NovelToon NovelToon
Bencana Gaun Pengantin

Bencana Gaun Pengantin

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Nikahmuda / Nikah Kontrak / Pengantin Pengganti Konglomerat / Pelakor jahat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Eouny Jeje

Anna tidak pernah membayangkan bahwa sebuah gaun pengantin akan menjadi awal dari kehancurannya. Di satu malam yang penuh badai, ia terjebak dalam situasi yang mustahil—kecelakaan yang membuatnya dituduh sebagai penabrak maut. Bukannya mendapat keadilan, ia justru dijerat sebagai "istri palsu" seorang pria kaya yang tak sadarkan diri di rumah sakit.

Antara berusaha menyelamatkan nyawanya sendiri dan bertahan dari tuduhan yang terus menghimpitnya, Anna mendapati dirinya kehilangan segalanya—uang, kebebasan, bahkan harga diri. Hujan yang turun malam itu seakan menjadi saksi bisu dari kesialan yang menimpanya.

Apakah benar takdir yang mempermainkannya? Ataukah ada seseorang yang sengaja menjebaknya? Satu hal yang pasti, gaun pengantin yang seharusnya melambangkan kebahagiaan kini malah membawa petaka yang tak berkesudahan.

Lalu, apakah Anna akan menemukan jalan keluar? Ataukah gaun ini akan terus menyeretnya ke dalam bencana yang lebih besar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eouny Jeje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa yang menemukan lebih dulu

Chao Fang membuka matanya lebih lebar, pupilnya mengecil seperti mata seekor predator yang menemukan mangsanya. Ia bergidik, terkekeh pelan di tengah hiruk-pikuk yang mendadak meledak ketika Anna membenturkan kepalanya. Suasana di ruangan itu berubah liar, campuran kepanikan dan ketakutan merayapi setiap orang yang menyaksikan tubuh Anna tergeletak tak sadarkan diri. Dalam skenario apa pun, Anna tidak boleh terluka.

Mata Chao Fang berkilat tajam, memahami situasi tanpa perlu banyak bicara. Salah satu sipir mendekat, memberikan isyarat halus, "Situasi terkendali." Gerak-geriknya cermat, hormat, seolah menapaki tanah berapi saat ia menunduk lebih dalam dan berbisik, "Salam untuk Pak Wali Kota Zhao."

Langkah Chao Fang ringan namun penuh ketegangan saat ia mendekati ruang sel. Di sana, Harry tergeletak bagai mayat yang baru saja dikeluarkan dari lemari pendingin jenazah—kulitnya pucat membiru, napasnya pelan, tubuhnya tampak kehilangan daya hidup.

Chao Fang melepas rambut palsu, kemudian merobek topeng kulit yang menutupi wajahnya. Saat topeng itu jatuh, wajah Harry terpantul kembali di hadapan para sipir yang menyaksikan—persis seperti cermin yang memantulkan sosok yang lebih tua. Chao Fang memang sudah paruh baya, tetapi garis-garis wajahnya tak mengurangi kemiripan yang mencengangkan.

Ia membungkuk, mendekat ke arah Harry yang tampak tak bernyawa, lalu berbisik dengan nada dingin, "Kau tidak boleh mati terlalu mudah."

"Dokter San."

Sebuah suara terdengar dari bayangan, lalu seorang pria berusia lima puluhan melangkah masuk. Pakaian narapidana yang ia kenakan tak mampu menyembunyikan ketenangan khas seorang dokter yang terbiasa bermain-main dengan nyawa.

"Jangan khawatir, Pak Wali Kota," katanya, suaranya lembut namun mengandung nada mengerikan. "Itu hanya reaksi neurotoksik terkontrol. Setiap kali eksekusi es berlangsung, saya telah menyuntikkan serum protektif ke tubuhnya. Ia akan mengalami spasme otot, kejang refleks, dan hipotermia ekstrem, tetapi organ vitalnya akan bertahan. Ia tidak akan mati dengan mudah."

Chao Fang menatap putranya dengan rahang mengeras. Tangannya mengepal, menahan sesuatu yang membakar di dalam dirinya. Ia menggigit bibir sebelum berbisik, "Jika aku bergerak sekarang, itu disebut bunuh diri. Kau harus belajar… Ada hal-hal yang tidak bisa kau kendalikan hanya dengan keberanian. Kadang, kau harus menunduk untuk menyusun kekuatan baru."

Matanya tetap menatap Harry—bukan dengan kasih sayang seorang ayah, melainkan seperti seorang algojo yang belum selesai dengan pekerjaannya.

Chao Fang menatap Dokter San dengan sorot mata tajam, penuh tekanan yang tak terucapkan. Ia mendesah pelan, lalu berbicara dengan nada santai—terlalu santai untuk situasi seperti ini, yang justru membuatnya terdengar lebih mengancam.

"Aku menggantungkan harapan padamu, Dokter San. Bukan karena aku percaya sepenuhnya, tapi karena kau satu-satunya yang cukup cerdik untuk menunda kematian seseorang tanpa benar-benar menyelamatkannya."

Dokter San menunduk kecil, tidak tersinggung, tidak terkejut. Ia sudah terbiasa menghadapi pria seperti Chao Fang—pria yang melihat kehidupan dan kematian sebagai permainan catur belaka. "Saya mengerti, Pak Wali Kota."

Chao Fang mengalihkan pandangannya ke Harry yang tergeletak seperti boneka rusak. Ia mendecakkan lidah, seolah kecewa.

"Harry tidak boleh kalah cerdik." Ia tertawa kecil, penuh nada mengejek. "Lihatlah dia sekarang… Terkapar seperti pecundang, hanya karena perasaan sentimentalnya. Penderitaan ini? Ah, ini belum seberapa. Kau tahu apa yang lebih menyakitkan, Dokter San?"

Dokter San tidak menjawab. Chao Fang berjongkok, mendekat ke wajah Harry, lalu berbisik dengan suara yang nyaris terdengar seperti ejekan manis.

"Yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa musuhnya tidak perlu bersusah payah untuk membuatnya jatuh. Dia jatuh karena dirinya sendiri. Jika kau ingin membunuh musuhmu, kenali dia lebih dulu, Nak. Bukan hanya musuh di luar sana, tapi juga musuh dalam dirimu sendiri."

Ia berdiri kembali, menyibakkan debu dari pakaiannya dengan gerakan santai. Napasnya pelan, tetapi ada sesuatu yang menguar dari tubuhnya—sesuatu yang lebih dingin dari kematian itu sendiri.

Ia membisik Harry, suaranya rendah, nyaris seperti desisan ular yang siap menerkam. "Musuhmu ingin mengenalku, Harry. Mereka ingin tahu siapa sebenarnya Harry. Mereka mengira bisa menguliti setiap rahasiamu, menggali sampai ke akar, seolah kau hanyalah teka-teki yang bisa mereka pecahkan."

Chao Fang berhenti sejenak, lalu tertawa kecil—tawa yang tidak membawa keceriaan, melainkan ancaman yang nyaris terdengar seperti sumpah.

"Tapi mereka lupa satu hal…" Ia menunduk sedikit, menatap mata putranya yang masih setengah sadar. "Aku tidak akan membiarkan mereka menemukanku lebih dulu."

Tangan Chao Fang mencengkeram bahu Harry, suaranya semakin rendah, semakin menekan. "Siapa yang tahu lebih dulu, dia yang akan mati lebih dulu."

Ia menegakkan tubuhnya kembali, matanya kini berkilat tajam, penuh kesadaran yang mengerikan. "Dan aku pastikan, sebelum mereka menemukan anakku… aku akan menemukan mereka lebih dulu. Lalu aku akan menyayat mereka satu per satu, memastikan mereka menyesal pernah mencari tahu siapa Harry sebenarnya."

Di ruangan itu, udara seolah menegang. Hening. Berat. Seakan kematian sendiri sedang berdiri di sana, menunggu untuk dipanggil oleh pria yang berdiri dengan penuh wibawa di hadapan putranya.

Ia mendesah pelan, lalu tiba-tiba tertawa kecil, sinis.

"Luar biasa, bukan? Seorang pria yang katanya kuat, bertekuk lutut hanya karena seorang wanita. Ah, cinta memang penyakit yang paling menyedihkan."

Chao Fang menyipitkan mata, sorotnya kembali tajam. "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Anna? Apakah dia cukup baik… atau kita harus mulai menggali kubur?"

Dokter San tersenyum tipis. "Saya cukup yakin, Pak. Jika ia menelan kertas itu dengan baik, tubuhnya akan bertahan. Kertas itu bukan sekadar serat, tapi nutrisi sintetis. Bahkan jika ia tidak makan selama berhari-hari, ia masih bisa bertahan."

Chao Fang mengangguk pelan, tidak benar-benar peduli, tetapi cukup tertarik untuk memastikan segalanya berjalan sesuai rencana.

"Bagus. Dan kau…" ia menatap Harry dengan tatapan seperti seorang ayah yang kecewa pada anaknya yang gagal. "Kau harus bangun, Nak. Kau harus kuat. Ini masalahmu, bukan masalahku. Itu wanitamu, bukan wanitaku. Jadi berhenti berbaring seperti mayat dan hadapi sendiri. Memalukan sekali jika seorang anak laki-laki masih meminta ayahnya bertarung untuknya."

Jari Harry bergerak samar, nyaris tak terlihat, seolah tersadar dari mimpi buruk yang terlalu nyata. Suara itu—suara ayahnya—berbisik di telinganya, merambat ke dalam kesadarannya seperti api kecil yang mulai membakar beku di dalam dirinya. Ada kehangatan aneh yang menjalari tubuhnya, membangunkannya perlahan dari kegelapan yang hampir menelannya bulat-bulat.

Kelopak matanya bergetar, pupilnya yang awalnya menghilang di balik kelam kini mulai tampak. Bibirnya kering, bergetar tanpa suara, tetapi akhirnya ia berhasil menangkap bayangan di hadapannya—wajah yang begitu familiar. Wajah yang identik dengan dirinya sendiri.

Harry mengira dirinya sedang bermimpi. Ia pikir, ia tidak akan pernah melihat ayahnya lagi. Atau mungkin, ayahnya memang tidak akan pernah datang untuknya. Tidak di tempat seperti ini. Tidak dalam keadaan seperti ini.

"Ayah…?"

PLAK!

Kepalanya terhuyung ke samping. Panas. Rasa nyeri menjalar di pipinya, meninggalkan bekas merah yang terbakar. Chao Fang tidak berkata apa-apa. Hanya menatapnya dengan sorot mata dingin, penuh sesuatu yang tak bisa diartikan.

Harry terisak, tersedak oleh gelombang emosi yang tiba-tiba meluap. Ayahnya datang. Bahkan dengan cara seperti ini, dengan tangan yang memukul alih-alih membelai, itu tetaplah bukti bahwa ia ada di sini. Bahwa ia nyata.

"Kau benar-benar datang menemuiku?" Suaranya bergetar, separuh harapan, separuh ketakutan akan jawaban yang mungkin didengarnya.

Chao Fang mendecakkan lidah, tatapannya penuh penghinaan. "Aku datang karena terpaksa. Kau pikir aku akan membiarkan anakku mati begitu saja? Dibunuh seperti seekor anjing liar? Jangan konyol."

Harry ingin tertawa, tetapi yang keluar hanyalah napas pendek yang hampir terdengar seperti isakan. Itu jawaban yang khas. Jawaban yang tepat seperti yang ia bayangkan dari pria ini.

Namun, sebelum Harry bisa berkata apa-apa lagi, tiba-tiba tubuhnya ditarik dalam pelukan yang begitu kuat, begitu mendadak, hingga ia sempat berpikir bahwa ini hanyalah halusinasi lain yang dibuat oleh pikirannya yang sekarat.

Tapi ini nyata. Dingin es yang menggigit tubuhnya bersatu dengan kehangatan asing dari pria itu.

Dan kemudian, suara itu terdengar. Dalam. Penuh ancaman. Lebih menakutkan daripada kematian yang tadi hampir menelannya.

"Jika kau hanya dibuat menderita, aku tidak peduli." Suara Chao Fang rendah, nyaris seperti bisikan setan di telinganya. "Tapi jika ada yang berani membunuhmu—" ia menarik napas, menggenggam tubuh Harry lebih erat, "—akulah yang akan mencabik mereka terlebih dulu."

Di ruangan yang dingin dan sunyi, suara itu menggema. Bukan janji perlindungan, bukan ungkapan kasih sayang, melainkan sebuah vonis. Sesuatu yang lebih mengerikan daripada kematian itu sendiri.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Taris
bagus
Taris
bacanya sambil deg2an, tarik nafas, tegang n ngos2an /Gosh/
Serenarara
Susan, yg kamu lakukan ke Ethan itu...jahattt! /Panic/
IamEsthe
jangan birahi dong. seolah seperti hewan. bisa diganti katanya /Sweat/.
IamEsthe
Saran, ini di font Bold aja.
IamEsthe
kata 'Fashion House' dan 'clover clothes' gunakan font italic sebagai bahasa asing/daerah.


Fashion House bukan sama dengan Rumah Mode dalam bahasa?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!