*Dijamin TAMAT karena isi cerita telah dibuat dan hanya dikirimkan secara berkala
Mengira bahwa Evan–suaminya hendak membunuhnya, Rose memilih menyerang pria tersebut. Tanpa tahu bahwa Evan berupaya melindungi Rose biarpun tahu bahwa dirinya akan meninggal di tangan istrinya sendiri.
Penyesalan selalu datang belakangan, namun hadir kesempatan untuk memperbaiki garis nasib yang mengikatnya dalam bayangan cinta dan dendam. Rose kembali mengulangi kehidupannya, satu demi satu disadarkan dengan bunga tidur misterius.
Mempraktekkan intrik dan ancaman, menemukan pesona sihir untuk memutus tali asmara yang kusut antara Rose dan Evan yang menjadi suaminya di kehidupan lama dan sekarang. Apakah ia akan berhasil membalik takbir yang telah ditentukan oleh Dewa, atau malah gagal melakukannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carolline Fenita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 - Wrong Shoot
Pangeran Ketiga menghampiri kaisar, sosok yang mengangkatnya menjadi pangeran di Kerajaan Vollerei secepat mungkin. Lelaki itu bergegas seolah mendengar berita yang lebih buruk dari biasanya.
"Ayahanda, pelayan menemukan bahwa terdapat tiga pria dan seorang wanita-"
Keduanya berbicara dalam suara kecil, akan tetapi dapat dipastikan bahwa wajah tegap Kaisar berangsur-angsur tenggelam. Lelaki itu keluar bersama Pangeran Ketiga, tepat ketika lagu yang dikumandangkan berakhir.
Tamu melihat dan menyadari bahwa si tokoh utama beserta penjamu acara menghilang.
Seluruh orang berhenti menari ketika melihat kaisar berjalan tegap keluar. Melihat wajah pucat kaisar, semuanya bergegas mengikuti dari belakang seperti gerombolan semut yang mengikuti pemimpinnya. Mengapa Kaisar keluar dari sini? itulah yang mereka tanda kutibkan di benaknya
Siapa yang seberani itu menyinggung dan melemparkan kotoran ke wajah kaisar?
Malam sangatlah gelap, desahan dan gemerisik aneh terdengar keluar dari bagian timur. Putri Pertama mendobrak pintu bersama pelayan dan pengawal yang ia bawa, menahan 3 pria dan seorang wanita berwajah lusuh. "Kamu!!"
Dia melemparkan mantel ke tubuh perempuan yang bercecer antara peluh dan cairan aneh. Raut terkejutnya berganti menjadi perasaan jijik. Pertama kalinya ia menyaksikan secara langsung peraduan panas, dan ia merasa bahwa matanya seolah tengah dibakar.
Begitu luar biasa kelakuan mereka di tengah acara yang diselenggarakan di kediaman resmi.
Ketika Putri Pertama keluar, ia mendapati bahwa bukan hanya ayah, kakak, dan Duke Westone disana. Dia menunduk dan berbisik ke telinga ayahnya. Arthur mengabaikan pancaran peringatan dari wajah putrinya dan berteriak.
"Lancang!! Seret mereka keluar."
Beberapa pengawal bergegas keluar dari kediaman terbengkalai itu. Suara terkesiap keluar dari sejumlah bibir wanita dewasa. Para remaja perempuan segera ditarik oleh ibunya menjauh, agar tidak menyaksikan hal tidak senonoh itu.
Lady Veronica menjerit, memberontak dan melawan kekangan kuat dari pengawal. Rambutnya kacau seperti belum disisir sebulan. "Tidak, percaya padaku. Ketiga pria tersebut menyeretku ke dalam sana."
Dalam kondisi saat ini, Lady Veronica telah dilindungi oleh mantel tebal yang dibawakan oleh Putri Pertama. Duchess Aurora masih berbaik hati melindunginya dari pandangan orang ramai. Sedangkan ketiga pria tadi telanjang dan jejak birahinya masih tampak dengan jelas. Baron Westone memalingkan wajahnya ke samping, memegangi dadanya untuk waktu yang lama. Lady Veronica memeluk tubuhnya, berlutut, dan terisak.
"Sial sekali pria itu, padahal dia baru menikahinya dalam kurun beberapa bulan."
"Ya, pelacur kecil yang tidak tahu berterima kasih. Dia bahkan tidak puas dengan satu pria, lihat jumlah orang yang menggaulinya!"
"Benar, lebih baik aku mati dipacung daripada berakhir seperti ini.."
Bisikan itu terdengar hingga ke telinga Veronica. Wanita itu mengangkat wajahnya dan menampilkan air mata yang mengalir tanpa henti.
Tanpa rasa malu sedikitpun, dia menunjuk ke arah Rose dan berteriak. "Semua gara gara kau! Dasar Schariac bajingan!" Lady Veronica masih mengira bahwa gadis bergaun hitam tersebut adalah Miss Chloe Schariac.
Rose memasang wajah polos dan terkejut, seolah ia adalah korban fitnah dari pelacur. Otomatis beberapa orang mengernyitkan dahinya dengan dalam. Bukan hanya karena tuduhan tanpa bukti itu, jelas jelas yang ditunjuk olehnya bukan Miss Schariac, melainkan Miss Zen!
"Baik sekali perempuan ini. Mengambil sari kenikmatan dan berzina sepuasnya, ketika dipergoki malah mengalihkan kesalahan ke orang lain. Bahkan dengan sapaan yang tidak tepat pula."
Seruan dari Marquess Drevan seolah menguatkan dan mewakili asumsi para peserta acara debutante. Tidak banyak yang dekat dengan Miss Rose, namun masih ada segelintir yang mengenali rupa gadis itu.
"Apa maksudmu?!" Lady Veronica melihat ke sekeliling dengan rambut yang menukik naik dan riasan lunturnya. Tiada satu pun yang memandangnya kasihan, semuanya dengan wajah beku dan penuh penghakiman.
"Dia, gadis yang kau bentak. Namanya Miss Rosella Zen," balas Marquess Drevan yang berada di sisi kanan Rose. Lelaki itu menyiram bensin ke kayu basah, membuat hati khalayak dikuasai oleh si jago merah.
"Penyihir licik, kau tidak puas melakukan zina!"
"Seret dia, bakar hidup hidup!!"
"Sumpal mulut jeleknya itu, baru naik menjadi Lady saja sudah seperti itu!"
"Ya, benar. Kami mohon agar Yang Mulia dapat memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan."
Kaisar Vollerei berang melihat salah satu bangsawan menodai tempat ini. Tanpa ragu pria tua itu segera memanggil menteri agar memandatkan keputusan final bagi penzina tidak tahu malu itu.
Muka Lady Veronica pias, warnanya menghilang seolah diserap habis habisan. Dia bersimpuh ke tanah dan membenturkan kepalanya berkali kali ke bawah.
Suaranya bergetar dan menurun beberapa oktaf ketika berbicara dengan sang penguasa Vollerei. "Ampuni aku, Yang Mulia. Apa yang kalian lihat merupakan sebuah kesalahpahaman."
"Kesalahpahaman? Anda menggerang setiap salah satu dari kami memasuki tubuh sintal itu."
nanti pasti lanjut kok baca nya...
kpn2 mampir ya, ke akun baru ku @ehsanarizqi ..
meluncur untuk mu
enak di baca tanpa di komentari