Mencari nafkah di kota Kabupaten dengan mengandalkan selembar ijazah SMA ternyata tidak semudah dibayangkan. Mumu, seorang pemuda yang datang dari kampung memberanikan diri merantau ke kota. Bukan pekerjaan yang ia dapatkan, tapi hinaan dan caci maki yang ia peroleh. Suka duka Mumu jalani demi sesuap nasi. Hingga sebuah 'kebetulan' yang akhirnya memutarbalikkan nasibnya yang penuh dengan cobaan. Apakah akhirnya Mumu akan membalas atas semua hinaan yang ia terima selama ini atau ia tetap menjadi pemuda yang rendah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29.
"Ada apa, Nal? Apa yang terjadi?" Tanya Mumu begitu sampai di depan Minimarket tempat ia pernah bekerja dahulu.
Wajah Risnaldi yang gemuk menjadi lebam.
"Amran tadi ke sini cari kamu. Dia memaksa aku untuk menunjukkan alamat tempat tinggal kamu, karena aku menolak jadi dia memukulku." Ucap Risnaldi.
"Mereka pergi ke arah mana?" Mumu jadi geram. Amran ini nampaknya tak bisa diberi hati. Kemaren ia masih berbelas kasihan sehingga memukulnya tidak terlalu keras. Anak itu sangat pendendam.
"Dia kembali ke tempat yang kemaren itu, Mumu. Dia perpesan jika kamu berani, dia nantang kamu di sana. Tapi kamu jangan pergi Mumu! Dia tadi bawa dua orang preman yang sangar-sangar. Takutnya kamu nanti kenapa-napa." Kata Risnaldi dengan cemas.
Mumu menghela nafas dan berkata, "Kamu tak perlu khawatir tentang hal itu, Nal. Sekarang kamu kembali bekerja nanti bakalan dimarah sama Bos. Masalah ini biar aku yang urus."
"Tak bisa gitu juga, Mumu. Aku harus ikut! Masalah ini bermula gara-gara aku." Risnaldi mencoba memberanikan dirinya. Walau pun dia sedikit penakut tapi dia punya rasa kesetiakawanan yang tinggi. Dia tak ingin Mumu menanggung bebannya sendirian.
"Kamu tetap di sini, Nal! Aku lebih bebas jika sendiri. Oke." Mumu menepuk bahu Risnaldi. Setelah berhasil menenangkan Risnaldi, Mumu langsung memacu motornya meninggalkan Risnaldi yang masih berdiri sendirian.
"Ho ho rupanya datang juga sang pahlawan kita," Sebuah suara sinis menyambut Mumu saat ia memasuki tempat mangkal Amran dan teman-temannya.
Seperti yang dikatakan Rinaldi, memang ada dua orang pria sangar yang berada di sisi Amran. Tubuh mereka berdua sangat berotot yang menunjukan betapa luar biasa tenaga fisik mereka.
Mumu menambah kewaspadaanya walaupun tatapannya tetap terkunci pada Amran.
"Kamu tak bosan-bosannya buat ulah. Nampaknya pelajaran kemaren belum cukup untukmu." Mumu maju selangkah.
Pria sangar yang di sebelah kiri Amran pun maju melindungi Amran.
"Jago juga kamu ya." Sinisnya. "Ayo maju lagi kalau berani!" Pria sangar itu memasang kuda-kuda.
Melihat pria itu memasang kuda-kuda, Mumu pun membuat kuda-kuda kucing dengan berat badan bertumpu pada kaki belakang sedangkan kaki depan siap menyerang kapan saja.
Melihat kuda-kuda Mumu, pria sangar yang bernama Jhoni itu tertawa mengejek. Tapi sebenarnya dia tetap waspada. Dia sudah mendengar kehebatan Mumu sewaktu melawan Amran dan teman-temannya. Walaupun menurut Jhoni cerita itu terlalu dilebih-lebihkan.
Jhoni melakukan serangan dengan tendangan sabit yang mengarah dada dan disusul pukulan depan mencari sasaran ke arah tenggorokan Mumu. Serangan yang ganas!
Mumu hanya berkelit sedikit ke kiri untuk mengindari tendangan Jhoni sedangkan pukulan yang datang pada saat bersamaan Mumu tangkis dengan tangan kanan.
Sebelum Jhoni berhasil mengangkat kaki kirinya untuk melanjutkan serangan beruntun, kaki kanan Mumu sudah melayang menghantam perut Jhoni.
Karena serangannya cepat dan tidak terduga, Jhoni terlambat menyadari sehingga dia terjajar tiga langkah ke belakang sambil memegang perutnya.
Melihat Jhoni kesakitan melawan anak kemarin sore, sontak membuat Irawan geram. Dia segera berlari dan menyerang Mumu dengan tendangan dan pukulan beruntun sedangkan Amran sudah sedari tadi mundur jauh ke belakang. Wajahnya berubah sedikit masam.
Jhoni adalah salah seorang kepercayaan abangnya. Selain mempunyai ilmu bela diri yang mumpuni dia juga sudah sangat berpengalaman dalam perkelahian individu maupun kelompok. Tapi barusan dia sudah terkena serangan lawan pada hal baru berkelahi sebentar.
Walaupun serangan Irawan lebih ganas dan lebih bertenaga dibandingkan Jhoni tapi Mumu melayaninya dengan mudah.
Setelah mundur selangkah lalu berkelit ke kanan untuk mengindari tendangan beruntun, sedangkan pukulan yang datang ditangkis dengan mudah.
Dalam pada itu Jhoni sudah bisa mengatasi rasa sakit pada perutnya dan segera memasuki kalangan pertempuran.
Jadilah perkelahian yang seru. Dua lawan satu.
Walaupun keduanya adalah preman yang sudah sering menindas orang lewat kehebatan mereka tapi kini nampaknya Jhoni dan Irawan kena batunya.
Mereka berdua sudah berkoordinasi dengan baik dan mengerahkan tenaga dengan maksimal tapi mereka belum berhasil mendaratkan satu pun pukulan atau tendangan ke tubuh Mumu.
Sangat miris sekali!
Irawan terpelanting menabrak tembok di belakangnya akibat tendangan Mumu. Dia langsung pingsan. Jhoni terkesiap melihat kejadian itu sehingga terlambat bereaksi ketika sebuah pukulan tepat mengenai dadanya sehingga Jhoni langsung terkapar tak berdaya.
Amran hanya bisa meringkuk di sudut. Bukannya dia tak mau lari tapi kakinya gemetar ketakutan. Apa lagi perkelahian antara Mumu dan orang kepercayaan abangnya hanya memakan waktu sebentar.
Mumu perlahan-lahan melangkah ke arah Amran. Setiap hentak langkahnya bagaikan menambah cepat detak jantung Amran.
Biasanya Amran tak pernah merasa takut begini, dia sudah terbiasa melakukan sesuatu dan mendapat perlindungan dari abangnya Handoko.
Tapi hari ini, melihat sepak terjang Mumu, selain merasa takut, Amran juga merasa sedikit ngeri sehingga dia tak berani menatap wajah Mumu.
"Aku sudah bilang tadi bahwa aku akan memberikan pelajaran kepada kamu." Mumu semakin dekat. "Kamu adalah tipe orang yang pendendam. Setelah kejadian ini aku mau melihat apakah kamu masih punya rasa dendam atau tidak."
"Jangan...jangan tolong ampuni aku. Aku berjanji aku tak akan buat lagi." Hanya ini lah satu-satunya cara yang bisa dilakukan Amran. Dia tahu, Mumu tak mempan digertak dan diancam.
"Plak!!!!" Sebuah tamparan bersarang di wajah Amran.
"Aku tak mau mendengar segala omong kosong yang kamu ucapkan." Dengus Mumu.
Ia tak suka mencari masalah tapi ia tak akan lari dari masalah yang sengaja datang menghampirinya.
Apa lagi Mumu paling benci dengan orang yang pendendam.
Dendam adalah penyakit hati. Orang lain tak bisa menghilangkannya jika diri si pendendam sendiri tak punya keinginan untuk berubah.
Amran menggigil ketakutan. Di saat yang sama dia juga sangat benci.
Dia sudah bertekad untuk minta bantuan abangnya langsung ******* Mumu.
Dengan ilmu kebal abangnya dia pasti bisa membuat Mumu menyesali pernah dihidupkan di dunia ini.
Tapi belum sempat Amran merasa senang dengan hayalannya tiba-tiba dia merasakan rasa sakit yang amat sangat di dalam dadanya.
Amran berguling-guling di tanah. Keringat sebesar jagung keluar dari tubuhnya. Dua menit berlalu, rasa sakit itu hilang seketika seperti mana datangnya tadi dengan tiba-tiba.
"Itu hukuman bagi kamu yang telah berani mengusik aku dan teman-temanku. Rasa sakit itu akan datang setiap satu jam sekali. Aku ingin melihat apakah kamu masih bisa menaruh dendam dan ingin membalasnya di masa depan."
Mumu berlalu meninggalkan Amran yang masih menatapnya seakan-akan ingin menelannya bulat-bulat
Dalam pada itu di sebuah rumah mewah yang terletak di jalan Kartini, Pak Sukamto menyerahkan selembar kertas yang telah dia tulis dengan bersusah payah kepada Yenny, istrinya.
Saat itu istrinya baru saja selesai mengelap tubuh Pak Sukamto dengan air hangat membuat tubuh Pak Sukamto kelihatan agak segar.
Walau pun tak mengerti, Buk Yenny mengambil kertas tersebut. Baru membacanya sebentar, Buk Yenny langsung merobek-robek kertas tersebut dan menangis sejadi-jadinya.
"Jangan pernah membahas hal itu lagi, Yah!"
Raminten