Aya tak pernah menyangka sebelumnya, sekalipun dalam mimpi. Jika kepindahannya ke kota kembang justru menyeretnya ke dalam kehidupan 'ibu merah jambu'.
Kejadian konyol malam itu, membawanya masuk ke dalam hubungan pernikahan bersama Ghifari yang merupakan seorang perwira muda di kepolisian. Suka duka, pengorbanan dan loyalitas menjadi ujian selanjutnya setelah sikap jutek Ghi yang menganggapnya pengganggu kecil.
Sanggupkah Aya melewati hari-hari yang penuh dedikasi, di usia muda?
~~~~~
"Kamu sendiri yang bilang kalau saya sudah mele cehkan kamu. Maka sebagai perwira, pantang bagi saya untuk menjadi pengecut. Kita akan menikah..."
- Al Ghifari Patiraja -
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Hukuman
Ghi mengusap wajahnya kasar, kasus yang tengah dihadapi belumlah selesai. Bahkan mungkin baru awalnya saja. Sembari mengembangkan kasus dan menginterogasi para pelaku, ia bersama tim pulang sejenak sementara unit khusus intelijen yang mengambil alih saat ini demi menggali informasi dari para pelaku dan bukti di lapangan.
Kapten Elang menyeret kakinya ke arah ruangan setelah timah panas yang bersarang di pa ha kanannya berhasil dikeluarkan di klinik markas komando, sementara Gavin, Ghi, dan Arda masih disana untuk sejenak melepas pelukan rompi anti peluru dari badannya.
"Mau pada balik nih?" tanya nya masuk begitu saja.
"Balik dulu lah kapt. nengok istri." ujar Arda di kekehi Gavin, "kenapa? Takut ada yang nyomot bang?" Arda menghadiahi junior tengil ini dengan pukulan di bahu kirinya kencang.
"Sepertinya, untuk lanjutan misi...saya sertijab sama kamu Ghi buat jadi kapten unit di lapangan selama pemulihan." Ia memilih duduk di salah satu velbed yang ada diantara Ghi dan Arda.
Gavin mengangguk dan menepuk pundak Ghi, "setuju kapt."
Arda ikut tersenyum mengakui kemampuan Ghi, yang meskipun ia adalah junior, tak ia pungkiri karir sang junior lebih cemerlang darinya.
"Mestinya bang Arda aja kapt. Kalo Ghi masih manten baru, masa manten baru terus-terusan di gempur misi...kapan kejar target cucu buat ndan Sakti nya?!" seloroh Rasya yang tiba-tiba muncul dan ber-tos ria bersama Abi.
Arda tertawa begitupun Gavin dimana kawan se-tim benar-benar menggoda Ghi habis-habisan.
"Justru biar nanti kangennya pol-polan, bininya diabisin ntar malem sampe ngga bisa jalan." Sahut kapten Elang, Ghi hanya bisa menggeleng saja, terbiasa dengan godaan teman-temannya itu.
"Bini Ghi masih bocah, paling nanti mewek sama mertua..." goda Gavin lagi tak henti-henti.
"Eits jangan salah. Bini bocah, bikin awet muda! Bini Ghi cantik, anak gaul betawi..."
Ghi menarik alisnya sebelah, really? Jika saja mereka tau....
Tentang Aya, Ghi tak bisa untuk tak memikirkannya sekarang, namanya terus saja disebut-sebut oleh rekan-rekannya. Obrolan teman-teman membuat otaknya jadi memikirkan istri nakalnya itu, kira-kira sedang apa dirinya sekarang? Melirik jam tangan, sudah pasti Aya bersiap untuk tidur.
Ghi duduk diantara suara-suara sumbang yang tergelak menggodanya dan lebih memilih mengaktifkan ponsel yang sejak tadi ia matikan.
Baru saja nomornya kembali aktif, sebuah pesan menghampiri menjadi pembuka utama dimana nomor yang memang tak pernah ia simpan apalagi ia ingat-ingat mengabarinya.
Bang Ghi, maafin aku udah ngga sengaja nyiram tante Rena. Niatnya bales istri bang Ghi yang kelewatan tadi di acara arisan, aku paham sih, istri abang masih kecil, tapi bisa diajarin kan bang istrinya biar ngga kasar sama orang?
Wait, Ghi mengingat-ingat lagi lalu melihat foto profil nomor itu berikut isian chat sebelum-sebelumnya.
"Naura..." lirihnya dalam hati, alisnya mengernyit manakala memahami isi chat, kembali ia menghela nafasnya....sesuatu pasti terjadi dan tentu saja itu ada kaitannya dengan Aya yang berulah. Kali ini pake bawa-bawa mama yang jadi korban.
Raga yang lelah, berikut kerja otak yang semakin aus memaksa emosinya ikut mengambil alih.
Ghi menghormat sejenak dan pamit pada semua yang ada disana. Meski godaan mengiringi kepergian Ghi dari ruangan.
"Tuh...tuh...kan. Udah ngga tahan dia---makanya yang masih bujang, buruan kawin!" tawa Arda.
Ghi membuka resleting jaket setelah berhasil memasukan motornya ke dalam garasi. Tidak melewati pintu depan melainkan melewati pintu yang menghubungkan bagian samping rumah di dalam garasi untuk masuk ke dalam.
"Assalamu'alaikum."
Salamnya tak ada yang menjawab, namun masih terdengar sayup-sayup suara televisi yang menggema dari ruang tengah.
Dilihatnya Aya yang masih terjaga bersama tugas-tugas sekolah, namun matanya justru asik menonton televisi sambil nyemil. Rupanya, istri nakalnya itu belum tidur.
Sesekali ia tertawa renyah melihat sitkom yang ditayangkan di layar. Entah apa yang membuat Ghi emosi, yang jelas saat melihat Aya, ia jadi ingat isian pesan Naura tadi.
"Udah bikin ulah masih bisa ketawa-tawa puas gitu, ya kamu." Ucapannya begitu datar dan dingin menghampiri Aya.
"Eh, abang baru pulang? Mau aku ambilin minum?" Aya segera beranjak. Alih-alih balasan kehangatan yang di dapat, Ghi justru berdiri tepat di depan wajah Aya dengan wajah galaknya.
"Saya tuh harus kasih kamu hukuman gimana lagi, Ranaya?!"
"Ngga bisakah kamu sekali saja ngga bikin ulah yang bikin saya tambah cape?!"
Aya mengernyit menatap Ghi, bahkan suara televisi dimana orang-orang tengah bercanda saja kalah kencang di telinga Aya.
"Sekarang, ulah kamu yang sekarang....mamah kena imbasnya?! Kamu ngga pikir, dimana otak kamu, Aya?!"
Aya semakin tak paham dengan apa yang dikatakan Ghi, apa Ghi tau masalah----oke Aya ingat.
"Jadi, ada yang ngadu sama abang Ghifari nya?!" tanya Aya bernada sumbang.
"Apa yang dia aduin sama abang, sampe abang lupa caranya nanya Aya baik-baik? Sampe abang, lupa caranya jawab tawaran orang yang mau kasih abang minum?" tambahnya.
"Apa dia orang penting, sampe abang lupa caranya jadi penengah yang adil?" balas Aya lagi.
"Ngga usah berkilah. Karena kamu...kamu yang bikin saya ngga perlu lagi bertanya baik-baik. Selama kita menikah, selama kamu sama saya, berapa kali saya harus dipanggil sekolah dan polisi? Hukuman apa yang bakalan bikin kamu jera, Aya?"
"Apa ini?" Ghi menarik Aya dengan kasar hingga membuat Aya langsung menabrak badannya dan ketakutan.
"Abang lepas!" Aya sangat berusaha untuk berontak, namun jelas...tenaga Ghi lebih besar darinya. Dengan kasar dan mata yang mengilat, Ghi menggusur badan Aya ke arah kamarnya.
"Sini kamu!"
"Abang, mau apa?!" Aya sudah dibuat panik malam itu.
Bukannya memberikan ampunan, Ghi justru membekap mulut Aya, "jangan berisik. Nanti seisi rumah geger lagi, dan saya ngga janji kalo kali ini kamu akan baik-baik saja." Aya melotot dan menggeleng, ia bahkan sudah memukul-mukul Ghi.
Ghi benar-benar membawa Aya ke kamarnya, lalu mendorong gadis itu ke atas ranjang.
Aya yang terjatuh di kasur langsung merangkak untuk menyelamatkan diri, ia memang sudah ikhlas menjadi istri Ghi, menjadi ibu merah jambu, tapi bukan begini caranya menyerahkan hidupnya untuk Ghifari.
Entah ucapan dari rekan-rekan yang mengompori, entah ia yang memang kelewat matang, ataukah memang ia sudah buntu untuk memberikan hukuman pada Aya, yang jelas kalimat **mama ikut terseret pada masalah**---*dimana Aya yang berulah*--- semakin membuat otaknya mendidih, Aya sungguh keterlaluan.
*Grep*!
"Abang jangan, please!"
"Ngga begini caranya..."
"Ngga sekarang!"
Ghi menangkap Aya kembali saat gadis itu sudah berusaha untuk kabur, mudah saja menangkap Aya apalagi gadis ini bukan maling, bukan pula tero riss bersenjata, ia tak mau menjawab semua teriakan dan rintihan Aya, yang ia lakukan adalah melu cuti pakaian keduanya dengan paksaan, bahkan tarikannya dan sikap pertahanan diri Aya membuat kaos yang dipakai Aya sampai terdengar robekan benangnya.
Ghi memaksa Aya untuk berhubungan malam itu. Aya, yang selama hidupnya seringkali menerima hukuman, tak pernah sampai menangis seperti *hukuman yang Ghi berikan* malam ini.
Dan seisi rumah, tak ada yang tau jika Ghi, telah merebut haknya terlalu cepat, meski dengan perlawanan Aya yang membuat lengan serta punggung Ghi terluka akibat cakarannya.
.
.
.
.
lanjut
lanjut
lagi sedihhh pengen ketawa ngakak