Gavin Wiliam Pranaja seorang dokter tampan yang terpaksa menerima perjodohan dari kedua orangtuanya karena ancaman yang di dapatkannya.
Ancaman untuk mencoreng nama nya sebagai salah satu pewaris keluarga Pranaja, bukan masalah gila harta, tetapi Rumah sakit menjadi salah satu aset yang tertera dalam hak waris. Sebagai seorang yang berjuang, tentu ia tidak akan mau merelakan rumah sakit impiannya begitu saja, terlebih lagi pada sang kakak yang begitu membencinya dan selalu merasa tersaingi.
Perjodohan tak bisa di hindarkan, meskipun gadis yang akan bersanding dengan nya memiliki sifat berbalik dengan sifatnya. Kekanakan dan sangat manja, Gavin membencinya.
Kirana Zahrani, seorang gadis belia yang pasrah di jodohkan dengan seorang dokter tak dikenalnya karena alasan membalas budi baik keluarga Pranaja yang telah membantu operasi sang Papa.
Ejekan dan hinaan di dapatkan Kirana, tetapi ia menanggapinya dengan penuh kesabaran, kesabaran yang berujung perasaan tak di undang untuk satu sama lain. Kelembutan dan ketulusan Kirana membuat hati Gavin menghangat hingga tanpa sadar perasaan itu hadir padanya.
updated pukul 12.00 WIB
Follow Instagram @Alfianaaa05_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peringatan hari kematian
Hari itu hujan turun cukup deras, seorang gadis duduk di halte menunggu bus untuk bisa cepat kembali ke rumahnya. Tetapi, keadaan seakan tak perpihak, sudah hampir 1 jam menunggu, bus tak kunjung datang.
Cuaca hujan membuatnya merasa kedinginan, tak membawa jaket atau kain apapun selain seragam yang dikenakannya, sehingga yang bisa ia lakukan hanya menggosok kedua sisi bahunya.
"Aduhh kok gak ada bus ya, ini dingin banget lagi." Gumam Helena celingak-celinguk.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan bus, seorang pria tampan yang begitu dikenali Helena keluar dengan wajah yang ditekuk masam.
"Gue bilang juga apa, tungguin. Jadi kedinginan kan lo." Desis Fahri lalu memakaikan jaket kepada Helena.
"Ish, kan aku gak tau kalo Kakak sebentar aja main basketnya." Balas Helena membiarkan Fahri menutupi tubuhnya yang kedinginan.
"Ayo gue antar pulang!" ajak Fahri lalu menarik tangan Helena masuk ke dalam mobil.
Helena nurut, ia duduk manis di sebelah Fahri. Rumahnya lumayan jauh, tetapi karena jalanan yang jarang kendaraan membuat mereka cepat sampai meski Helena harus berkali-kali mengucapkan doa di dalam hati karena Fahri yang membawa mobil seperti di arena balap.
"Jantung aku bisa copot, Kak. Makanya aku males kalo bareng Kakak." Protes Helena membuat Fahri gemass.
"Lo, bukannya terima kasih malah protes. Ishh kalo gak sayang, udah gue pites lo!" timpal Fahri yang dibalas kekehan kecil.
Gadis itu segera keluar, tak lupa mengucapkan terima kasih pada kakak kelasnya itu. Ketika Fahri hendak pergi, ia terhenti ketika melihat seorang yang amat dikenalinya baru saja datang dengan motor sport nya.
"Gavin, mau apa dia ke rumah Helena?" gumam Fahri, tanpa sadar tangannya menggenggam stir mobil dengan erat.
Fahri yang tadinya ingin pergi ia urungkan, ia memperhatikan Gavin yang turun dari motor lalu membuka helm full face yang dikenakan nya, ditangan pria itu terdapat bungkusan yang ia berikan kepada Helena.
"Aku kesini bawakan kamu bubur, pasti hujan-hujanan kan tadi?" tebak Gavin menaik turunkan alisnya.
"Ya gitu deh, kamu kan gak sekolah jadi aku naik bus sendiri." Balas Helena menghela nafas pelan.
"Ya udah sana masuk, terus ganti baju dan istirahat." Tutur Gavin dengan lembut.
"Perhatian banget kaya sama pacar aja!" celetuk Helena tersenyum kecil.
"Aku kan emang suka sama kamu, tapi kamu hanya anggap aku sahabat aja." Ujar Gavin sedikit memelankan suaranya.
"Maaf." Lirih Helena menundukkan kepalanya.
Gavin menggeleng, ia segera menarik Helena masuk ke dalam pelukannya dan mengusap punggung gadis itu dengan lembut.
Gavin terkejut ketika ada yang menarik dan mendorong tubuhnya hingga ia tersungkur ke tanah, Helena pun tak kalah terkejut.
"A*jing! maksud lo apa peluk-peluk Helena hah?!" tanya Fahri dengan emosi.
"Lo apa-apaan sih kak, lagian gue meluk Helena ya suka-suka gue!" jawab Gavin tak kalah tinggi.
"Gak!" bantah Fahri sebelum kedua tangannya mencengkram kerah baju Gavin.
"Helena punya gue, dan lo gak ada hak deketin dia!" tukas Fahri lalu menghempaskan Gavin begitu saja.
"Stop! kalian apa-apaan sih." Teriak Helena melihat saudara itu bertengkar.
"Aku bukan punya siapa-siapa, kalian aku anggap sama, cuma sebagai sahabat dan gak lebih. Kalian pergi sekarang, aku muak!" usir Helena lalu masuk ke dalam rumah tanpa peduli panggilan adik dan kakak itu.
Fahri meremat tanah kuburan itu dengan erat, ia kembali menangis jika mengingat kejadian hari itu. Tak berbeda hari ini, hujan juga menjadi saksi bagaimana Fahri berusaha berjuang untuk gadis yang ia cintai, tetap nyatanya takdir tak berpihak.
"Ternyata hari itu lo bohong, Na. Kenapa?" lirih Fahri mengusap nisan bertuliskan nama gadis yang sampai saat ini masih melekat di hatinya.
Fahri tak peduli dengan sekujur tubuhnya yang sudah basah kuyup, setiap tahun inilah yang ia lakukan, datang ke makan Helena untuk sekedar mengingat masa-masa mereka bersama, meski waktu yang singkat dan menyakitkan, ia tetap enggan melupakannya.
"Gue tetap cinta lo, Na, dimana gue cari gadis seperti lo." Lirih Fahri semakin kuat meremat tanah merah kecokelatan itu.
Sementara di tempat lain, Kirana saat ini sedang menuju rumah dengan diantar oleh Gavin, entah apa yang merasuki pria itu sampai mau mengantarnya pulang.
Kirana pun masih bingung dengan Gavin yang terus diam tanpa bicara ketus ataupun dingin padanya, ia bisa melihat ada beban dalam pikirannya.
"Gavin, sejak tadi kau diam, apa kau baik-baik saja?" tanya Kirana pelan.
"Jangan bicara atau kau ku turunkan disini." Bukannya menjawab, Gavin justru mengucapkan hal yang membuat Kirana memilih diam.
Sesampainya di rumah, Kirana hendak turun tetapi Gavin kembali melajukan mobilnya. Hal itu tentu membuatnya bingung.
"Gavin, kau mau ajak aku kemana?" tanya Kirana menatap Gavin bingung.
"Ke tempat orang yang aku cintai." Jawab Gavin tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan di depannya.
Kirana terhenyak, jantungnya terasa mencelos begitu saja mendengar jawaban Gavin. Meski ia tidak mencintai Gavin, tetapi ia adalah istrinya. Pantaskah Gavin membawanya untuk bertemu wanita yang menjadi idaman suaminya?
"Gavin, meski pernikahan ini tanpa cinta, tetapi aku tetap istrimu. Apakah pantas kau mengajakku bertemu wanita yang menjadi idaman suamiku?" tanya Kirana lirih.
"Ya, kau pantas bertemu dengannya agar kau bisa tahu siapa dan bagaimana orang yang aku cintai!" jawab Gavin tegas.
Kirana menangis, ia sakit hati mendengar ucapan Gavin yang seakan membandingkan dirinya dengan wanita itu, selama ini ia sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk pernikahannya, tetapi Gavin seakan tak melihat itu semua.
"Ma, sepertinya aku akan gagal. Aku akan pergi mengejar mimpi setalah berusaha dan gagal untuk mendapatkan cinta Gavin." Batin Kirana menundukkan kepalanya.
NEXT?
BERSAMBUNG.....................
Terima kasih utk karyanya Kak Author 🙏🏻💐
Sehat2 slalu & semangat utk karya barunya 💪🏻👏🏻