Menjadi kuat demi bisa membalaskan dendam atas sebuah pengkhianatan tentu menjadi hal yang lumrah diupayakan semua orang.
Tetapi akan lain ceritanya kalau pembalasan itu dipenuhi dengan intrik cinta yang mematikan seperti yang dilakukan seorang Cassanova sekelas Thomas Harrison. Kepiawaiannya mempermainkan hati orang lain membuat Tom berhasil membalaskan satu persatu dendamnya, kepada ayah yang mencampakkannya, juga kepada kakak dan kekasih yang mengkhianatinya.
** Hai.. hai.. hai.. readers kesayangan! Para penggemar cinta ugal-ugalan wajib banget ngikutin novel yang satu ini.
Jangan lupa tinggalin cinta, komen manis & vote kalian yak! Pantengin terus kisahnya karena dukungan kalian adalah bahan bakar spiritual terbaik utk author 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jovinka_ceva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Introgasi
“Nyonya, anda kemana saja?” tanya Nada ketika melihat Ailen baru kembali ke kamarnya pagi itu. “Tuan memanggil anda dan Den Alvin untuk sarapan bersama.”
“Baiklah. Aku akan ganti baju lalu turun untuk makan.”
“Baik Nyonya.”
Ailen sudah bisa membayangkan bagaimana Dave akan mengintrogasinya dan marah besar karena laporan yang sudah Kamil sampaikan kepadanya. Tapi ia sama sekali tidak gentar. Sejak dulu, ia tidak pernah mundur dengan keputusan yang sudah diperbuatnya. Kali inipun juga begitu.
Ailen mandi lalu bersiap. Ia sengaja memilih pakaian yang santai dan nyaman, bukan yang formal dan anggun seperti biasanya. Setelah menguncir rambutnya, ia turun menuju meja makan dimana Dave dan Alvin sudah menunggunya.
“Mama!” sambut Alvin ceria.
Ailen mengecup kening Alvin lalu membantunya duduk di kursinya dengan benar.
“Selamat pagi, Len. Apa kabar kamu pagi ini?” sapa Dave ramah.
Melihat sapaan itu membuat Ailen hampir terlena dan berfikir bahwa Dave tidak tahu apa-apa, seperti biasanya. Meskipun ia yakin Kamil pasti sudah memberitahunya banyak hal tanpa celah.
“Baik.”
“Ayo duduk. Aku sudah meminta chef untuk membuatkan sup segar untuk kamu. Mari makan!”
“Terima kasih.” Seperti biasa, hanya itu kata yang bisa keluar dari bibir Ailen. Ia tidak sabar menunggu apa yang ingin Dave tanyakan kepadanya setelah itu.
Seolah tidak terjadi apapun, Dave dengan tenang membagi lauk ke piring Alvin dan Ailen bergantian. “Makanlah yang banyak!”
“Makasih, Pa!” sahut Alvin yang langsung melahap telur mata sapi pemberian ayahnya.
“Ngomong-ngomong sudah lama yah kita ngga makan bersama seperti ini?”
Ailen bergeming. Ia yakin bukan itu yang ingin Dave bahas sebenarnya.
“Bagaimana kalau kita lebih sering makan bersama seperti ini? Mulai sekarang aku akan menyempatkan waktu untuk sarapan dan makan malam bersama kalian, tak peduli sesibuk apapun itu.”
“Hore!!!” pekik Alvin senang. “Mama pasti senang kalau Papa ngga sibuk kerja terus, ya kan Ma?”
Ailen hanya tersenyum sambil mengangguk kecil. “Buruan dimakan sarapannya. Sudah waktunya berangkat sekolah.”
“Baik, Ma.”
Lalu Tom kebetulan tiba dan melihat pemandangan keluarga harmonis itu.
“Hai, Tom! Mau sarapan juga? Gimana kalau sarapan bersama kami?” tawar Dave dengan tenang.
Sementara Ailen menjadi semakin kikuk karena khawatir kesalahannya akan dikuliti di tempat itu sekarang juga.
“Kenapa aku tidak melihat ada peralatan makan untukku di atas meja?” tanya Tom menyapu seisi meja makan.
“Ah, kami tidak tahu kalau kau bisa bergabung bersama kami. Tapi aku akan segera meminta pelayan untuk mempersiapkannya.”
“Tidak perlu. Aku punya banyak urusan penting yang harus segera dikerjakan. Tidak ada waktu berpura-pura akrab dengan kalian.”
Alih-alih marah atau tersinggung, Dave justru menjawabnya dengan sangat ramah. “Baiklah kalau begitu, mari makan bersama lagi lain kali. Semoga semua urusanmu berjalan lancar hari ini dan bisa kembali tepat waktu.”
‘Kenapa Kak Dave bicara seperti itu? tidak biasanya ia begitu peduli kepada orang lain, terlebih lagi itu adalah Tom.’ Batin Ailen ragu.
Tom melanjutkan langkah meninggalkan meja makan diikuti Rendi di belakangnya.
“Bukankan tadi anda bilang ingin sarapan bersama Nyonya?” bisik Rendi sembari mempercepat langkahnya mengikuti Tom.
“Bagaimanapun juga, dia bukan lagi Ailen milikku. Mereka juga terlihat begitu berusaha tampil harmonis, jadi aku tidak ingin merusaknya.”
*****************
Rendi melajukan mobilnya menuju kantor polisi setempat. Pagi itu, meskipun masih belum sembuh benar, Tom ingin memenuhi kewajibannya untuk melapor dan memberikan keterangan kepada polisi.
Selama perjalanan, Rendi sudah menjelaskan semua informasi yang diperolehnya terkait dengan penyelidikan kasus kematian Kathrine yang diduga bunuh diri.
“Saya sudah melihat sendiri kondisi mayat saat pertama kali ditemukan dan tidak ada tanda-tanda kekerasan di sana. Ia hanya menunjukkan efek konsumsi racun sianida yang langsung membunuhnya di tempat.”
“Lalu kenapa sapu tanganku bisa ada di sana? Aku sama sekali tidak ingat pernah menjatuhkannya saat terakhir kali ke sana.”
“Mungkin ada seseorang yang sengaja mengaturnya untuk menjebak anda, Tuan.”
“Tapi bukankah itu konyol? Kalau ingin menjebakku kenapa harus membuat seolah Kathrine bunuh diri? Bukankah lebih mudah kalau melakukannya saat aku berada di sini dan tidak punya alibi?”
“Saya juga memikirkan hal yang sama. Tapi saya rasa kita akan segera mendapatkan jawaban.”
Mobil mereka tiba di halaman parkir kantor polisi dan Rendi langsung mengantar tuannya itu masuk.
“Selamat pagi, Tuan. Silakan!” salah satu petugas polisi membawa Tom masuk lalu mempersilakannya duduk di tempat yang sudah disiapkan. Sementara Rendi menungu di kursi tunggu.
“Apa yang bisa saya bantu?”
“Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan terkait kasus kematian Nona Kathrine kepada anda.”
“Silakan.”
“Kapan anda terakhir kali bertemu dengan Nona Kathrine?”
“Empat hari yang lalu. Saya datang ke apartemennya.”
“Boleh kami tahu apa yang kalian bicarakan waktu itu?”
“Tidak ada yang serius. Hanya percakapan biasa.”
“Kami dengan malam sebelumnya kalian sempat bersitegang saat menghadiri pesta yang diadakan di rumah anda. Bisa anda ceritakan?”
Tom menceritakan detail kejadian yang polisi minta.
“Jadi kalian memang sempat berselisih sebelumnya dan pagi itu anda mendatangi Nona Kathrine untuk meluruskan kesalahpahaman? Atau ada hal lain yang justru membuat Nona Kathrine semakin marah dan tertekan?”
“Tunggu! Apa ini? apa kalian mencurigai kalau saya berkaitan dengan kematian Kathrine?”
“Maaf Tuan –“
“Kalian tahu kan kalau pada saat kejadian saya sedang berada di luar negri?”
“Tapi sebenarnya, jenasah sudah meninggal pada malam setelah anda pergi dari apartemennya dan sebelum berangkat ke Beijing. Kami memang baru menemukannya dua hari kemudian berdasarkan keterangan tetangga korban.”
“Apa?”
“Pihak keluarga meminta kami menyembunyikan fakta ini sampai penyelidikan menemukan titik terang.”
“Tapi –“
“Selain fakta itu, kami juga menemukan sapu tangan anda di tempat kejadian. Dan tidak ada orang lain yang datang lagi ke apartemen itu setelah anda.”
“Apa?!”
“Karena kami mencurigai keterlibatan anda dan khawatir bahwa anda akan merusah bukti dan tkp, maka kami akan menahan anda di sini sampai surat perintah penangkapan keluar. Sementara itu, anda boleh didampingi oleh pengacara.”
Tom segera menghubungi Rendi dan memintanya mencari pengacara terbaik di ibu kota untuk membantunya lolos dari jebakan itu.
“Baik Tuan. Saya akan segera mencari mereka.”
“Pergilah!”
*********************************
hahaha lanjut terus saya suka ....semoga nantinya panyak pengunjung yg membaca cerita mu semangat....💪💪🤩🤩🤩🤞🤞🤞
ailen b** oh.... sudah hampir 3 tahun hidup sama Dave, tapi ga tau karakternya.... ckckck....
astaga, bab pertama saja sudah begitu menyedihkan.....