Bagaimana rasanya mencintai seorang pembunuh?
Bermula dari cerita masa kecil (1-7 bab) kedatangan Ray dengan ibu nya menjadi keluarga tiri Yara di mana Yara sangat akrab dengan mereka
Kerna suatu masalah Ray kabur dari rumah meninggalkan Yara yang selalu menantinya
10 tahun kemudian Yara bertemu dengan seorang pembunuh yang ternyata senior di sekolah nya, Yara mengancam nya lalu berakhir di sekap di tengah hutan yang berbahaya di mana Yara tidak bisa lari dan hidup berdua dengan pembunuh yang ternyata adalah Ray sang kaka tiri yang selama ini Yara cari
#Kriminal
#Romantis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Yara menatap bulan yang sudah tinggi lurus di atas kepalanya, yang itu berarti sekarang sudah tengah malam.
Bukan tanpa alasan Yara mencari Ray sampai ke rumahnya dari pada menemui Ray di sekolah, itu karena sekolah diliburkan selama seminggu. Yara tidak bisa menunggu selama itu.
“Yara takut,” gumam Yara melihat gelapnya malam, ditambah dengan angin yang sedikit kencang tanda akan hujan lebat sebentar lagi.
“Yara?” panggil dari suara seseorang dari belakangnya.
“Kak Ray!” Yara mengenal suara itu bahkan belum berbalik badan Yara sudah bisa menebak.
Ray memakai pakaian yang sangat tertutup serba hitam, kepalanya ia tutup menggunakan topi hoodie, bermasker hitam serta rambut yang menutupi sedikit matanya.
Ray habis bertemu dengan mengsanya, itu terlihat jelas dari pakaian yang berbercak darah yang belum sempat dibersihkannya.
“Ngapain kau di sini gelap-gelapan seperti hantu yang gentayangan?” tutur Ray sambil tertawa kecil.
Yara melihat pakaian yang ia gunakan, dress putih menjuntai kebawah hingga batas lutut dengan rambut hitam panjang yang tergerai ditambah angin yang menggoyangkan pohon menambahkan kesan horor kepada diri Yara.
Jika Ray terlihat seperti psykopat maka Yara adalah hantunya, sangat cocok bukan?
“Aku seperti hantu gentayangan beneran,” ujar Yara dalam hati setelah mengamati penampilannya. Kemudian Yara teringat akan tujuannya. “Di mana kakaku?”
“Kau datang ke sini mencariku hanya untuk menanyakan hal itu?”
“Kau tidak membunuh kak Poppy, kan?”
“Aku tidak membunuh nya.”
“BOHONG!” bentak Yara tiba tiba, entah dapat keberanian dari mana Yara menatap lekat mata Ray seolah tidak ada ketakutan dalam dirinya.
“Aku tidak perduli jika kau tidak percaya.”
“Katakan di mana kakakku, atau aku akan melaporkanmu ke polisi bahwa kau adalah penjahat yang selama ini mereka cari!” ancam Yara sambil menunjuk wajah Ray.
“Kau tidak bisa melakukan hal itu Yara, apa kau lupa perjanjian kita?”
“Bukan aku yang lupa tapi kau!! kau membunuh kak Poppy kan? Kau sendiri yang melanggar janji itu,” tuduh Yara emosi. Bahkan perkataan Yara tidak seperti biasanya yang selalu memakai namanya untuk menggantikan kata 'aku' jika berbicara pada orang yang lebih tua darinya.
Tiba tiba.
“Jangan bergerak!” ancam segerombolan polisi yang mengerahkan pistolnya ke arah Ray, mereka berhasil mengikuti Ray sampai sini kerna kebetulan saat mereka berpatroli Ray tertangkap basah sedang menyayat mangsanya.
“Hei nak kemarilah kau aman sekarang,” ajak polisi pada Yara. “Dan kau buka masker dan topi mu,” perintah polisi pada Rai.
Sebelum sempat Yara melangkah, Ray menarik tangan Yara dan menjadikannya Sandra. “Jangan macam-macam atau gadis ini kubunuh.” ujar Ray dengan suara yang dibuat buat serak.
Yara dapat merasakan dinginnya pisau yang berada didekat lehernya.
DOR
DOR
DOR
Tiga tembakan cepat di kepala menewaskan tiga polisi yang tak sempat melakukan perlawanan, Yara tidak menyangka ternyata Ray memiliki pistol yang disimpan di balik hoodienya.
“YARA!” teriak Agha dari kejauhan melihat adiknya disandera, ia datang bersama anggota polisi lain setelah mendapatkan laporan.
“KAKA!” balas Yara.
Persiapan Ray memang matang, ia menyalakan smoke bomb yang menyebar dengan cepat.
Agha yang menyadari hal itu berlari sekuat tenaga untuk mendekati Yara, ia tidak bisa menggunakan pistolnya mengingat bisa saja hal itu melukai Yara.
Gumpalan asap menutupi keberadaan Yara dan Rei.
“YARA!” teriak Agha tidak menemukan Yara ataupun sang killer ditempat itu lagi.
“Asap ini semakin tebal pak, kita tidak melihatnya,” lapor salah satu polisi.
Agha menembus gumpalan asap tapi semuanya terlambat, sang pembunuh berhasil melarikan diri dengan membawa Yara pergi.
“YARAAA!!” teriak Agha.
“Agha tenangkan dirimu, kita bersama sama mencarinya, ok” pujuk Javer.
“Bagaimana aku bisa tenang Ver? kedua adikku menghilang,” tangis Agha berlutut sambil memukul-mukul pohon tak perduli kulit tangannya terkelupas hingga mengeluarkan darah.
Dario dan Javer yang melihat Agha yang biasanya tegas kini menangis rapuh menyebut nama adik adiknya juga ikut mengeluarkan air mata, seorang kaka kehilangan dua adiknya sekaligus apa yang akan Agha katakan pada papa mama nya nanti?.
Tbc.