Memiliki Suami tampan,baik, penyanyang, pengertian, bahkan mertua yang baik adalah sebuah keberuntungan. Tapi bagaimana jika semua itu adalah hanya kamuflase?
Riska Sri Rahayu istri dari Danang Hermansyah. Mereka sudah menikah selama 4 tahun lebih namun mereka belum memiliki buah hati. Riska sempat hamil namun keguguran. Saking baiknya suami dan mertua nya tidak pernah mengungkit soal anak. Dan terlihat sangat menyanyangi Riska, Riska tidak pernah menaruh curiga pada suaminya itu.
Namun suatu hari Riska terkejut ketika mendengar langsung dari sang mertua jika suami nya sudah menikah lagi. Bahkan saat ini adik madu nya itu tengah berbadan dua.
Riska harus menerima kenyataan pahit manakala yang menjadi adik madu nya adalah sepupu nya sendiri.
Sanggupkah Riska bertahan dan bagaimana Riska membalaskan sakit hati nya kepada para pengkhianat yang tega menusuk nya dari belakang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Rambut Basah
"Mama... tidak pernah tahu apa yang membuat Narti tega melakukan semua ini pada mama? padahal mama adalah orang yang selalu ada untuknya di saat ia kesusahan. Dia adik kandung mama. Tapi dia tega dan sampai hati menusuk Mama dengan cara semua ini padamu. Mama sakit hati, sangat sakit. Di perlakuan seperti ini oleh mereka." Mama terisak setelahnya.
Mah, yang sakit bukan cuma mama. Aku pun sakit, kebaikan mama di balas seperti ini oleh mereka. Kami sama-sama terluka oleh perbuatan Bi Narti dan anaknya.
Kami pun menangis bersama dengan berpelukan untuk melampiaskan rasa sesak ini. Hingga adzan subuh berkumandang.
Mama melepas pelukan kami. Di ucapnya air mataku yang terus meleleh. Di tangkupnya wajah ku dengan kedua tanganku.
"Mama tidak akan menyesali apa yang telah mama lakukan pada mereka. Biarlah itu menjadi urusan Allah. Mama yakin Bi Narti akan menemui hukuman nya sendiri. Saat ini Mama ingin tahu apa yang akan kamu lakukan, Nak? mama tidak ikhlas kamu di perlakuan seperti ini!." mama melepaskan tangannya dari pipiku, beliau menyusut air matanya sendiri dengan ujung tangannya.
Mama benar, biarlah semua kebaikan beliau di balas oleh Allah. Saat ini kamu hanya akan fokus ke masa depan terserah dengan masa lalu.
"Riska, akan menggugat cerai, Mah." Aku sudah tidak bisa lagi mempertahankan Rumah tangga ini.
"Mama akan mendukung keputusan mu, Nak. Sekarang kita sholat dan memohon untuk di berikan kemudahan dan kekuatan untuk melewati ini semuanya. Mama yakin kamu mampu."
Aku lega setelah mengungkapkan semua ini pada mama. Setidaknya kekhawatiranku tidak terbukti. Mama ternyata justru memberikan kekuatan dukungan padaku.
***
Pagi ini aku sengaja keramas setelah sholat subuh. Sengaja untuk memanasi Siska. Lalu, ku buat status di whatsapp.
[Tinggal di kamar untuk mengingatkan aku dengan malam pertama. Ah, jadi malu mengingatnya. Pagi-pagi sudah di bikin keramas.] tidak lupa kukurimkan gambar rambut Mas Danang basah. Terkirim. Padahal status itu ku setting khusus untuk Siska seorang.
***
Ketukan pintu dapur tidak membuatku lepas bangkit dari tempat duduk. Melihat aku yang acuh Mas Danang pun segera berdiri, lalu berjalan menuju pintu. Dari tempat duduk dapat kulihat dengan jelas siapa yang datang.
"Mas..." matanya melotot sempurna saat menatap rambut ku serta rambut Mas Danang yang terlihat basah. Dapat ku tangkap kecemburuan dari sorot mata nya. Emang enak di gituin ?
Siska mengalihkan pandangannya ke arah samping. Lalu, terdiam beberapa saat ketika matanya bertemu pandang dengan suaminya. Tatapannya terus melihat ke arah rambut basah Mas Danang.
Sesuai dengan perkiraan ku Siska pasti akan datang ke rumah.
Dari sini dapat ku lihat Siska mengerjab beberapa kali. Aku yakin perempuan itu sedang berusaha keras menahan tangisnya. Hatinya pasti hancur melihat suaminya pagi-pagi keramas.
"Siska? Tumben pagi-pagi udah ke sini?." Aku pun menghampiri mereka yang sedang bersitatap. Lalu pandangan perempuan itu beralih ke arah rambutku yang sama basahnya dengan milik Mas Danang. Panas-panaslah, Siska?.
Padahal aku keramas tanpa sebab. Bukan karena mandi wajib, bukan. Tapi, sengaja untuk memanasi Siska. Mengapa Mas Danang ikut keramas? sebab hasil keisengaku. Kecap sengaja aku oles-oleskan ke rambut belah tengah tersebut saat membangunkannya di pagi hari. Dan rencanaku berhasil. Dia terpaksa keramas pagi-pagi.
"Ini Mbak. Kue di rumah tidak ada yang makan." Siska menyondorkan sepiring kue basah sisa kemarin malam.
"Terima kasih."
Aku tersenyum ke arah sepupuku tersebut.
Kue sisa semalam di jadikan alasan untuk bertandang ke sini. Aku yakin tujuan Siska adalah untuk mengecek kebenaran status whatsapp ku tadi.
"Ayo masuk!." ajakku kepada Siska ke dalam lalu ku tuangkan segelas teh manis dari teko kecil untuknya.
"Ini buat aku mbak? nggak usah aku hanya sebentar kok. Mau pamit, bude kemana?." Siska mengendarkan pandangan ke segala penjuru.
"Mama sudah berangkat ke sawah. Ada orang yang bekerja katanya." Aku menarik kursi di hadapannya. Lalu aku duduk di atasnya.
Siska memasuki rumah dengan bermuram durja. Bertemu denganku dan juga Mas Danang dengan kondisi rambut sama-sama basah membuat wajah cantik itu memerah seketika. Aku yakin hawa panas sedang menyelimuti hatinya. Sedang Mas Danang terlihat tidak nyaman, pasti dia merasa serba salah. Mau menjelaskan tentang rambutnya yang basah tapi tidak di beri kesempatan. Tidak di jelaskan membuat istri muda nya salah paham dan bisa marah berkepanjangan. Emang enak berada di posisi seperti ini?.
"Oh kalau gitu aku pamit, Mbak. Sampaikan salamku pada Bude." Siska bangkit dari tempat duduk. Lalu menyalami aku memeluk ku selayaknya saudara tanpa komplik.
Ya sebaik itu Siska, dan aku masih belum tahu apa alasan kenapa dia tega menusukku dari belakang. Seandainya aku tidak melihat dan mendengar secara langsung pun tidak akan pernah percaya jika yang menjadi maduku adalah sepupuku sendiri.
Di tatapnya mata Mas Danang sebelum akhirnya meninggalkan rumah ini. Mungkin, dalam sorot mata nya untuk meminta suaminya untuk menyusul.
"Kamu mau pulang hari ini? kenapa buru-buru? hati-hati di jalan salam buat suaminya!." Ku lepas pelukan Siska. Wanita itu tidak menjawab sepatah katapun. Dia hanya mengangguk sebelum akhirnya mengucapkan sama.
Siska sangat berbakat memainkan peran, di depan dia berlaku selayaknya seorang sepupu. Di belakang dia mengambil suamiku.
Kami lepas kepergian Siska hingga depan pintu.
Gunjingan semalam pasti menjadi alasan Siska untuk segera pulang ke tempat semalam ini ia tinggal. Aku yakin dia tidak akan sanggup berlama-lama tinggal di sini. Di kampung, penyebaran gosip itu sangat cepat perputarannya. Terkadang malah di lebih-lebihkan.
Mas Danang mematung di depan pintu seraya memandang punggung istri muda nya yang kian menjauh.
"Kenapa memandangi Siska segitunya, Mas?." lama-lama aku ingin menegurnya juga.
Aku pun kembali duduk di tempat semula. Di depan meja makan.
"Ah, enggak. Eh Mas tiba-tiba ingat kalau batas liburnya hingga sampai hari ini. Nanti malam Mas berangkat ke tempat kerja ya?." Entah itu kalimat minta izin atau menegaskan kalau dia mau berangkat nanti malam. Entahlah.
Pria itu berjalan ke arah ku.
"Terserah, Mas. Aku mah sudah membebaskan mu, kok." kuucapkan itu dengan tenang. Kata-kata itu bukan pemanis bibir semata. Tapi, aku memang sudah benar-benar ingin melepaskan Mas Danang.
Pria itu membalikkan badannya, berjalan ke arahku dengan tatapan tajam.
"Maksud kamu apa?." laki-laki itu memicingkan mata setelah duduk berhadapan dengan ku. Di kejingnya pun banyak kerutan.
"Tidak ada maksud, Mas. Aku membebaskanmu mau berangkat kapan, mau kerja apa, dan mau ngapain juga bebas. Terserah suka-suka kamu. Kurang baik apa coba aku jadi istri? Baik banget kan? Seandainya kamu menikah lagi pun belum tentu mendapatkan seperti aku." dengan santai aku ucapkan itu. Lalu tanganku pun mencomot kue lapis beras yang tadi di bawa Siska.
"Oh kirain apa." kelegaan terpancar jelas di mata Mas Danang.
Kamu pikir ucapanku tidak memiliki makna apapun, Mas? sangat bermakna asal kamu tahu!.
.
.
.
Bersambung...
tinggalkan aja suamimu riska......