diri sendiri.
”tak akan lagi mencintai siapapun, hingga sebuah cincin melekat pada jari manis yang disertai dengan sebuah akad.”
Namun, hati memanglah satu-satunya organ tubuh yang begitu menyebalkan. Untuk mengendalikannya, tidaklah cukup jika hanya bermodalkan sabar semata, satu moment dan sedikit dorongan, sudah cukup untuk mengubah ritme hari-hari berikutnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lu'lu Il Azizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24. Kita belum memulai apapun. Tapi, kenapa rasa nyerinya begitu nyata.

Entah sejak kapan Ain berdiri mematung di sana, tangan kirinya memegang kantong plastik kecil. Jarak kami memang cukup jauh, tapi aku sangat yakin jika itu Ain. Sebaliknya dia juga pasti sadar jika yang sedang dia tatap adalah aku dengan Vika yang bersandar pada bahuku. Aku berdiri mengabaikan reaksi kaget Vika, hanya saja belum sempat aku menuju ke arahnya, teman Ain menghampiri dengan motor, dengan cepat pula dia naik lalu bergegas pergi.

Deg deg deg....

“sial! Kebetulan macam apa ini!”umpatku dalam hati.

”ada apa El.”Vika ikut berdiri, selaras mengikuti arah pandanganku.

”tidak.. sepertinya aku salah lihat.”ucapku, tidak ingin menimbulkan masalah baru.”makan, pulang, atau masih mau disini Vik?”tanyaku, cukup kehilangan tenang. Sedikit melegakan ketika Vika lebih memilih pulang, karena saat ini dadaku terasa panas.

”entah apa yang berikutnya terjadi.”lagi, aku semakin merasa cemas.

Aku baru membuka HP saat sudah sampai di toko,”sepertinya sedang sibuk, ya udah maaf ganggu.”ku baca pesan dari Ain yang masuk sejak sebelum aku pergi dengan Vika.

“maaf dek. Tadi menemani temanku yang sedang dalam masalah.”aku membalas pesan darinya meski sudah sangat terlambat. Sudah berapa kali aku menggaruk kepala, merasa cemas, merasa bersalah, juga merasa takut.

“y”

Ain membalas hanya dengan satu huruf.

Ku tarik nafas panjang dengan mata tertutup secara otomatis, membayangkan seperti apa prasangka Ain dengan pemandangan yang dia lihat tadi. Sial!

Ku rangkai beberapa kalimat, bermaksud memberi sebuah penjelasan yang lebih detail, beberapa kali aku membaca ulang tulisanku, namun jempol terasa berat untuk mengetuk gambar kirim, pemikiran.”siapa aku baginya.” lagi-lagi mengurungkan niatku. Entahlah!

***

Tiga hari sudah berlalu sejak aku dan Ain saling menatap karena ketidaksengajaan konyol itu, sampai saat ini kami sama sekali tidak bertukar pesan. Labil, seperti itulah kondisi pikiranku saat ini. Merasa tenang saat mampu mengendalikan hati dan meyakini jika kita hanya sedang berjalan sesuai naskah, lalu kembali penuh cemas ketika hati berontak secara liar, karena sadar dengan kondisi kami yang sedang buruk.

Suara mobil pajero hitam bosku, menendang paksa lamunan, sejak 15 menit yang lalu aku duduk di teras toko. Kemeja warna merah tua, celana jean’s hitam ketat lalu kopiah hitam menutupi rambutku. Vika muncul dari belakangku dengan fashion rumitnya, ciri wanita yang akan pergi ke acara resmi.

Kami berdua masuk mobil, dimana pak bos serta bu bos sudah berada di dalam, meninggalkan sendiri Laksa di toko. Beberapa hari ini Vika sedikit menjaga jarak dengan Laksa, aku hanya memperhatikan.

Mobil melaju santai menuju ke rumah pak Herman. Dalam perjalanan, beberapa kali pak bos menyinggung tentang Laras, termasuk sebuah pertanyaan dengan nada bergurau, apakah aku tertarik dengannya. Tentu saja aku juga meresponnya dengan cara yang sama.

Sesampainya di sana, di halaman rumah pak Herman. Aku dan Vika sama-sama tertegun, menelan ludah. Lalu sepakat jika ini adalah rumah yang dihuni oleh kelas atas, kami berjalan di urutan paling belakang, saling meminta pendapat tentang penampilan, takut jika terlihat norak. Sepertinya kami menjadi undangan yang paling terakhir datang, karena setelahnya acara langsung di mulai. Tidak ada kendala apapun, acara berjalan khidmat dan di tutup dengan sebuah doa.

Setelah semua undangan pulang, kini yang tersisa di dalam ruang tamu tinggal kami dan keluarga pak Herman, tidak ingin terhanyut dengan obrolan sulit orang-orang hebat, aku lebih memilih duduk bersama Vika, Laras, dan adiknya perempuannya.

Vika dan laras sepertinya sudah menemukan topik pembicaraan yang pas, mereka terlihat menikmatinya. Aku dan adik Laras lebih banyak mengamati.

“berapa hari kau dapat jatah libur?”aku bertanya pada adik Laras, mencoba memecah bosan.

“Cuma malam ini saja.”jawabnya sedikit ketus, dengan suara berat. Polahnya terlihat lebih agresif di banding kakaknya, sepertinya dia cukup tomboy.

Wajah Ain muncul saat aku menatap adik Laras yang asyik mengunyah camilan, lengkap dengan toples yang ada di pangkuannya. Ingin rasanya aku bertanya tentang keseharian Ain, tapi tidak tau harus memulai dari mana.

“kak, benar teman dekat mbak Ain?”pertanyaan polos keluar dari mulut adik Laras. Seperti mengilhami apa yang ada di pikiranku, entah kenapa kami bertiga secara kompak menoleh ke arahnya. Seakan penasaran dengan arah percakapan selanjutnya.

“tau dari mana?”jawabku dengan sebuah pertanyaan balik, sambil memperhatikan tingkahnya, dia masih belum merubah posisi, masih dengan toples yang ada di pangkuannya.

“kak Laras. dia sering bercerita tentang...”belum sempat dia selesai bicara, Laras melemparnya dengan tisu yang sudah di remas bulat di sertai sebuah isyarat pada lirikannya. Wajah Laras menegang, aku dan Vika menahan tawa melihat tingkah adik dan kakak itu.

Dengan cekatan adik Laras segera merubah topik.“kenapa sekarang mbak Ain jadi gampang marah! Bilangin ke dia dong.”lanjutnya bicara, masih dengan nada ketus. Setelah selesai bermain mata dengan kakaknya.

“mungkin dia sedang berantem dengan calon suaminya...”Vika memotong dengan jawaban asal, melirik ke arahku dengan sedikit menahan tawa.

”sialan kau Vik.”mataku membalas.

“oo.. jadi mbak Ain sudah punya calon suami..”lagi-lagi ucapannya polos, menelan segala hal yang dia dengar. Dia sedikit memiringkan kepala dengan kedua bola mata mengarah ke atas, tanda sedang berfikir atau mengingat sesuatu.

“mungkin gus Ridho... Mbak Ain sering dibonceng olehnya.”kali ini ucapan polosnya itu merubah suasana, seketika!

Vika yang tadinya menahan tawa berganti dengan wajah merasa bersalah, sedang Laras kembali memberi sebuah isyarat pada adik satu-satunya itu, kali ini dengan ke dua mata yang melotot. Sementara aku, tak tau ekspresi seperti apa yang ku tampakan.

”oohh.. jadi benar lelaki itu.”isi kepalaku hanya merespon seperti itu, dengan hati terasa nyeri. Memasang senyum palsu pun terasa berat.

***

Siang ini, di tengah terik matahari yang sedang tidak bersahabat dengan panasnya. Di sela tugasku mengambil uang pendapatan setiap toko, vario putihku melaju santai di sisi kiri bahu jalan. Aku terhanyut dengan lamunan. Tentang Ain, tentang beberapa kemungkinan yang terus saja mengitari otakku, sejak kemarin malam setelah acara di rumah Laras, prasangkaku tentangnya yang sudah membuka hati untuk seseorang semakin kuat.

”kita bahkan belum memulai apapun, tapi kenapa risau ini, rasa cemburu ini, juga rasa sakit ini begitu nyata. Hati, ayolah!”aku bergumam sendiri di antara banyaknya motor yang berbaris tidak rapi, dengan mata pengendara kompak menatap lampu bulat berwarna merah, lalu menyebar sesuai tujuan masing-masing setelah bulat lampu berganti menjadi hijau.

“setelah selesai dengan tugasmu, datanglah ke rumah.”

Di tengah perjalanan aku menyempatkan diri membuka pesan yang ku terima dari pak bos. Masih tiga tempat lagi yang harus aku datangi, biasanya di setiap toko yang aku datangi, aku akan sedikit basa-basi dengan karyawati di sana, mengakrabkan diri sambil melihat kondisi barang juga mengamati cara mereka melayani pelanggan.

Namun kali ini aku malas, karena otakku sedang enggan merespon apa yang di lihat mata, otakku saat ini lebih sibuk mengikuti labilnya hati.

Sekitar pukul empat sore, aku sampai di kawasan perumahan tempat bosku tinggal. Nyelonong masuk karena pintu sudah terbuka, sedikit menghilangkan lelah juga penat ketika melihat ruang tamu, aku tidak pernah bosan dengan desain ruangan ini.

“baru datang Li?”sapa bosku muncul dari depan, entah dia habis darimana.

“iya bos.”jawabku santai meletakkan sebotol air mineral dingin yang tadi aku ambil sendiri dari kulkas. Awalnya beliau membuka perbincangan seputar pekerjaan, termasuk bertanya bagaimana etos kerja Laras. Tentu saja aku menjawab sesuai dengan apa yang ku lihat, wajah puas terlihat jelas dari ekspresi bosku.

“kau mau jadi menantu pak Herman?”pak Bos tiba-tiba mengalihkan topik. Aku tidak menanggapinya dengan serius, sudah sering bosku bercanda tentang ini. Di tambah lagi mood ku saat ini sedang buruk.

“pak Herman sendiri yang bilang.”kali ini wajahnya tidak sedang bercanda. Tapi aku masih malas menanggapinya, ujung-ujungnya dia pasti akan menertawakan ku.

”tidak mungkin pak Herman bilang seperti itu.”aku menyangkal, penuh yakin.

1
Riyana Dhani@89
/Good//Heart//Heart//Heart/
mr sabife
wahh alur ceritanya
mr sabife
luar biasa ceritnya
mr sabife
bagus dan menarik
mr sabife
bgusssss bnget
mr sabife
Luar biasa
queen.chaa
semangat terus othorr 🙌🏻
Charles Burns
menisan 45menit biar setengah babak
Dale Jackson
muach♥️♥️
Dale Jackson
sedang nganggur le
Mary Pollard
kelihatannya
Wayne Jefferson
gilani mas
Wayne Jefferson
siap ndoro
Alexander Foster
mubadzir woii
Alexander Foster
mas koprohh ihhh
Jonathan Barnes
kepo kek dora
Andrew Martinez
emoh itu apa?
Andrew Martinez
aku gpp kok kak
Andrew Martinez
kroco noob
Jonathon Delgado
hemmbbbb
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!