NovelToon NovelToon
Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Playboy / Diam-Diam Cinta / Harem / Angst / Bad Boy
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: mooty moo

"Kak Akesh, bisa nggak pura-pura aja nggak tahu? Biar kita bisa bersikap kaya biasanya."
"Nggak bisa. Gua jijik sama lo. Ngejauh lo, dasar kelainan!" Aku didorong hingga tersungkur ke tanah.
Duniaku, Nalaya seakan runtuh. Orang yang begitu aku cintai, yang selama ini menjadi tempat ‘terangku’ dari gelapnya dunia, kini menjauh. Mungkin menghilang.
Akesh Pranadipa, kenapa mencintaimu begitu sakit? Apakah karena kita kakak adik meski tak ada ikatan darah? Aku tak bisa menjauh.
Bagaimana bisa ada luka yang semakin membuatmu sakit malah membuatmu mabuk? Kak Akesh, mulai sekarang aku akan menimpa luka dengan luka lainnya. Aku pun ingin tahu sampai mana batasku. Siapa tahu dalam proses perjalanan ini, hatimu goyah. Ya, siapa tahu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mooty moo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 – Diselingkuhi Dua Kali

Beralih ke sisi lainnya, Ical sudah berada di kamar Bina. Memang sudah menjadi kebiasaan Ical bermain di indekos sahabatnya itu, terutama jika sedang tidak baik-baik saja.

Bina sering menolak Ical, kecuali jika dirasa perlu. Anehnya, ia selalu tahu kapan Ical sedang sedih bahkan meski tak pernah membahasnya. Jadi saat malam ini Ical bilang ingin menginap, ia tak menjawab – ini pertanda dia mendapatkan izin.

Tanpa disadari, hal ini pula alasan Ical ketergantungan dengan Bina sejak SMA. Terkadang Ical hanya tak ingin sendirian – ia ingin ada orang yang duduk di sampingnya.

“Lo akhir-akhir ini nggak pulang ya ke rumah?”

Rumah yang dimaksud Bina adalah tempat tinggal orang tua Ical. Saat ini Ical tengah berbaring di kasur. Ia menyilangkan tangan di bawah kepala, seolah bantal saja tak cukup.

“Nggak. Ortu lagi sibuk ngurus supermarket. Akhir-akhir ini ramai pelanggan.”

Bina hanya mengangguk pelan, tidak menanggapi. Saat ini ia sedang duduk di meja belajar, fokus pada laptopnya. Ia sedang mengecek esai sebelum dikirim ke email Richard. Membiarkan sahabatnya itu terus menatap plafon bercat putih gading yang lamat-lamat karena lampu tidur yang dinyalakan, jadi tidak terlalu terang.

“Kabar lo sama cewe lo baik-baik aja?”

Akhirnya gadis itu mengganti topik pembicaraan karena baru saja mendapat kesimpulan jika masalahnya bukan pada orang tua Ical. Pasalnya Ical menjelaskan lebih lanjut soal orang tuanya ketika ditanyai.

“Baik.”

Oh, jadi ini permasalahannya. Ical cenderung akan menjawab singkat bahkan hanya satu kata jika sedang tidak baik-baik saja. Berbanding terbalik saat dirinya dalam kondisi “normal”. Lelaki itu akan ngoceh ngalor-ngidul tanpa berpikir panjang orang lai tertarik atau tidak.

Bina mengetik tanda “send” pada akun emailnya, pertanda kerjaannya malam itu telah selesai. Gadis ini memang cukup giat, terlihat malas dan pasif namun jika soal kuliah dan tugas ia cukup disiplin.

“Kalo lo udah nggak ada hal yang mau diobrolin lagi, gue mau tidur.”

Kini Bina sudah berada di atas kasur tanpa dipan itu. Kasurnya langsung menempel di lantai. Ia memunggungi Ical.

Sebelumnya, Ical sudah mengambil bed cover untuk alas tidurnya malam ini. Ia menggelarnya di samping kasur Bina. Selanjutnya, si rambut ikal itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan meringkuk. Bersiap untuk tidur.

Ia cukup tahu diri. Bina sudah berbaik hati menerimanya untuk menumpang tidur. Ical tahu Bina sedang lelah saat ini sehingga ia tidak akan mengganggunya lebih lanjut.

Kamar indekos Bina cukup luas. Tidak heran jika biasanya Nala dan Akesh ikut menginap tidur di sini. Bisa dibilang kamar ini menjadi basecamp saat mereka enggan tidur di kamar masing-masing. Biasanya mereka akan bermain kartu sampai dini hari.

Setelah ia memastikan sahabatnya itu tidur, Ical memposisikan tubuh menghadap sahabatnya. Menatap terus ke punggung Bina. Hanya itu yang ia lakukan sepanjang malam sampai tanpa disadari dirinya terlelap.

***

Malam ini benar-benar sulit bagi semua orang. Usai mengendarai mobil tanpa arah, Akesh memutuskan pergi ke indekos Rachel kekasihnya.

Saat hampir sampai di tempat tujuan, ia melihat sosok perempuan dibonceng dengan moge (motor gede). Perempuan yang nampak familiar itu memeluk erat pria yang memboncengnya.

Penasaran, Akesh perlahan membuntuti mereka. Jantungnya berdetak lebih kencang, dadanya sakit. Pasalnya perempuan itu sangat mirip dengan kekasihnya.

Ke mana mereka hendak pergi tengah malam begini? Akesh juga tak tahu, ia hanya terus membuntuti mereka sampai akhirnya berhenti di sebuah gedung. Oh, ini adalah sebuah hotel bintang tiga.

Kali ini ia tak bisa melangkah lebih lanjut. Ia tetap berada di dalam mobilnya. Menatap pinggul Rachel yang dirangkul mesra oleh pria yang tak ia kenal. Mereka berjalan masuk ke hotel dengan penuh canda tawa.

Akesh mengepalkan tangannya di atas kemudi. Kepalanya nyut-nyutan. Rasanya ia ingin segera berlari dan menghajar pria itu seolah itulah obat mujarab penghilang sakit kepala.

Lebih dari itu, dadanya terasa nyeri. Kepingan-kepingan petunjuk terkait perselingkuhan kekasihnya terus berputar di kepalanya. Di tahap terendah, bahkan ia mencari tahu apa yang salah pada dirinya. Ia menggali dirinya sendiri, mengumpulkan berbagai kekurangan dan kelemahannya.

Sebagai makhluk rasional, ia berusaha mencari sebab dari sebuah akibat. Ia tahu perselingkuhan itu tidak bisa dibenarkan entah apapun alasannya. Namun ia tidak ingin menjadi pihak yang hanya menyalahkan dan merasa menjadi korban.

Akesh butuh alasan dibalik pengkhianatan Rachel. Alasan yang masuk akal sehingga bisa ia terima nantinya. Benar, ini ia lakukan untuk menyelamatkan hatinya sendiri. Agar ia tidak terlalu terluka. Supaya ia bisa menjadikan alasan “introspeksi diri” untuk hidupnya ke depan.

Diselingkuhi karena alasan yang tidak berhubungan dirinya akan terasa lebih sakit bagi Akesh. Itu berarti dia salah memilih orang.

Dengan merenung seperti ini, ia bisa mengontrol dirinya sendiri, tidak hilang kendali.

Akhirnya setelah beberapa menit menahan diri, Akesh pergi dari tempat itu. Ia hendak pergi menemui Nala karena saat ini hanya dia yang bisa menenangkan dan menghiburnya.

Namun ujian bisa datang bertubi-tubi, pistol bisa dibidik berkali-kali. Dada Akesh lah yang malam ini yang menjadi sasaran. Bidikan yang membuatnya terkejut hingga membuat jantungnya seakan berhenti sementara.

Saat hendak menuju ke asrama Nala, ia melihat “sang adik” turun dari motor Marvin. Refleks, Akesh mengintip jam tangannya, berpikir kenapa dua anak itu baru sampai di asrama. Padahal melihat jarak asrama ini dengan FIB tidaklah jauh.

Apa yang terjadi berikutnya membuat rahangnya mengeras. Giginya bergemerutuk. Marvin membantu Nala melepas jaketnya. Hal yang semakin membuatnya tidak senang adalah karena itu terlihat natural. Nala memang kesusahan melepas resleting jaket itu.

Mengamati potongan adegan demi adegan, ia paham jika jaket itu ternyata milik si ketua BEM. “Lenjeh banget. Apa jangan-jangan dia sengaja terlihat nggak becus kaya gitu? Sampai buka jaket aja nggak bisa,” gumamnya pada dirinya sendiri.

Akesh pun masih terus menatap ke depan. Dua anak Sasindo itu masih berdiri di depan gerbang asrama. Bagi Akesh, momen ini terasa sangat lama. Entah apa yang sedang keduanya obrolkan. Rasanya ia tidak sabar segera menghampiri Nala dan menyeretnya ke dalam mobil.

Namun lagi-lagi ia bersabar kali ini meski kepalanya hampir meledak karena merasa diselingkuhi dua kali. Satu-satunya hal yang menghiburnya adalah apa yang terjadi kemudian.

Tangan Marvin hendak memegang kepala Nala, namun gadis itu menghindar. Ia hanya bergerak sedikit namun berhasil kabur dari telapak tangan yang lebar itu. Nala tersenyum canggung, merasa tidak enak padahal orang di depannya itu mengantarnya pulang, bahkan mengajaknya berkeliling.

Marvin bukan orang yang mudah terbawa suasana, ia tidak gampang baper apalagi tersinggung oleh hal-hal kecil semacam ini. Ia malah tersenyum lebar kemudian mengajak adik tingkatnya itu bersalaman.

Ditodong seperti itu, Nala tentu saja tidak bisa menolak. Apalagi ini adalah hal yang biasa meski dilakukan dengan cara dan waktu yang tidak biasa. Ia berpikir orang di depannya itu benar-benar aneh.

Akesh yang bersembunyi di sudut dengan pencahayaan buruk pun menyeringai melihat ini.

1
Bilqies
sabar nalaya
Durrotun Nasihah
hubungan tanpa status itu sngt menyakitkan...
mooty moo: pengalaman ya kak? 🤭
total 1 replies
piyo lika pelicia
sudah Nala Ama dia aja
piyo lika pelicia
hhh sabar 😂
Bilqies
modus
bilang aja minta bikinin nalaya kan
mooty moo: ya gitu deh 😂
total 1 replies
Bilqies
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Bilqies
mulai deh si akesh....
Syiffitria
wkwkwk nala nala, kadang ovtmu itu yang jadi menggemaskan/Slight/
Syiffitria: hahahah /Sob//Sob//Sob/
mooty moo: minta disentil ususnya
total 2 replies
Syiffitria
kamu ga jadi nyebelin deh, Kesh/Sob/
Syiffitria: aku harus baca bab berikutnya untuk tahu akesh masih nyebelin ato engga thor/Grin//Grin/
mooty moo: wkwk gimana gimana
total 2 replies
Syiffitria
Nh bener gitu, Kesh!! /Angry/
Syiffitria
hah akesh nih emang nyebelinnya ga ada obat/Pooh-pooh/
Bilqies
aku mampir thor
piyo lika pelicia
hah... capek gue ingetin Lo Nala 😮‍💨
piyo lika pelicia: 😒 hilih
mooty moo: 🤣🤣🤣 hahaha
total 4 replies
piyo lika pelicia
nyenye dasar gak peka sakit tauk udah capek capek masak lo gak pulang 😒
piyo lika pelicia: kezel
mooty moo: pentung aja palanya wkwk
total 2 replies
piyo lika pelicia
semangat dek ☺️
piyo lika pelicia
lupakan saja mangka bayang hitam itu akan hilang dengan sendirinya
piyo lika pelicia
hhh 50 wat
piyo lika pelicia
lebih baik gitu Nala jangan kejar lagi laki laki yang tidak pasti akan mencintaimu
mooty moo: playboy ya
total 1 replies
piyo lika pelicia
semangat ☺️
piyo lika pelicia
apa kelitnya 🤔
mooty moo: kaya ngeles gitu lho
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!