Davina Himawan tidak pernah menyangka pernikahannya dengan Jodie kandas di tengah jalan. Pernikahan yang awalnya begitu bahagia, dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah Vina mengetahui suaminya berkhianat dengan wanita lain. Wanita itu tak lain sekertaris suaminya sendiri. Lolita.
Davina memilih pergi meninggalkan istana yang telah ia bangun bersama Jodie, laki-laki yang amat di cintainya. Bagi Vina yang menjunjung tinggi kesetiaan, pengkhianatan Jodie tak termaafkan dan meninggalkan luka teramat dalam baginya.
Bagaimana kisah ini?
Apakah Davina mampu bangkit dari keterpurukan atau kah ia akan merasakan sakit selamanya? Ikuti kelanjutannya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIDAK AKAN MENCERAIKAN ISTRI KU!
Davina menikmati segelas susu hangat bersama dua potong banana cake kesukaannya. Vina memang tidak terlalu suka makan pagi yang berat-berat. Itu sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu.
Ketika berumah tangga ia rutin memasak sendiri sarapan buat Jodie, karena Jodie suka makan berat sebelum pergi bekerja. Kini semua itu tinggal kenangan. Sekarang Vina hanya tinggal berdua dengan Marni di rumah masa kecil Vina. Peninggalan kedua orangtuanya.
Sejak mamanya meninggal rumah yang berdiri kokoh di lahan luas itu masih nampak sisa-sisa kemewahannya meskipun modelnya sudah tidak musim lagi di zaman kini.
Namun rumah orangtuanya tetap bersih dan asri karena Vina rutin membayar seorang tukang kebun yang tinggal tidak jauh dari rumah itu untuk membersihkan bangunan yang sudah setahun kosong tersebut.
Sebenarnya setelah menikah dengan Jodie, mama Vina meminta pada menantunya agar ia dan Vina tinggal di rumah tersebut namun Jodie menolaknya dengan alasan jauh dari pusat kota dan tempatnya bekerja.
"Huhh..
Vina menghela nafas, ketika melihat Marni mendekatinya.
"Apa masih ada yang ibu butuhkan?", tanya Marni sopan. Wanita itu sudah menjinjing tas belanja anyaman warna-warni.
"Tidak ada, kalau kau mau pergi ke pasar pergi saja sekarang. Karena sebentar lagi aku harus di tempat katering. Kemungkinan aku akan pulang sore, Marni", ujar Davina menaruh gelas di atas meja.
"Iya bu. Kalau begitu saya pergi dulu. Persediaan di kulkas hampir habis bu".
Davina tersenyum menganggukkan kepala. "Kamu pergi bersama Bambang saja, ia sudah datang di depan".
"Nggih bu", jawab Marni membungkuk sedikit tubuhnya sebelum pergi dari hadapan Vina.
Vina melanjutkan sarapannya, ketika handphone miliknya berbunyi. Ia langsung mengangkat karena yang menghubungi nya Arini.
"Halo...iya Rin?"
"Vin, kata mas Hendro gugatan cerai mu sudah di kirim pada Jodie. Mungkin pagi ini laki-laki itu akan menerimanya. Jadi kamu harus bersiap-siap jika ada panggilan pengadilan pada mu ya".
Sesaat Davina memejamkan matanya tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya.
"Vin..
"Um..Iya Rin".
"Kenapa kamu diam, kau tidak berubah pikiran kan Vin?", tanya Arini.
"Tentu saja tidak", jawab Vina cepat meskipun terdengar begitu pelan.
"Good. Laki-laki itu memang harus menerima ganjaran, aku sangat membencinya", hardik Arini kesal.
Davina hanya diam saja mendengar umpatan saudaranya tersebut. Baginya ia tidak perlu banyak berkata-kata tentang Jodie, yang terpenting ia ingin semua masalahnya dengan Jodie segera berakhir dan segera mendapatkan akta cerai resmi.
Davina sudah berusaha melupakan semua kenangan bersama suaminya, termasuk cerita-cerita manis mereka. Semua kenangan manis itu hilang tak berjejak di hatinya kini.
*
Jodie menuruni tangga rumahnya ketika melihat Ita, wanita yang di pekerjakan nya setelah Davina pergi. Ita hanya bekerja di pagi hari saja membereskan pekerjaan rumah itu.
"Pak..
"Ada apa?", tanya Jodie menatap asisten rumah tangganya itu yang nampak gugup.
"Di depan ada orang yang ingin bertemu bapak".
Jodie mengalihkan pandangannya ke pintu depan, terlihat seseorang berdiri di sana. Laki-laki itu melangkah untuk menemuinya.
Jodie menatap tajam pria di hadapannya.
"Maaf, apa anda tuan Satria Jodie Winata?", tanya pria itu menatap Jodie. "Saya Mario, salah satu pengacara nona Davina Himawan istri anda. Saya mengantarkan surat gugatan cerai nona Davina".
"Silahkan anda tanda tangani, agar perceraian tuan dan klien kami segera di proses karena menurut klien kami, anda sudah menjatuhkan talak. Jadi prosesnya bisa di percepat jika anda menandatangani gugatan cerai klien kami. Terlebih klien kami tidak menuntut pembagian harta bersama", ucap pengacara muda tersebut.
Mendengar kata-kata dari pengacara itu, jelas saja membuat Jodie terkejut. Raut wajahnya pun berubah dingin. Tanpa mengalihkan tatapan tajam sorot matanya dari wajah Mario, laki-laki itu mengambil amplop yang di sodorkan Mario di hadapannya.
Jodie langsung membuka dan membaca tulisan pada lembar kertas.
Dadanya langsung bergemuruh, begitu melihat tanda tangan dan nama panjang Davina di bawah kertas.
"Katakan pada klien anda, aku tidak akan menandatangani surat ini sekarang", tegas Jodie sambil menepuk-nepukkan amplop berwarna putih dengan logo kantor pengacara Hendro Sadewa and partners itu ke tangannya.
"Tidak apa-apa jika anda tidak memberi tangan. Artinya kita berjumpa di pengadilan. Permisi", balas Mario berlalu dari hadapan Jodie.
Amarah Jodie tak terbendung lagi. Laki-laki itu langsung menaiki mobilnya dan melajunya dengan kecepatan tinggi.
"Brukkk..
"Brengsek kamu Davina. Bisa-bisanya menggugat ku. Sudah berani kamu sekarang ya Vina!"
Drt
Drt
Jodie melihat handphone miliknya yang berada di bangku sebelah. "Shitt!"
"Ada apa?", ketusnya kesal.
"Sayang kamu di mana? Tuan Daniel memanggil mu ke ruangannya sekarang juga". Suara Lolita terdengar panik di ujung telepon.
Jodie mengumpat. "Iya sebentar lagi aku sampai. Katakan pada Tari, aku terjebak macet. Satu lagi Lolita...Aku ingatkan pada mu, jangan memanggil ku sayang dan kata-kata tidak berguna lainnya ketika bekerja. Kau paham! Masalah ku sudah banyak jangan menambahnya lagi atau kau aku kembalikan lagi ke kantor cabang. Kau cam kan itu!!!", ucap tegas Jodie pada Lolita yang sudah berada di kantor.
"B-aik pak", jawab Lolita yang bisa merasakan amarah Jodie kini.
Jodie melempar earphone yang berada di telinganya.
"Tentu saja aku tidak akan menandatangani surat perceraian itu".
"Tentu saja aku tidak akan menceraikan istri ku. Ya...aku bisa beralasan, mengucap kata talak itu dalam keadaan emosi", ucap Jodie sambil mencengkram kuat setir mobilnya.
"Aku tidak akan menceraikan mu, Vina...tidak akan!"
...***...
To be continue