Devina Arsyla meninggal akibat kecelakaan mobil, saat dia hendak menjemput putrinya di sekolah. Mobil Devina menabrak pohon ketika menghindari para pengendara motor yang ugal-ugalan di jalan raya.
Sejak kejadian itu Mahen Yazid Arham, suami Devina sangat terpukul. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor serta di club malam bersama teman-temannya daripada tinggal di rumah.
Hal ini membuat kedua keluarga sangat cemas dan prihatin, lalu mereka sepakat untuk meminta Mahen ganti tikar yaitu dengan menikahi Devani Arsya, adik kembar sang istri.
Namun, Mahen dan Devani sama-sama menolak. Keduanya beranggapan tidak akan pernah menemukan kecocokan, dengan sifat dan keinginan mereka yang selalu bertolak belakang.
Mahen sejak dulu selalu mengira Devani itu adalah gadis liar, urakan yang hanya bisa membuat malu keluarga, sedangkan Devani juga merasa kehadiran Mahen telah membuat dirinya jauh dari Devina.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Apakah akhirnya mereka akan menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia Fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. MENOLAK TAPI HATI TAK RELA
"Mari Om, Tante...kita makan dulu. Hidangan sudah kami siapkan, nanti keburu dingin," ucap Devani.
"Terimakasih Nak Vani, beruntung keluarga yang memiliki anak perempuan, bisa mengatur rumah walaupun jantung rumah tangganya sedang sakit," ucap Mama Mahen.
"Tante bisa saja, saya panggil Mahen dan Hans dulu ya Tan!" ucap Devani.
Setelah kepergian Devani, mama Intan pun berkata, "Kamu juga beruntung Jeng, kedua anak lelakimu berhasil mandiri, hingga Kak Emir bisa pensiun dari perusahaan. Sedangkan kami belum tahu nih, apa Devani mau meneruskan bisnis papanya, sementara harapan kami hanya tinggal dia," ucap Mama Intan.
"Iya ya Jeng, tapi kita harus tetap bersyukur, sudah dikaruniai anak-anak yang baik."
"Hooh, Jeng benar. Kita dapat anak dan menantu yang baik saja harusnya patut bersyukur."
"Ayo Pa, Kak Emir kita makan dulu," ajak Mama Intan.
Papa Andara segera mendorong kursi roda istrinya menuju ruang makan dengan diikuti oleh Mama dan papa Royan.
Sementara Devani menghampiri Mahen dan Hans lalu berkata, "Kalian di minta masuk, karena kita akan makan bersama. Papa mama sudah menunggu di ruang makan," ucap Devani.
"Sebentar Van, masih ada yang kami bahas, nanti kami nyusul," ucap Mahen.
"Tapi jangan lama-lama, nanti makanannya keburu dingin," ucap Devani lagi.
Devani pun pergi meninggalkan taman, lalu Mahen dan Hans melanjutkan obrolannya.
Awalnya mereka membicarakan bisnis tapi akhirnya berlanjut membicarakan tentang Devani.
"Jadi maksud kedatangan kalian kesini untuk memintaku menikah lagi! Maaf...aku nggak bisa. Sebaiknya kalian jangan paksa aku untuk menikahi wanita manapun," ucap Mahen tegas.
"Termasuk Devani?" tanya Hans.
"Iya, termasuk dia," ucap Mahen.
"Baiklah, jika kamu tidak mau, jangan salahkan aku. Aku akan mengejarnya, sampai dia mau jadi istriku," ucap Hans.
"Kau cuma punya waktu disini seminggu, mana mungkin bisa menaklukkan hatinya dalam waktu sesingkat itu," ucap Mahen.
"Aku akan memperpanjang waktukku di sini, masalah kuliah aman, aku bisa kuliah dengan sistem zoom. Kalau masalah perusahaan, aku akan minta tolong Papa untuk sementara menghandlenya, papa pasti tidak akan keberatan demi memiliki menantu," ucap Hans.
Mahen terdiam, dia tidak ingin menikah tapi kenapa hatinya tidak rela saat sang adik bilang akan mendapatkan hati Devani.
Dia mendesah, lalu berkata, "Ayo kita makan dulu, mereka sudah menuggu kita," ucap Mahen.
Mereka pun meninggalkan taman, lalu keduanya menuju ruang makan.
"Ayo sini Nak! lihatlah itu, ada juga makanan khas Turki. Devani belajar memasaknya tadi, tapi harap maklum ya jika rasanya kurang berkenan," ucap mama Intan.
Kursi yang kosong hanya tinggal di dekat Devani, lalu Hans mendahului Mahen dan duduk di sebelah gadis itu. Mahen hanya mendesah lalu duduk di sebelah Hans.
"Silahkan Hans dinikmati, hanya ini yang bisa aku sajikan," ucap Devani.
"Ini sudah sangat mantap, Lihatlah tampilannya sangat menggoda. Semuanya pasti enak, aku akan mencicipi semuanya," ucap Hans.
"Huh...rakus atau cari muka," ucap Mahen di telinga adiknya.
Hans membalas ucapan sang kakak, lalu diapun berkata, "Namanya usaha, semoga saja berhasil. Tapi kamu harus siap, aku akan membawa Devani keluar dari negara ini bila berhasil nanti," balas Hans di telinga sang Kakak.
Mahen hanya bisa diam, tapi Mama yang melihat tingkah mereka pun berkata, "Apa yang kalian bicarakan, kenapa berbisik-bisik. Ayo makan dulu! Nanti obrolan di sambung lagi setelah makan."
"Oke Ma!" jawab Hans.
Mahen hanya diam, lalu dia menikmati makanannya. Hans juga telah mencicipi semua makanan yang ada di sana.
Hans mengacungkan jempolnya sambil berkata, "Beruntung pria yang akan mendapatkan kamu Van! Aku masih boleh daftar 'kan. Apa masih ada kesempatan?" celetuk Hansen sambil menyeringai.
Devani hanya tersenyum sambil tetap menikmati makanannya, sedangkan Mahen melirik ke arah Devani, dia ingin tahu apa reaksi gadis itu.
"Sudah-sudah, habiskan makanan kalian!Jangan goda Devani terus Hans, lihatlah..dia 'kan jadi malu," ucap mama Mahen lagi.
Selesai makan, semua kembali ke ruang tamu sementara Devani membereskan sisa makanan dan piring kotor bersama Mbok Ijah, lalu dia kembali ke kamar untuk melihat Annisa yang ternyata tidur di kamarnya.
Belum lama dia masuk terdengar suara ketukan pintu, lalu Devani membukanya dan ternyata Mahen yang berdiri di sana.
"Ada apa kamu kesini?" tanya Devani heran.
"Kamu jangan dengarkan omongan Hans, dia itu playboy, jadi jangan sampai kamu terjerat dan terlena dengan bujuk rayunya nanti. Aku bukan bermaksud apa-apa, hanya mengingatkan saja," ucap Mahen.
"Oh...aku juga tidak tertarik dengannya," ucap Devani malas.
"Syukur jika begitu, oh ya...tolong bantu siapin Annisa nanti ya, saat dia terbangun. Kami akan menginap di rumahku selama Papa mama ada di sini. Mengenai pakaiannya, aku sudah minta tolong mbok Ijah untuk menyiapkannya," ucap Mahen.
"Iya, kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, aku ingin istirahat sebentar sambil menunggu waktu sholat ashar," ucap Devani.
"Ya sudah itu saja, tapi ingat pesan ku tadi ya," kembali Mahen mengingatkan.
Devani hanya diam lalu dia menutup kembali pintu kamarnya setelah melihat Mahen meninggalkan tempat itu.
Mahen kembali bergabung dengan yang lain, lalu dia berkata kepada mama dan papa Andara bahwa lepas ashar mereka akan pergi ke rumahnya dengan membawa Annisa serta.
Dia pamit, untuk sementara waktu akan tinggal di sana bersama papa mamanya.
Sebenarnya papa mama Andara keberatan, tapi mereka juga tidak boleh egois, toh keluarga Emir juga berhak bersama cucunya.
"Iya Hen, nggak apa-apa, jika kami kangen, kami akan kunjungi kalian di sana," ucap mama dan papa Andara.
"Kalau nggak kita nginap sama-sama di rumah Mahen Jeng, biar ramai. Lagipula rumah itu sudah lama kosong 'kan," ucap mama Mahen.
"Iya Jeng, boleh juga. Nanti pas Papa Devani libur ngantor kami akan nginap di sana."
"Kak...nanti malam kita jalan-jalan yuk, aku ingin lihat keramaian kota ini saat malam hari," ajak Hansen.
Annisa yang baru saja terbangun dan hendak menemui papanya pun menjawab dari atas tangga.
"Iya Pa, kita ajak Bunda ya! Pasti seru perginya ramai-ramai. Itu rencana Nisa sejak tadi lho Om, tapi belum sempat Nisa omongin ke Papa, eh...sudah keduluan sama Om Hans," ucap Annisa.
Sejenak Mahen berpikir, lalu dia mengiyakan karena tidak ingin mengecewakan putrinya, lalu diapun berkata, "Tapi... kamu bilang dulu sama bunda, apa bunda mau atau tidak," ucap Mahen.
"Oh...kalau itu aman Pa! Nisa sudah ngomong sama bunda sejak siang tadi, dan bunda bilang jika Papa setuju, bunda juga nggak keberatan."
"Wah...lebih seru nih, Devani ikut!" celetuk Hansen hingga membuat Mahen menatap tajam ke arah Hansen.