Elora punya mimpi sederhana, ingin menjadi perawat dan menikah dengan pria impiannya. Bukan dari lelaki kaya, namun lelaki yang mencintainya sampai maut memisahkan. Namun impian Elora kandas saat pamannya tanpa pertimbangan apapun mengirim Elora ke Spanyol untuk menaklukan sang pewaris kekayaan keluarga Gomez sesuai dengan wasiat mamanya sebelum ia meninggal. Elora terkejut karena sesampai di Spanyol, ia harus bersaing dengan banyak perempuan yang juga punya misi yang sama, menaklukan sang pewaris. Apakah Elora bisa melaksanakan misi almarhumah mamanya? Akankah ada cinta sejati baginya di Spanyol?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Tinggalkan Aku
Jantung Elora rasanya mau copot. Ia berusaha tenang sambil menarik napas panjang dan menghembuskannya beberapa kali.
"Enrique, apa benar mobil ini anti peluru?" tanya Elora sambil memegang tangan cowok itu dengan sangat erat.
"Iya, Elora. Semenjak adikku meninggal karena tertembak, kami semua selalu menggunakan mobil dengan kaca anti peluru jika akan bepergian tanpa pengawal."
"Aku takut, Enrique. Apakah ini kisah para mafia yang saling tembak untuk balas dendam? Memangnya kamu punya musuh?"
"Tenanglah, Elora. Kamu membuat aku panik saja." Enrique memarahi Elora. Lelaki itu membuka sabuk pengamannya lalu mengeluarkan senjatanya dari balik celananya.
Perlahan Enrique memundurkan mobilnya dan terdengarlah suara bunyi tembakan yang mengenai mobil mereka.
"Ah .....tolong.....tolong.....!" Elora berteriak dengan sangat ketakutan. Ia menundukkan kepalanya sambil kedua tangannya memeluk tubuhnya.
Enrique terus memundurkan mobilnya sampai agak jauh dan suara tembakan itu sudah tak terdengar lagi.
"Elora .....! Elora .....!" Enrique memegang pundak Elora. Tubuh gadis itu sangat bergetar karena ketakutan.
Enrique melihat kalau ada dua orang laki-laki yang mendekat dari arah sebelah kiri mobilnya. Dengan secepat lelaki itu menurunkan kaca mobilnya dan melepaskan 4 tembakan. Ia kemudian menaikan lagi kaca mobilnya.
Ketegangan itu berlangsung selama 15 menit sampai akhirnya terdengar bunyi tembakan dari arah pohon yang tumbang tadi dan Enrique melihat mobil Felix muncul bersama dengan puluhan anak buahnya yang sudah memotong batang pohon itu menjadi beberapa bagian.
"Sudah aman, bos. Mereka ada 7 orang namun yang satu sepertinya kena tembakan karena ada bekas darah di jalan." lapor
"Aku menembaknya." Enrique menarik napas lega. "Ayo kita pulang!" lelaki itu menjalankan lagi mobilnya. Sampai akhirnya mereka tiba di mansion.
"Elora, ayo turun!" ajak Enrique setelah membuka pintu mobil untuk gadis itu.
Elora masih diam. Hanya air matanya yang mengalir membasahi pipinya.
"Elora....ayo.....!"
"A...ku...aku takut. Bagaimana kalau mereka mengikuti kita ke sini?"
"Nggak mungkin! Mansion dan perkebunan ini dikelilingi oleh pagar yang aman. Banyak anak buah ku yang berjaga. Ayo.....!"
Elora turun dari mobil namun ia dengan cepat menggandeng tangan Enrique. "Aku nggak mau tidur di kamarku."
"Jadi kamu mau tidur di kamarku?"
"Aku mau ke kamar Nuna."
"Nuna nggak tidur di sini kalau malam hari. Ia pulang ke rumah suaminya."
"Aku takut Enrique!" tangis Elora.
"Ayo ...!" Enrique mengajak Elora masuk ke dalam rumah. Ia membawa perempuan itu ke kamar tamu. "Kamu tidur di sini saja."
"Eh.....!" Elora menahan tangan Enrique. "Jangan tinggalkan aku. Please .....!"
Enrique nampak kesal namun ia tak tega melihat wajah Elora yang nampak ketakutan.
"Tidurlah. Aku temani kamu sampai kamu tertidur setelah itu aku akan pindah ke kamarku."
"Nggak." Elora menggeleng. Perempuan itu membuka sepatunya, juga sanggul pada rambutnya. Ia naik ke atas ranjang. "Enrique, ke sini!"
"Aku di sini saja." Enrique duduk di atas sofa."
Elora dengan cepat turun dari ranjang dan duduk di pangkuan Enrique. "Ya sudah. Aku duduk di sini dengan kamu."
"Elora, kamu berat.....!" Enrique akan mendorong tubuh Elora namun gadis itu dengan cepat melingkarkan tangannya di leher Enrique. "Aku nggak berat. Berat badanku hanya 50 kg dan tinggi badanku 165 cm."
"Kamu tuh ya ...!" Enrique dengan segera mengangkat tubuh Elora dan meletakannya di atas ranjang. Ia pun duduk di tepi ranjang. "Tidurlah!"
"Kamu juga tidur. Aku mau pastikan kalau kamu tak akan meninggalkan aku." Elora menarik tubuh Enrique sehingga cowok itu terlentang di sampingnya. Elora segera memeluk lengan Enrique. Ia memejamkan matanya. Gadis itu sangat mengantuk tapi ia juga sangat ketakutan.
"Jangan tinggalkan aku!" bisik Elora sebelum memejamkan matanya.
Kaki Elora ada di atas kaki Enrique. Posisi mereka seperti ini rasanya sangat menyiksa. Enrique merasakan kalau ada gejolak dalam dirinya yang membuat semua permukaan tubuhnya menjadi panas.
Hembusan napas Elora menyentuh kulit wajah Enrique. Harum tubuh gadis itu mengingatkan Enrique akan mimpi gilanya yang mencium dan bercumbu dengan Elora.
Enrique setengah mati menahan hasrat dalam dirinya sedangkan Elora semakin menempel ke tubuhnya.
Saat gadis itu tertidur, pegangan tangannya di lengan Enrique mengendur, lelaki itu menatap wajah Elora yang nampak lelap dengan bibir yang sedikit terbuka. Sungguh menggoda untuk dicium. Enrique merasa kalau dirinya sudah gila. Ia sungguh mencium bibir Elora yang terasa sangat manis baginya.
************
Saat Elora bangun di pagi hari, Enrique sudah tak ada di sampingnya. Elora pun bangun dan segera keluar dari kamar. Ia menuju ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian.
Setelah menggunakan seragam perawatnya, Elora segera menuju ke meja makan.
Tak ada orang di sana walaupun makanan sudah disiapkan.
"Nuna.....!" panggil Elora.
Nuna mendekati. "Nona mau sarapan?"
"Di mana semua orang?"
"Tuan dan nyonya masih ada di kota. Tuan Simone sudah dijemput dokter Pedro untuk terapi di rumah sakit. Sedangkan tuan Enrique masih jam 6 tadi sudah berangkat entah kemana."
"Nuna datangnya jam berapa?"
"Masih jam 5 soalnya tuan Enrique menelepon suami ku untuk cepat datang. Dia juga berpesan agar jangan membangunkan nona yang ada di kamar tamu."
"Ada penembakan semalam."
"Iya. Sudah jadi berita heboh sepanjang pagi ini. Nona sarapan dulu. Nanti kalau mau ke rumah sakit, akan diantar oleh mandor Felix soalnya suamiku sedang pergi dengan tuan Enrique."
Elora mengangguk. Salam situasi seperti ini, rasanya paling menyenangkan untuk berada di rumah sakit.
**********
3 hari setelah peristiwa penembakan itu, suasana mulai tenang walaupun penjagaan di sepanjang jalan menuju ke kota di perketat.
Tizza sebenarnya melarang Elora untuk pergi ke rumah sakit. Namun karena ada begitu banyak pasien yang masuk rumah sakit sampai Elora belum mau minta ijin.
Siang ini, setelah makan siang, Elora ingin beristirahat sebentar di taman belakang rumah sakit ini. Beberapa keluarga pasien juga nampaknya sedang beristirahat di siang yang cukup terik ini.
"Elora.....!" panggil seseorang. Elora menoleh dengan kaget. "Tuan Elroy? Apa yang kamu lakukan di sini? Mau memeriksa kesehatan? Tapi bukankah fasilitas di kota lebih lengkap dibandingkan rumah sakit ini?" tanya Elora.
Elroy meminta ijin untuk duduk di samping Elora. Perempuan itu mengangguk.
"Aku kebetulan ada urusan sedikit di rumah Ernesto.Kamu kenal dia kan? Yang kudanya bernama Shine?"
"Ya."
"Aku dan Ernesto satu sekolah waktu SMA."
"Oh, berarti dengan bibi Tizza juga kan?"
Elroy mengangguk. "Aku mengenal ibumu. Namanya Amelia kan? Bagaimana kabarnya sekarang?"
Wajah Elora langsung berubah menjadi sedih. "Ibu sudah meninggal sudah meninggal semenjak 7 tahun yang lalu."
"Meninggal?" raut wajah Elroy langsung berubah menjadi sedih.
"Ibu mu sakit atau apa?" tanya Elroy nampak begitu penasaran.
Elora menarik napas panjang dan perlahan menceritakan kejadian sedih itu. "Ibu ku adalah seorang perawat. Dia bekerja di rumah sakit daerah. Setiap hari ia pergi pulang ke tempat kerja dengan mengendarai motor. Jaraknya lumayan jauh. 30 menit. Suatu malam ini ditelepon untuk segera ke rumah sakit karena ada kecelakaan sebuah bus dengan korban 40 orang. Rumah sakit kekurangan perawat. Ibu pun pergi pada hal dia sangat capek. Paginya, ibu tiba-tiba pusing dan jatuh pingsan di rumah sakit. Kami semua dipanggil. Dokter mengatakan kalau ibu kelelahan dan mengalami serangan hipertensi. Ibu meninggal setelah meminta aku berjanji untuk menjadi seorang perawat seperti dirinya."
Elroy terlihat semakin sedih. "Ibu mu memang seorang perawat yang sejati."
"Apakah hubungan tuan dengan ibu ku sangat dekat?"
Elroy menatap Elora. "Kamu tahu kenapa namamu Elora?"
"Kata ibu, itu adalah nama nenekku. Ibu dari ayahku."
Elroy tak bisa menahan air matanya. Air bening itu terlanjur jatuh.
"Tuan, ada apa?"
Elroy memegang wajah Elora. Dia sepertinya ingin mengatakan sesuatu namun ponselnya terlanjur berdering. Ada panggilan dari Mauren.
"Aku pergi dulu." Elroy langsung pergi dengan cepat. Elora menatap lelaki yang masih terlihat tampan itu. Entah mengapa hatinya bergetar saat Elroy memegang wajahnya.
Elora pun kembali masuk ke dalam rumah sakit.
*********
"Elora, giliranmu untuk menemani Enrique ke pesta panen anggur." kata Tizza di pagi ini.
Elora menatap Tizza. "Bibi, bukankah seharusnya giliran Anna dulu?"
"Siapa yang bilang urutan seperti itu? Opa Simone juga sudah setuju kalau kamu yang akan mendampingi Enrique. Acaranya di laksanakan jam 4 sore di perkebunan milik Ernesto. Ini adalah pesta anggur terbesar karena banyak pengusaha dari kota. Kamu sudah selesai membaca buku tentang anggur itu kan?"
Elora terbelalak. Jangankan membacanya, Elora sendiri sudah lupa di mana buku itu berada.
***********
Ada kejutan lagi guys di pesta anggur yang akan membuat pamor Elora menjadi semakin naik.
siapa yg menginginkan kematian elora??
ksh tahu donk thor 🫢🤭
gws mami....