Cinta Dalam Sujudku

Setelah mendapatkan pesan dari kakak aku tidak pernah memberikan kabar apapun pada mas Iz supaya dia tidak khawatir. Mas iz pun menikmati jalan bulan madu kami. Di bandara kami disambut oleh mama dan papa. Mereka nampak tersenyum pada kami.

" Assalamualaikum ma pa."

" Waalaikumsalam nak."

" Gimana bulan madunya menyenangkan?"

" Tentu saja ma." jawab mas iz denGan menyenggolku, aku hanya tersenyum sebisa yang kulakukan. Tak berselang lama mas iz mendapatkan telp dari Abi.

" Ya bi?"

" Nak Umi sakit, bisakah kalian pulang ke pondok?"

" iya Abi, kami akan segera melakukan perjalanan ke sana.

" Baiklah nak abi tunggu Assalamualaikum."

" Waalaikumsalam."

Mas iz yang tadinya agak menjauh kemudian mendekat kearah kami. Dengan wajah yang sudah panik.

" Sayang kita ke pondok ya? Umi sakit barusan abi telpon. Ma pa kami langsung ke pondok saja tidak jadi pulang."

" oh iya nak. Padahal di rumah ada fatimah ingin bertemu kalian." ucap mama. Aku yang mendengar ucapan mama spontan saja kaget. Maksudnya apa mengatakan itu di saat kami baru pulang bulan madu seperti ini. Benar-benar keterlaluan masih saja mempermainkan hidupku.

" Maafkan kami ma, umi sedang urgent."

" baiklah nak."

" Permisi ... Assalamualaikum."

" Waalaikumsalam."

Dalam perjalanan ke pondok aku hanya diam tak banyak berkata. Mas iz pun tak banyak bicara dia fokus pada jalanan. Akupun mencoba untuk memejamkan mata untuk melupakan pikiran- pikian buruk yang datang menghampiriku akhir-akhir ini. pesan kakak yang datang melalui wa itu membuatku banyak pikiran tanpa aku bisa meluapkan pada siapapun. Perjalanan yang di tempuh selama 4 - 5 jam menuju ke ponpes akhirnya kami sampai dengan selamat. Gerbang ponpes di buka untuk menyambut kedatangan kami. Dulu aku datang sebagai santri ke pondok ini sekarang aku datang k sini sebagai istri dari Gus Iz, semuanya benar-benar di luar kehendak manusia. Ini adalah takdir Allah jika Allah menginginkan jadilah maka jadilah, kun fayakun. Allahu Akbar.

" Assalamualaikum Gus..."

" Waalaikumsalam, dimana umi mas?"

" Di ndalem mas di kamar utama."

" Baiklah terima kasih. Ayo sayang ...!" gus iz menggandeng tanganku di hadapan Mas Azzam, beliau adalah salah ustadz yang mengajar kitab bulughol maram dan ta'limul muta'alim . Beliau mengenaliku sekali, saat aku nyantri di sini mas azzam baru saja bergabung di pesantren untuk mengajar santri. Entah apakah dia masih mengenaliku saat memakai niqob.

" Sama-sama gus ... " jawab ust. Azzam dengan menatap kearahku. Kamipun segera berlalu dari hadapan ust. Azzam untuk bertemu dengan umi. Terlihat sekali di raut wajah mas iz bahwa beliau sangat khawatir pada umi. Sesampainya di kamar beliau melihat umi lemas langsung berlari dan memeluk umi layaknya anak kecil.

" Umi Iz datang ... maafkan iz mi tidak pernah kunjung ke sini." ucap mas iz sambil menangis

" Nda apa- apa nak, kenapa harus nangis umi nd apa- apa. Hanya butuh istrihat iz. Mana menantu umi?" tanya umi, akupun segera mendekat kearah umi dengan segera.

" Iya umi ... Wardah di sini?" umipun tersenyum saat melihatku mendekat

" Makasih nduk ... Sudah hadir dalam hidup izdi, jagalah dia sayangi dia. Dia anak baik hanya saja kadang suka usil." ucap umi sambil tersenyum dan mencubit mas iz

" Umi ... Harusnya wardah yang berterima kasih karena bisa menikah dengan mas iz, beliau sangat sempurna sebagai suami. Umi lekas sehat tidak boleh terlalu capek."

" Kasih umi cucu nak, supaya umi bisa melihat izdi kedua atau wardah kedua. Jangan menunda momongan."

" Nggeh umi .. " jawabku

" Iz ... Bawalah istrimu istirahat, kalian baru datang bulan madu kan?"

" Iya umi ..."

" Istirahatlah ... Dokter yang kamu kirimkan dia sudah menangani umi dengan baik."

" Baiklah umi ." jawab mas iz dan mencium kening umi. Kami yang baru saja mau keluar, tiba- tiba ada suara tawa riuh di kamar umi.

" Udah jadi suami beneran belum dek? Umi hanya ingin memastikan kalian sudah menjadi suami istri sesungguhnya hahaha. Karena umi khawatir kalian saling menghindar. Ternyata udah bisa merangkul pinggang mik? Ahhahahaha."

Dikerjain sama saudara-saudara ini. Izdi berbalik dan melempar bunga yang dia bawa tadi dengan muka udah lecek khawatir dan lega.

" Kalian ini bener- bener ya!"