NovelToon NovelToon
Takdir Cinta

Takdir Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Cinta Murni / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga
Popularitas:9.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sweet'Candy

"Bawa foto ini, dan temui seseorang dialamat ini! Saat kau melihatnya nanti, tunjukan foto masa kecilmu itu maka dia akan mengenalimu dengan mudah! ingatlah Sayang, dia yang akan menjaga dan menyayangimu persis seperti mama dan papa. Hiduplah bersamanya dengan segala sikap dan sifat baikmu, jangan pernah kecewakan dia!"

Itu adalah pesan terakhir mama sebelum meninggal!! Kehidupan Metta berubah sepeninggal kedua orang tuanya, Metta amat disayang dan dicintai oleh Levin. Namun, Metta amat dibenci oleh Monica yang tak lain adalah mamanya Levin.

Akan seperti apa Metta menjalani dan melewati setiap luka dan bahagia disetiap detiknya, jika ketika ingin menyerah, wasiat sang mama terus saja memaksanya untuk bertahan!



Yuk simak dan tinggalkan jejak manisnya ya Readers 💞

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sweet'Candy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hati-hati!

~~~Dari mana kamu tahu itu~~?~

~~~Apa itu penting? Sekarang yang penting adalah kalian berdua! Kamu yang mengatakan kalau keinginan orang yang sudah meninggal pun harus dituruti. Apa kamu tidak ingin menuruti keinginan Mama kamu sendiri~~?~

~~~Pergilah! Itu sama sekali bukan urusan kamu, lagi pula bukankah kamu temannya Sandrina? Seharusnya kamu membelanya bukan aku~~!~

~~~Teman atau bukan, aku hanya ingin yang terbaik buat semuanya. Metta, kamu harus tahu kalau Sandrina tidak benar-benar menginginkan Levin karena cinta, kamu paham~~?~

"Bu Metta, Ibu!" panggil Bagas yang entah sudah keberapa kali.

Metta mengerjap dan sempat melirik Bagas sekilas, lantas memejamkan matanya, Metta lupa kalau sekarang sedang ada di perjalanan.

"Ibu kenapa?" tanya Bagas.

"Tidak, tidak apa-apa!"

"Kalau Ibu Sakit, biar saja saya yang ke sana sekarang. Nanti biar saya kabari setelah sampai!"

"Tidak, teruskan saja perjalanannya, saya hanya sedikit pusing."

Bagas mengangguk, mungkin Metta terlalu berfikir keras untuk masalahnya saat ini, atau mungkin juga ada masalah lain yang tidak Bagas ketahui.

Metta menatap kosong jendela sampingnya, ramainya kendaraan di sana tak berhasil menggubris kesadarannya. Metta terus saja terfikir kalimat Indah sewaktu di rumah tadi, kenapa Indah harus mengatakan itu, dan kenapa juga Metta harus memikirkannya sampai seserius ini.

"Bu Metta ada masalah?"

"Kamu masih punya keluarga?"

"Ada, Bu."

"Kalau kamu belum menikah, dan keluargamu memilihkan pasangan untukmu, apa kamu akan menyetujuinya?"

"Tergantung!"

Metta mengernyit dan menoleh, Bagas terlihat mengangguk menanggapi tatapan Metta saat ini. Sepertinya benar jika Metta sedang memiliki masalah diluar pekerjaannya, dan mungkin saja Metta mau bercerita padanya.

"Mama, dulu pernah katakan sesuatu tentang saya?"

"Tidak!"

Metta tersenyum seraya mengangguk, lagi pula untuk apa Mama bercerita tentang Metta padanya. Bagas ikut tersenyum, entah kemana arah bicara Metta saat ini, tapi Bagas akan mendengarkannya saja.

"Ibu, dijodohkan?"

"Entahlah, apa namanya tidak mengerti, hanya saja Mama memintaku untuk bersama lelaki ini."

"Lalu dia?"

Metta kembali diam, lalu dia? Apa yang bisa Metta katakan, apa Levin benar-benar mau dengan Metta atau mungkin hanya iseng saja. Tapi setelah beberapa waktu ini, Levin begitu berusaha untuk semuanya, bahkan meski Metta tak begitu meresponnya.

"Untuk beberapa hal terkadang kita hanya perlu bertanya pada diri sendiri, tanpa harus melibatkan orang lain!"

"Bagaimana?"

"Sering kali saran pendapat orang lain hanya menambah beban saja, tapi ketika percaya pada diri sendiri, sepertinya itu akan lebih menguntungkan!"

Bertanya pada diri sendiri, apa yang harus dipertanyakan, Metta tidak tahu harus seperti apa dengan lelaki itu. Serius atau tidak hanya Levin yang tahu, jadi masih haruskah Metta mempertanyakan hal itu pada dirinya sendiri.

Berurusan dengan Levin dan keluarganya, seperti bukan hal yang mudah, mereka terlalu berbeda dengan Metta. Menjadi cocok bagi mereka sepertinya butuh usaha kerasa, dan Metta tidak suka dipaksa, apa lagi dikekang.

Keberangkatan Metta yang jelas diketahui Levin, telah membuat Levin merasa kurang. Sekarang Levin tidak bisa mengganggu wanita itu lagi, kemana Metta pergi dan untuk urusan apa juga Levin tidak tahu.

"Pak Levin," panggil Lidya.

"Kerjakan saja semuanya, jangan tanyakan apa pun biar aku yang menurut padamu!"

Lidya mengernyit, kenapa tiba-tiba Levin berkata seperti itu, bahkan sebelum Lidya mengatakan apa pun. Levin menoleh dan menatap Lidya, apa yang salah, kenapa wanita itu malah diam saja.

"Ada masalah?" tanya Lidya.

"Kenapa bertanya padaku? Kau yang mengurus semuanya!"

"Metta?"

Balik Levin yang mengernyit, kenapa jadi Metta, bukankah mereka sedang membicarakan pekerjaan. Lidya sedikit tertawa, pimpinannya mulai merasakan gelisah terhadap wanita, benarkah itu?

"Apa yang lucu?" tanya Levin.

"Apa yang harus saya kerjakan? Kenapa jadi Bapak yang menurut pada saya?"

"Lalu apa yang mau kau katakan?"

"Ada email!"

Levin berdecak, email saja sampai harus laporan, biasa juga diurus sendiri. Lidya tersenyum seraya menggeleng, ada apa dengan pimpinannya itu, jangan sampai berimbas pada rencana liburan kantornya.

"Permisi."

Keduanya menoleh bersamaan, Levin kembali pada layar laptopnya, sedangkan Lidya bangkit untuk membuka pintu.

"Selamat sore."

"Sore, ada paket apa?"

"Ini ada kiriman untuk Pak Levin, saya tidak tahu isinya."

"Baiklah, terimakasih."

Pintu itu kembali ditutup, Lidya segera menyimpan kirimannya di meja Levin. Sekilas Levin tersenyum, berfikir jika itu adalah kiriman dari Metta. Mungkin saja sekotak kue, atau sepaket menu makanan, ahh manis sekali wanita itu.

"Pak Levin kenapa?" tanya Lidya.

"Duduklah dan kembali bekerja!"

Lidya berlalu begitu saja, memang aneh pimpinannya itu. Lidya tetap memperhatikan Levin dari meja kerjanya, ia membuka kiriman itu dengan semangat. Tapi ekspresi berikutnya sedikit berbeda dari harapan, Lidya ikut mengernyit ketika Levin membuka selembar kertas.

"Ada masalah?" tanya Lidya hati-hati.

"Jangan main-main, atau Perusahaan mu satu demi satu akan hancur!" baca Levin pada tulisan tersebut.

Lidya kembali menghampiri Levin dan membaca tulisannya sendiri, itu sebuah ancaman. Siapa yang melakukannya, berani sekali mengancam Levin seperti itu.

"Tulisannya rapi, saya rasa ini tulisan perempuan."

"Apa tulisanku tidak rapi? Kenapa hanya tulisan perempuan yang dianggap rapi?"

"Pak Levin, ini serius!"

Ck.... Levin hanya berdecak seraya bangkit dari duduknya, apanya yang serius, bocah kecil juga bisa membuat tulisan seperti itu. Levin merebut kertasnya dan memasukan lagi ke tempat semula, dengan datarnya Levin melempar kiriman itu ke tempat sampah di samping mejanya.

"Pak...."

"Perusahaan yang ku miliki dipimpin oleh orang-orang cerdas, tidak ada yang bisa menghancurkannya begitu saja. Kau percaya itu? Kalau begitu bersiaplah melamar di Perusahaan baru, karena kau akan kehilangan pekerjaanmu di sini!"

Levin berlalu begitu saja, tulisan itu hanya omong kosong dan tidak ada yang bisa Levin percaya. Sudah sejak umur 11 tahun Levin belajar mengurus perusahaan, hingga Levin mampu membangun perusahan lainnya.

Levin juga sudah mencari karyawan yang memang tepat pada kelasnya, tidak ada satu pun yang diluar pengawasan Levin. Sampai kapan pun Perusahaannya akan tetap aman, karena ada dalam pengawasan orang-orang hebat.

"Pak Levin mengabaikan ini? Apa yang dia fikirkan?"

Lidya mengambil kembali surat itu dan membawa ke mejanya, Levin boleh tidak percaya, tapi Lidya tetap harus memastikan semuanya. Ancaman semacam ini tidak pernah ada sebelumnya, sekali pun ini lelucon, tapi rasanya sangat tidak pantas untuk diabaikan.

Drrtttt.... Lidya membuka ponselnya, email masuk lagi. Segera Lidya membuka email tersebut dari laptopnya, karena itu memang email Perusahaan.

"Kesuksesan tak kan lantas membuatmu menjadi penguasa, bermimpilah setinggi yang kau inginkan, tapi jangan lupa untuk selalu bersiap akan waktumu terjatuh!"

Lidya diam menatap tulisan itu, email yang sempat ingin Lidya sampaikan pada Levin tetapi gagal. Dan isinya bertautan dengan surat yang sampai langsung ke Levin, Lidya meraih ponselnya dan segera menghubungi kurir yang tadi mengantar kiriman tersebut.

1
Inaa lucuu
suka bgtt sama ceritanyaa, semangatt yaa kak jangan lupaa ceritanyaa dilanjutkan lagii heheheee 💗
Inaa lucuu
gada lanjutan kahh?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!