Dyah permata baru saja menyelesaikan sekolahnya dia hanya berdua dengan adiknya yang berusia tujuh tahun. Dia pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.
Bagaimana jika dia bertemu dengan anak perempuan yang berusia tiga tahun memanggilnya bunda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mutia al khairat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belajar Mandiri
Semua orang yang menyaksikan kejadian ini membuat mereka hanya menggelengkan kepala.
" Azka lihat putrimu lebih memilih bersama bundanya daripadamu" kata papi Ammar, menepuk punggung Azka. Sedangkan Azka hanya tersenyum masam melihat putrinya bersama Dyah.
" Nona kenapa? " Dyah heran melihat anak asuhnya memeluk kakinya. Aquira mengangkat kepalanya dan melihat Dyah yang sedang tersenyum.
" Bunda darimana saja dari tadi Ira mencari" kata Aquira dengan cemberut, Dyah tersenyum.
" Tadi bunda mengantar makanan untuk kak Fathan setelah itu bunda buat susu untuk nona, ayo kita duduk lihat papi nona sudah menunggu" kata Dyah merasa tak enak Azka dan orangtuanya melihatnya.
Dengan tangan mungil Aquira memegang baju Dyah karena tangan Dyah sedang memegang susu.
" Terlihatkannya cucu oma senang karena sudah bertemu bunda" kata mami Atika, Aquira tersenyum. Kemudian mereka menikmati makanannya sedangkan Dyah menyuapi Aquira karena nona kecil ingin disuapi oleh Dyah.
kamar Dyah
Setelah Dyah mengantar makanan malam untuk Fathan, Fathan langsung mengerjakan tugas sekolah setelah menyelesaikan makananya.
" Kenapa kakak lama datangnya, apa nona susah untuk tidurnya" guman Fathan memasukan buku dalam tasnya.
Kembali ke ruang makan
Keluarga Alexanders sudah selesai dengan makan malamnya sekarang mereka berada di ruanh tengsh sambil mengobrol.
" Dyah bagaimana Fathan disekola" mami Atika, sering mendengar kabar Fathan di sekolah dari kepala sekolah, kalau Fathan anaknya pintar dan cepat beradaptasi dengan lingkungan.
" Alhamdulillah nyonya" kata Dyah dengan hormat, mami Atika menanggukan kepalanya.
" Bunda sekolah itu apa? " Aquira. Dyah tersenyum, " Sekolah itu tempat anak untuk belajar, nona. apa nona ingin sekolah juga? " Dyah, menatap mata Aquira bersinar.
" Tapi nona masih terlalu kecil belum waktunya untuk sekolah, kalau nona ingin sekolah nona harus mandiri dulu" kata Dyah.
" Mandiri itu apa bunda? " Aquira, memalingkan kepalanya terlihat gemes. " Aduh gemesnya bunda melihat nona ayo duduk disini" kata Dyah meminta Aquira duduk di pangkuannya.
Aquira sangat senang bida duduk dipangkuannya sedangkan lainnya hanya mendengarkan.
" Nona harus berani untuk tidur sendiri, makan sendiri, mandi sendiri dan berpakaian sendiri tanpa meminta bantuan bunda" kata Dyah, dengan hati-hati agar nona kecilnya mengerti.
Semua orang melihat Aquira diam dan memainksn jarinya.
" Bagaimana nona? " Dyah, Aquira tersenyum melihat Dyah dan mencium wajah Dyah. " Nona" kata Dyah dengan terharu.
" Terimakasih bunda Ira sayang bunda" Aquira memeluknya. Dyah tersenyum dan membalas pelukan Aquira. " Bunda juga sayang pada nona" sahut Dyah.
Aquira memegang pipi Dyah dengan tangan mungilnya dan melihat Dyah tersenyum manis padanya, Aquira kembali memeluknya.
" Bunda jangan panggil nona lagi ira tak suka, bundakan bundanya Ira jadi bunda harus memanggil Ira. Seperti buku cerita yang bunda ceritakan, bundanya memanggil nama anaknya bukan nona" kata Aquira terdengar sedih.
Membuat suasana sedikit tegang karena mereka mendengarnya, Azka tak ingin putrinya terlalu berhantung pada Dyah segera membujuknya.
" Ira sayang dia bukan bundanya Ira, bunda Ira sudah ada di surga" kata Azka, Aquira menjadi menangis mendengar katanya.
" Nggk bunda adalah bundanya Ira, Ira tak suka papi" tangisan Ira membuat yang lainnya ikut sedih.
" Dyah tolong bawa Ira ke kamarnya " kata Mami Atika juga merasa sedih melihat cucunya menamhis.
Dyah menanggukan kepalanya kemudian dia membawa Aquira ke kamarnya.
"Azka, kenapa kamu berbicara begitu pada putrimu dia masih kecil" kata papi Ammar, kurang menyukai sikap Azka.
" Papi tahu sendirikan bundanya sudah meninggal Ira harus mengetahuinya, agar jangan menyebut pengasuh itu dengan sebutkan bunda" kata Azka.
" Itu semua karena salah kamu sendiri meninggalkan cucu kami malah pergi ke luar negeri. kamu kira papi tak tahu kamu memiliki kekasih disana" kata papi Ammar dengan tegasnya dan mengajak istrinya masuk ke kamar.
Sedangkan Azka mengusap wajahnya secara kasar, dia tahu kalau dia salah. Besok dia harus membujuk putrinya.