Namanya Ahmad Lukman Al hafiz
Seorang gus yang terkenal dengan hukuman yang tidak main main dan sedikit kejam. Seorang gus yang dingin, cuek dan galak. Mendapatkan julukan Gus galak dari para santri termasuk seorang santriwati yang sangat sering berurusan dengan gus Lukman.
Namanya Syafa Aisyah
Gadis cantik yang terkenal dengan tingkahnya yang sangat bandel, membuat siapa saja yang berurusan dengannya harus ekstra sabar dan bagi para santri di pesantren syafa hanya santri yang susah di atur. Namun belum banyak yang tau sisi lain dari dirinya yang terjadi dimasa lalu.
Siapa sangka suatu insiden yang membuat gus Lukman dan syafa harus hidup sebagai pasangan suami istri.
"Mau pamer sama senja, kalau gus lebih indah dari dia."
"Mimpi apa saya semalam sapai dapat istri bandel seperti kamu."
"Syafa boleh nyerah ngak Gus, Syafa capek."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 024
Selamat membaca,,,
...[GUS LUKMAN & SYAFA]...
Hari minggu pagi semua santri pondok pesantren Al Ikhlas, hari ini seperti biasa melakukan kerja bakti di dalam maupun di luar lingkungan pesantren. Dan Syafa dkk terlihat sibuk dengan sapu lidi ditangan masing-masing, mereka bertiga ada di halaman masjid dan beberapa santri putri lainnya.
"Aduh, capek!" Keluh Isyana perlahan duduk di teras masjid.
"Lemah banget kamu Na." Kata Anjani menatap Isyana yang duduk enteng di depannya.
"Bukan lemah, tapi emang capek tau ngak sih!" Ujar Isyana menatap kesal pada Anjani.
"He! Kalian jangan debat yah! Nanti ustazah Arah liat." Tutur Anjani yang sudah duduk dekat Isyana.
"Iya deh." Jawab keduanya.
"Tunggu! Itu cincin siapa Syafa? Sejak kapan kamu pake cincin? Kok kaya cincin pernikahan?" Cecar Anjani saat tidak sengaja melihat jari manis Syafa yang memakai cincin emas. Lebih tepatnya seperti cincin pernikahan mungkin.
"Ha! Iya sejak kamu pakai cincin Fa?" Celetuk Isyana yang juga menatap pada jari-jari Syafa.
Syafa yang mendapat pertanyaan seperti itu panik, jangan sampai kedua temannya tau bahwa cincin yang dia pakai memang cincin pernikahan. Syafa belum siap jika mereka tau dirinya sudah menikah dan yang menjadi suaminya adalah Gus Lukman yang sering menghukumnya, entah seperti apa respon keduanya.
"Ah, ini? Cincin yang di kasih ayah waktu libur kemarin." Jawab Syafa dengan tenang tampa memperlihatkan bahwa dia sedang panik. Ya Allah maaf udah bohong batinnya.
"Iya kan? Tapi kok beda ya." Ujar Anjani semakin penasaran dengan cincin emas itu. Cincin itu memang sangat mirip dengan cincin pernikahan.
"Benar, agak lain sih!" Lanjut Isyana yang juga semakin penasaran.
Cincin itu dia tidak pernah melepaskannya kecuali saat mandi ataupun wudhu takut jatuh di saluran air katanya. Dan Gus Lukman pun terlihat selalu memakai cincin itu, entah ada yang menyadari atau tidak. Tapi sejauh ini aman-aman saja.
"Ini beneran cincin yang di kasih ayah, cincin begini kan banyak bukan cuman cincin buat orang nikahan ajah." Jawab Syafa.
"Iya deh percaya." Ujar keduanya.
Syafa bernafas lega saat keduanya tidak lagi membahas cincin ini, bisa-bisa dia kehabisan alasan untuk menjawab pertanyaan mereka.
"Kamu kapan sih selesai jadi santri khusus?" Tanya Anjani menatap Syafa.
"Mana aku tau! Gus Lukman belum pernah bilang." Jawab Syafa. Ya Allah Syafa bohong lagi maaf batinnya.
"Kasian banget sih kamu." Celetuk Isyana. Merasa kasian dengan temannya ini, tapi ada bagusnya Syafa dihukum biar jerah pikirnya.
Syafa tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya, kedua temannya yang melihat itu menatap heran.
"Mau kemana anti?" Tanya Isyana.
"Mau kebelakang aula, ke taman sih lebih tepatnya."
"Ngapain kamu kesana? Disana udah beres jadi ngak perlu dibersihin lagi."
"Siapa bilang ana mau membersihkan disana."
"Terus mau ngapain kesana?"
"Ana mau ambil mangga."
"Astaghfirullah, anti mau jadi maling?"
"Astaghfirullah! Ya ngak lah! Ana kan santri disini mangga itu punya pesantren jadi itu juga punya kita dog."
"Kita cuman numpang belajar yah! Jangan coba-coba anti ambil tampa minta dulu sama yang punya."
"Siap! Kalau ana ingat tapi hahah."
"La ilaha illallah, punya temen gini amat."
"Ana pamit dulu, assalamu'alaikum."
"He! Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,"
Setelah itu Syafa meninggalkan kedua temannya yang hanya bisa menggeleng, semoga saja pembina disini tidak ada yang memergoki Syafa.
###
Di belakang aula pondok lebih tepatnya dimana Syafa pernah di hukum oleh Gus Lukman disini, dimana dia harus menyapu semua halaman disini.
"MasyaAllah, rezeki anak sholehah." Ujarnya.
Sambil melihat ke atas dimana buah mangga itu sangat banyak batang pohon mangga itu tinggi mana mungkin Syafa memanjakannya bisa-bisa dia jatuh nanti.
Saat mencari kayu panjang untuk dia gunakan mengambil mangga itu, matanya tidak sengaja melihat bambu kecil namun panjang di ujung bambu itu terlihat ada pengait nya. Memudahkan Syafa untuk mengambil mangga itu.
"Duh, tau ajah lagi butuh." Katanya perlahan mengambil bambu itu mengarahkannya pada buah mangga di atas sana.
"Berat juga ternyata." Keluhnya.
Merasakan bambu yang dia pegang berat walau bambu itu kecil.
Saat hendak mengaitkan ujung mangga itu pada salah satu buah mangga, dia malah di kagetkan dengan suara keras dari belakangnya.
"SYAFA, SEDANG APA KAU HA?"
"ASTAGHFIRULLAH!" Kata Syafa kaget dengan suara itu. Tapi tunggu suara itu bukannya milik Gus Lukman? Suaminya kah? Batinnya.
"Sedang apa kau Syafa?" Tanyanya lagi. Dia sangat geram dengan perempuan yang ada di depannya ini.
Syafa yang mendengar itu buru-buru meletakkan kembali bambu itu, lalu perlahan berbalik melihat orang yang tadi meneriakinya.
"MasyaAllah Gus." Ujar Syafa kelewatan santai tapi tidak sesantai jantungnya sangat takut suaminya ini marah besar. Ya Allah tolong hamba batinnya.
"Mencuri ha!" Kata Gus Lukman menatap tajam Syafa yang sudah menunduk dalam.
"Tidak Gus." Jawab Syafa dengan suara pelan.
"Lalu apa? Kau jelas-jelas mencuri Syafa! Mengambil yang bukan milikmu?"
"Afwan Gus, Syafa salah."
"Syafa siapa yang mengajarimu mengambil yang bukan milikmu? Apa ada guru yang mengajarkan itu selama kau disini?"
"Tida ada Gus."
"Lalu, sedang apa kau tadi? Lalu apa kau sudah memintanya?"
"Mengambil mangga, Syafa belum minta."
"Astaghfirullah Syafa! Kamu tidak ada kapok-kapoknya!"
"Afwan Gus, Syafa salah."
"Jika ingin mangga itu setidaknya minta dulu Syafa! Jangan asal mengambil saja itu tidak benar paham!"
"Na'am Gus faham."
Hutfff
"Sekarang saya hukum kamu, bersihkan masjid setelah sholat Isya nanti malam."
"Na'am Gus."
"Sekarang kembali ke rumah!"
"Iya, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."
Gus Lukman tidak sama sekali merasa ibah dengan istrinya sendiri sebab jika dia tidak tegas maka Syafa tidak akan pernah berubah, hanya sedikit rasa menyesal saat tadi meninggikan suaranya pada siang istri. Ingat hanya sedikit.
Dalam hukum pidana Islam (al-Fiqh al-Jinai al-Islami) pencurian merupakan suatu bentuk tindak pidana (jarimah/Delik) yang diancam dengan hukuman had, yaitu potong tangan. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Allah SWT.
###
Dalam perjalanan pulang Syafa jadi menyesali perbuatannya mengambil tampa meminta izin lebih dulu, sama saja dia mencuri jika tidak memintanya.
"Ya Allah Syafa minta maaf." Katanya sambil melihat ke atas langit biru yang cerah pagi ini.
Setelah itu dia melanjutkan lagi langkah kakinya untuk pulang ke rumah, saat hendak berbelok di samping aula dia malah menabrak seseorang yang sedang berjalan sambil memainkan handphone tampa melihat ke depan.
Bruk
Suara handphone yang di pegang orang itu jatuh ke paving block yang ada di halaman setiap pondok pesantren ini, tentu saja handphone itu retak bagian layarnya. Syafa yang melihat itu jadi panik sendiri.
"Eh! Astaghfirullah afwan Ning!" Ujar Syafa saat melihat orang yang dia tabrak entah dia yang salah atau Ning Fitri yang salah. Yang jelas dia yang harus meminta maaf.
"Aduh layar HP Ning retak, saya minta maaf Ning." Lanjut Syafa mengambil handphone itu untuk dia berikan kepada pemiliknya yang nampak diam saja.
"Astaghfirullah! Syafa!" Bentak Ning Fitri pada Syafa. "Kau ini bagaimana sih! Kalau jalan itu yang benar!" Lanjutnya merampas handphone itu dari tangan Syafa dengan kasar.
"Afwan Ning, ana tidak sengaja." Tutur Syafa menunduk dengan dalam baru kali ini dia melihat Ning Fitri marah.
"Bisa tidak kamu ngak buat ulah? Layar HP saya rusak ini!" Ucap Ning Fitri lagi-lagi dia meninggikan suaranya pada Syafa. Bagaimana dia tidak marah, HP ini dia beli dengan uang tabungannya sendiri tampa ada uang dari ayah Adam.
"Tapi kan masih bisa menyala HP Ning." Kata Syafa.
"Memang masih bisa menyala tapi kamu liat ini! Ini retak Syafa gambarnya jadi buram semua!" Lagi dirinya tidak terima dengan layar HPnya yang retak.
"Afwan Ning, jadi ana harus bagaimana?" Tanya Syafa pada Ning Fitri yang nampak emosi lebih tepatnya terlihat marah.
"Saya ngak mungkin minta kamu ganti layar ini, sebagai gantinya saya hukum kamu." Jawab Ning Fitri dengan tenang melihat Syafa yang masih menunduk.
"Tapi Ning."
"Tidak Syafa, temui saya selepas sholat Isya nanti malam," Kata Ning Fitri. "Saya duluan assalamu'alaikum." Setelah itu Ning Fitri meninggalkan Syafa sendiri.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. " Jawabnya. "Ya Allah kok Syafa soal banget sih pagi ini! Eh astaghfirullah maaf ya Allah." Ujarnya.
Ning Fitri tidak menyuruh Syafa menggantikan layar HPnya sebab dia tau santri khusus itu tidak di izinkan keluar dari pondok pesantren sekalipun sudah izin.
Jadi lebih baik dia sendiri yang akan mengganti layar HPnya itu.
Setelah itu dia buru-buru untuk pulang ke rumah takut ada Gus Lukman di sana yang tidak mendapati dirinya di rumah dan berakhir di ceramahi.
...[GUS LUKMAN & SYAFA]...
salken, thor
ada ada aj kamu ning....
sana pulang belajar lagi, atau g buka bukunya jgn dijdikan pajangan lemari kaca..
ambil tindakan apa kamu sama si ning nong neng gong itu...