"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (22)
...Selamat membaca...
...*****...
Reynold menyeruput pelan tehnya. Menatap Caramel yang sibuk bergelayut manja pada Sofia.
"Reynold, mama minta maaf atas sikap Caramel. Mungkin itu pengaruh kehamilannya sehingga membuat Caramel menjadi lebih manja dari biasanya," kata Sofia tersenyum lembut.
"Benar Rey, Biasanya Caramel kami tidak seperti ini kok," tambah Darren.
Reynold mengangguk, "Tidak masalah ma, kak. Aku memakluminya. Aku ke sini hanya untuk menjemput Caramel, jika dia tidak mau Caramel bisa menginap untuk malam ini di sini. Mungkin dia merindukan mama."
Sofia menggeleng, "Tidak rey. Caramel akan pulang bersamamu malam ini. Dia hanya terbawa emosi sesaat. Mama sudah menasehatinya kok.
"Bai--."
"Papa!"
Semua orang mengalihkan perhatiannya pada Zendra yang tiba-tiba datang sambil tergesa-gesa. Wajah yang terlihat kesal membuat Alex dan Zanna bertanya-tanya.
"Ada apa?"
"Lihat ini pa." Zendra memberikan hp nya pada Alex. "Perempuan tidak tahu diri! Bisa-bisanya dia menikah tanpa sepengetahuan kita!"
Alex meremas kuat hp di tangannya. Urat-urat di lehernya tampak menonjol menahan emosi yang hampir meledak. "Anak sialan! Beraninya dia menikah tanpa seizinku!" Alex melempar kasar handphone di tangannya dan bangkit dari tempat duduknya menuju kamarnya dengan tangan mengepal.
Semua orang berkerumun mengambil handphone itu. Caramel terkejut dan terduduk di sofa. "Tidak! Tidak! Auris tidak boleh lebih bahagia dari ku! Tidak!" Caramel menggeleng pelan sambil menggigit kuku-kukunya.
Sama halnya dengan Caramel, Reynold pun berusaha mengontrol amarahnya ketika melihat foto Auris dan Aldrick yang berdampingan terpampang jelas di hp. Perasaan marah, kecewa dan sedih muncul bersamaan melihat Auris menggandeng pria lain terlebih itu adalah pamannya sendiri.
"Caramel ayo pulang," Reynold bangkit dan berpamitan pada Zanna dan Sofia. Setelah itu ia menarik tangan Caramel pergi meninggalkan kediaman Dirgantara.
...*****...
"Waw," Auris menegakkan tubuhnya. Hal itu membuat Aldrick yang bermanja di pahanya ikut menegakkan tubuhnya.
"Ada apa?"
"Marshall mengirimkan sesuatu." Auris menunjukkan beberapa file dokumen yang dikirimkan oleh Marshall pada Aldrick. Senyum lebar di wajah Auris membuat Aldrick juga ikut tersenyum.
"Mas, bisakah kamu membuat Bian agar bekerja sama dengan kita?"
Aldrick menaikkan alisnya mendengar Auris menyebutkan nama Bian. Ada rasa tidak suka ketika Auris menyebutkan nama pria itu. "Untuk apa sayang? Kamu bisa membalas mereka tanpa pria itu."
Auris tersenyum, "Tapi kehadiran Bian pasti membuat Caramel selalu merasa takut. Dia memang menyukaiku.." Auris mendekatkan bibirnya ke telinga Aldrick, "Tapi aku lebih menyukai suamiku," bisik Auris dengan sengaja menggigit kecil daun telinga Aldrick.
Auris mengukir senyum sembari menggigit bibir bawahnya. Beberapa ia mengedipkan matanya pada Aldrick sambil membuka outer piyamanya sehingga bahu mulusnya pun terekspos. "Aku mau ke kamar mandi dulu." Auris bangkit perlahan, sesekali ia melirik Aldrick yang menatapnya. "Satu, dua, ti-." Senyum Auris mengembang begitu merasakan sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya.
Auris berbalik menghadap Aldrick. Mengalungkan tangannya di leher Aldrick. Ia mendongak menatap Aldrick yang juga menatapnya. Dengan sengaja Auris menyentuh jakun Aldrick dengan jari telunjuknya. "Aku-emmmh."
Detik itu juga Aldrick membungkam bibir Auris dan melumatnya dengan agresif. Ia bahkan tidak memberi jeda untuk Auris membalas sedikitpun. Aldrick menuntun Auris menuju kasur dan langsung menjatuhkan Auris.
Napas keduanya tersengal-sengal, terlebih Auris. ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya begitu Aldrick menjatuhkannya di kasur. Auris menatap Aldrick yang mulai membuka kemejanya. Kini pria itu hanya menggunakan celana tanpa atasan yang menampilkan perut kotak-kotak dan dada bidang miliknya.
Auris meneguk ludahnya kasar. "Sepertinya tubuhku akan remuk."
...*****...
Reynold dan Caramel sampai di kediaman Arkatama setelah 30 menit perjalanan. Reynold langsung masuk ke dalam tanpa menunggu apalagi membukakan pintu Caramel. Ia bahkan tidak menjawab saat Caramel memanggil meneriaki namanya.
"Sial! Apa-apaan dia?!" Caramel membuka pintu dan menutupnya secara kasar. Ia melangkah masuk sambil menghentak-hentakkan kakinya merasa kesal dengan perlakuan Reynold padanya barusan.
"Rey-." ucapan Caramel terhenti begitu melihat Ariana yang sudah berdiri sambil menyilangkan tangan di dada. Tiba-tiba saja ia merasa gugup sekaligus takut melihat ekspresi Ariana yang menatapnya datar. "Ma-mama?"
"Bagus ya. Pergi tanpa izin sama suami. Kamu kira sikap kamu yang seperti itu bagus? Kamu mau membuat keluargamu berpikir kamu jahat dan memperlakukan mu dengan tidak baik Caramel? Kamu sengaja?"
"Pulang dan ingin menginap di sana tanpa memberitahu siapapun, Kamu pasti mengadu pada mereka kan?" cecar Ariana tajam. Rasa kesalnya langsung memuncak begitu melihat kehadiran Caramel. "Semua yang mama lakukan itu untuk kebaikan kamu dan bayi kamu, untuk cucu mama."
"Bisa-bisanya kamu malah pergi seperti itu. Dan lagi kamu malah minta pindah dari sini? Kamu mau memisahkan mama dan Reynold? Kamu mau memisahkan ibu dan anaknya? Kamu tega?" Ariana memekik emosi di depan Caramel yang saat itu masih diam berdiri. " Bagaimana jika kamu dan anak kamu yang dipisahkan?!"
Caramel yang dicecar pertanyaan seperti itu hanya mampu diam menahan emosinya. Apalagi melihat Reynold yang hanya santai duduk di sofa sambil bermain hp tanpa peduli dengan dirinya yang dimarahi Ariana. "Aku tidak bermaksud seperti itu ma. Aku cuma rindu sama mama."
Ariana tersenyum sinis, "Benarkah?" Ariana mendekat ke hadapan Caramel, "Mama sayang sama kamu Car. Semua yang mama lakukan semata-mata demi kamu. Lagipula ibu hamil itu harus banyak beraktivitas agar bisa lahiran normal nantinya. Mama juga tidak menyuruhmu melakukan pekerjaan beratkan? Hanya memasak dan senam saja, kenapa kau seakan merasa jika mama menyiksamu dengan menyuruh melakukan hal itu?"
"Maafkan aku ma. Lain kali aku tidak akan bersikap seperti itu lagi." Caramel menunduk dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Hal itu membuat Ariana langsung memeluk menantunya, "Maafkan mama juga Car, mama sempat mengeraskan suara padamu tadi."
Caramel mengangguk mengiyakan.
"Reynold, bawa istrimu ke kamar untuk istirahat. Dia pasti kelelahan," titah Ariana yang langsung dituruti oleh Reynold.
Caramel menuju kamarnya ditemani Reynold. Caramel memeluk lengan Reynold yang ditepis pelan oleh Reynold.
"Jalan yang benar Caramel. Jangan banyak tingkah."
Ucapan Reynold berhasil membuat Caramel terdiam. Rasa kesal kembali memenuhi hatinya, belum lagi mengingat ucapan ibu mertuanya tadi. "Sialan! Kenapa mereka semua berubah seperti ini?"
...*****...
biar gak mikir berat... 😉😉
/Plusone//Coffee/