"Mari kita bercerai, Di" ucap Saka
Diandra menatap Saka tidak percaya. Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut suaminya. Hanya demi perempuan lain, Saka rela menceraikan dirinya. Apa yang kurang dengan dirinya hingga Saka sekejam itu padanya?
"Kamu pasti sudah tidak sabar untuk menikahi perempuan itu, kan?"
Saka menatap Diandra lekat, Jujur dia masih mencintai Diandra. Tapi kesalahan yang dia lakukan bersama Vika terlanjur membuahkan hasil. Sebagai pria sejati, tentu Saka harus bertanggung jawab.
"Vika hamil anakku. Bagaimanapun aku harus menikahinya"
"Kalian bahkan sudah sejauh itu? Kamu hebat, Mas. Tidak hanya menorehkan luka di hatiku, kamu juga menaburinya dengan garam. Kamu sungguh pria yang kejam!"
"Aku minta maaf" lirih Saka
Tidak ada yang bisa menggambarkan sehancur dan sekecewa apa Dian pada suaminya.
"Baik. Mari kita bercerai. Aku harap kamu bahagia dengan perempuan pilihanmu itu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Rey menghela nafas, "Almera mengandung anak Reyhan. Kamu tahu, Reyhan meninggal karena kecelakaan. Almera yang tidak bisa menerima semuanya akhirnya mengalami depresi. Karena kami tidak mau terjadi apa - apa pada anak dalam kandungannya, akhirnya dengan terpaksa aku yang menggantikan Reyhan menikahi kekasihnya!"
Deg
Jujur Diandra terkejut. Tapi ia tak serta merta percaya bagitu saja pada ucapan Reynald. Dian bahkan tidak pernah sekalipun melihat kembaran dari cinta pertamanya itu. Yang Dian tahu, Reyhan tinggal di luar negeri bersama nenek dan kakeknya. Sedangkan Reynald tinggal di sini berzama Bisa saja semua hanya bualan Rey semata untuk menutupi kesalahannya dulu.
"Tidak peduli apapun alasannya, yang jelas kamu sudah menikah dengan perempuan lain! Kamu sudah memberikan rasa sakit yang teramat dalam untukku, Kak Rey. Kalau kamu jujur saat itu, pasti aku tidak akan seterluka ini! Percuma kamu mengatakan semuanya sekarang! Semua sudah lain cerita. Nyatanya kamu adalah pria beristri!"
Dian melajukan mobilnya pergi dari rumah Saka. Ia tak mau membuat masalah jika terlihat oleh Vika ataupun Saka.
Rey menatap Dian dalam diam, "Aku sudah jujur tentang semuanya. Kenapa kamu masih tidak bisa memberiku kesempatan?!"
"Kamu memang jujur, tapi itu hari ini! Hari dimana aku sudah tidak percaya lagi pada seorang pria!"
"Di ... Saat itu aku tidak punya pilihan. Aku terpaksa!"
"Apa susahnya kamu bercerita! Kamu tahu, hari dimana kamu menikahi wanita lain. Hari itu aku sangat membutuhkan kamu! Duniaku hancur secara bersamaan! Karena Aditama! Kamu dan juga Mamaku!"
"A-apa maksudnya? Apa yang terjadi dengan Mamamu?" tanya Rey penasaran
Setelah dirinya menikah, Rey memutuskan pindah ke luar negeri. Dia tinggal di rumah Kakek dan Neneknya yang juga merupakan tempat tinggal saudara kembarnya. Rey sudah mendengar kabar tentang Aditama yang ternyata sudah menikah
Dian tersenyum sinis, "Aku tidak punya kewajiban untuk memberi tahu tentang masalah pribadiku pada orang asing!"
Cit
Dian menghentikan mobilnya di tepi jalan. "Keluar!"
"Di ... Kamu-"
"Keluar sekarang juga dari mobilku!"
Rey menghela nafas berat, mau tidak mau akhirnya dia turun. "Kamu sekarang seperti orang lain, Di. Kamu semakin keras kepala"
🍀🍀🍀
Bagitu tiba di rumahnya, Dian segera masuk ke dalam kamar. Tubuhnya lelah, tapi pikirannya jauh lebih lelah. Wanita cantik itu masuk ke dalam kamar mandi. Di depan cermin, Dian melepas semua pakaiannya. Dia menatap pantulan dirinya sendiri kemudian tertawa miris.
"Tidak ada gunanya kamu memiliki kesempurnaan jika semua orang menganggapmu tak berharga, Diandra! Kamu tidak lebih dari wanita yang tercampakkan! Kamu menyedihkan sampai - sampai semua orang membuangmu seperti sampah!"
Brak
Cermin besar di depannya kini sudah retak akibat pukulan dari tangannya sendiri. Gambar diri yang tadi terlihat utuh, kini menjadi serpihan - serpihan kecil yang tidak jelas bentuknya.
"Kamu ibarat cermin itu, Diandra. Kamu hancur! Kamu tidak berharga lagi di mata mereka!" Dian menyeringai dengan tangan terkepal, "Mereka yang menorehkan luka padamu harus menerima balasannya! Dan aku berjanji, sebelum mereka merasakan luka yang sama denganku, maka aku tidak akan berhenti!"
Dian mengguyur tubuhnya di bawah shower, ia mengabaikan perih di tangannya akibat luka dari pecahan kaca. Luka luar bisa sembuh seiring berjalannya waktu, namun luka bathin, sampai kapanpun tidak akan pernah sembuh.
Setelah membersihkan diri, Dian memakai pakaiannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Karena matanya masih belum mengantuk, Dian memutuskan pergi ke dapur untuk mengambil minum.
Huek
Samar, Dian mendengar suara muntahan yang berasal dari kamar Rani dan Tri. Dian tersenyum samar sembari terus berjalan ke dapur. Dia bisa menebak apa yang terjadi. Tanpa dasar tangan mungil itu mengusap perutnya yang masih datar.
"*Aku bukan tidak mau memiliki anak, sayang. Kita hanya menundanya. Nanti kalau kondisi keuangan kita sudah stabil, kita langsung program. Aku ingin memiliki banyak anak denganmu. Aku mau, anak kita tidak kekurangan apapun nantinya"
"Aku mohon, ya. Kamu minum pil ini. Demi masa depan kita*"
"Vika sedang hamil anakku"
Sekelebat ingatan perkataan Saka muncul begitu saja. Dian merasa, Saka tidak hanya melukai bathin dan hatinya, tapi juga harga dirinya sebagai seorang wanita. Seorang suami yang benar - benar mencintai istrinya, dalam keadaan sesusah apapun akan tetap menginginkan seorang anak.
"Kamu harus menderita, Ka. Kamu harus merasakan apa yang aku rasakan juga!"
Pyar
Gelas yang Dian pegang pecah akibat remasan kuat dari tangannya.
"Apa yang terjadi?" tanya Tri datang tergopoh - gopoh, "Di! Tanganmu berdarah!"
"Ada apa?" tanya Rani yang baru datang dengan wajah pucatnya
"Astaga, Di! Tanganmu kenapa?"
Tri dan Rani segera membawa Dian duduk. Rani mengambil kotak obat, sedangkan Tri mengambil baskom berisi air bersih.
"Ini akan terasa perih, tahan sebentar Di" Tri merendam tangan Diandra, ada beberapa goresan luka terlihat setelah tangan itu bersih dari darah.
Rani bisa membayangkan betapa perih dan sakitnya luka itu. Melihat Dian tak bereaksi, Rani merengkuh sahabatnya. "Apa yang kamu rasakan? Apa sangat sakit? Kamu pasti tidak bisa menahannya lagi kan?" tanya Rani sambil mengusap air matanya
"Jangan menangisiku, Ran. Aku baik - baik saja"
Rani menggeleng, "Kamu sakit, Di. Kamu sakit!"
Dian memeluk sahabatnya, "Aku tidak apa - apa. Jangan cengeng, nanti anakmu juga cengeng"
Rani menatap suaminya, dia tahu kesedihan yang Dian rasakan. Rani tahu betul seberapa besar Dian ingin memiliki anak dan seberapa berat dia menahan keinginannya itu hanya demi Saka.
"Selamat, akhirnya kalian akan memiliki anak. Aku akan memiliki keponakan"
"Di ...!"
"Aku bahagia, Ran. Aku sangat bahagia. Anak itu juga anakku. Jadi jaga dia dengan baik"
"Tentu, kita akan jaga dan rawat anak ini bersama. Dia punya ibu hebat sepertimu"
🍀🍀🍀
Diandra bangun lebih awal dari biasanya. Padahal semalam dia tidur lebih lambat. Sekarang dia sudah siap dengan setelan kerjanya. Jam masih menunjukkan pukul enam pagi, namun Dian sudah siap berangkat ke kantor.
"Bang, jangan ke kantor dulu hari ini. Jaga Rani saja di rumah. Di kantor banyak orang yang bisa menghandle pekerjaan kalian"
"Tapi hari ini Abang ada janji dengan Tuan Gama untuk meninjau proyek pembangunan cabang hotel. Karena sebentar lagi finishing, makanya Abang akan mengecek kelengkapannya"
"Tidak masalah, Bang. Biar aku saja yang berangkat"
"Kamu ... Sungguh tidak masalah?" tanya Tri ragu
"Abang meremehkanku?"
"Bukan begitu. Abang hanya merasa kamu kurang cocok dengan Tuan Gama"
Dian tertawa, "Aku akan profesional Bang. Tenang saja"
"Baiklah. Kalau ada kendala, segera hubungi Abang"
Dian segera pergi ke kantor. Masih ada waktu satu setengah jam lagi sebelum dirinya bertemu dengan Gama. Dia akan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang kemarin belum selesai.
Begitu tiba di kantor, Dian segera memeriksa beberapa berkas pekerjaan miliknya.
Saking fokus dengan pekerjaannya, Dian lupa waktu. Dia segera bergegas pergi saat jam sudah lewat sepuluh menit dari waktu mereka akan bertemu.
Sengaja mengendarai mobilnya sendiri, Dian berusaha datang secepat mungkin ke lokasi. Tapi macet menghambat laju kendaraannya.
Meski sudah melaju dengan kecepatan tinggi, tetap saja Dian terlambat tiba di lokasi. Begitu mobil yang di kendarainya berhenti di lokasi proyek, Dian segera keluar dari mobil, dengan langkah terburu wanita cantik itu segera menghampiri Gama.
"Kalau kamu anggap waktu orang lain tidak berharga. Sebaiknya jangan jadikan profesional sebagai prinsipmu dalam bekerja!"
Deg
/Smug//Smug/