Asyh, gadis belia yang pergi ke Amerika untuk melanjutkan studinya. Baru saja sampai ke Negara Paman Sam itu. Asyh sudah menyaksikan kejadian yang membuat hatinya begitu terluka yakni dang kekasih berselingkuh dengan wanita lain.
Lari dari pria 'jahat' itu adalah pilihan Asyh satu-satunya. Dengan segala kekecewaannya, Asyh berlari hingga ke basement apartemen sang kekasih dan malah tidak sengaja menyaksikan sebuah adegan pembunuhan keji.
Asyh dilepaskan oleh dua orang pria yang melakukan pembunuhan itu. Sayangnya, tanpa ia sadari semua itu adalah awal 'kehidupan barunya'.
WARNING!!!
Terdapat Unsur Dewasa dan Adegan Kekerasan di Beberapa Bab!
Harap Bijak Memilih Bacaan dan Bacalah Sesuai Dengan Usia Anda!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZmLing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menolak untuk Pergi
"Aku akan menceritakannya nanti." Arlen menjawab dengan suara sendu.
"Baiklah. Aku tidak memaksa. Aku ngantuk lagi setelah makan." Asyh menguap lebar.
"Ayo, kita mandi dulu sebelum tidur." Arlen mengajak Asyh dengan suara lembut.
"Ma maksudmu kita mandi bersama?" Asyh menatap wajah Arlen, panik.
Arlen mengangguk.
"Ti tidak mau!" Asyh menolak dan menutupi dadanya dengan menyilangkan tangannya.
"Tidak ada penolakan." Arlen sontak menggendong Asyh masuk ke dalam kamar mandi.
"Babe, aku tidak mau mandi bersama. Mandi sendiri saja." Asyh kembali menolak dan bernegosiasi dengan Arlen.
"No darling. Aku sudah bertekad untuk menjagamu, jadi aku akan memilikimu dengan cara yang lebih halus. Kau tidak mungkinkan mengijinkan pria lain menyentuh apa yang sudah aku lihat?" Arlen memojokkan Asyh pada dinding kamar mandi dan membuka pakaian Asyh.
"Ta tapi aku malu." Asyh menunduk namun tidak menolak Arlen.
"Kita hanya mandi. Tidak lebih. Jangan lupa! Kau milikku dan aku punya hak penuh atas dirimu." Arlen menegaskan setiap katanya dan kini Asyh sudah polos tanpa sehelai benang.
Indah, itu yang dapat mewakili pikiran Arlen saat menatap Asyh.
Sekuat tenaga Arlen menahan gejolak dalam dirinya agar tidak melakukan hal lebih selain menyentuh kekasihnya itu dengan tangan.
Arlen kini melepaskan semua pakaiannya juga.
Asyh memejamkan matanya erat enggan untuk melihat Arlen, dan Arlen mencoba mengerti.
Arlen menghidupkan air shower untuk membasahi tubuh mereka.
"Kau hadap ke dinding saja jika malu melihatku!" Arlen membalikkan tubuh Asyh menghadap ke dinding.
Arlen segera menuntun Asyh membersihkan tubuh mereka.
Tiga puluh menit kemudian mereka selesai dan keluar dari kamar mandi.
Asyh mengenakan setelan piyama tidur, begitupun Arlen.
"Ayo, kita tidur. Besok sudah masuk akhir pekan, dan aku akan mengajakmu ke suatu tempat." Arlen menggendong Asyh naik ke atas tempat tidur dan membaringkan Asyh dengan hati-hati.
"Boleh aku memelukmu?" Asyh bertanya malu-malu.
"Untuk apa bertanya? Aku milikmu! Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan padaku tapi jangan khianati dan sakiti aku." Arlen menarik Asyh ke dalam pelukannya.
"Tidurlah!" Arlen membelai lembut rambut Asyh.
Perlahan Asyh pun tertidur.
Arlen baru memejamkan matanya setelah Asyh.
••••••••••••••••••••
"Sshhhh..." Asyh meringis pelan dan tersadar dari tidurnya.
Asyh terjaga karena ingin ke kamar mandi, sayangnya Arlen memeluknya dengan erat.
Hari pun sudah pagi.
"Babe, aku harus ke kamar mandi." Asyh menepuk pelan pipi Arlen yang masih banyak luka itu meski bengkak nya sudah surut.
"Ehm..." Arlen berdehem pelan dan melepaskan pelukannya dari Asyh.
Asyh segera turun dari ranjang dan berlari masuk ke kamar mandi
Arlen tersenyum kecil dan kembali memejamkan matanya.
Asyh di dalam kamar mandi juga sekalian langsung membersihkan dirinya.
Setengah jam kemudian Asyh keluar dari kamar mandi.
"Eh, kenapa dia masih tidur? Apa tidak takut terlambat ke kampus?" Asyh bermonolog sendiri.
Tanpa berpikir panjang, Asyh langsung naik ke atas ranjang untuk membangunkan Arlen padahal dirinya hanya mengenakan handuk.
"Babe, bangun! Ini sudah siang. Kau tidak akan ke kampus hari ini?" Asyh bertanya dengan hati-hati.
"Ini sabtu, darling." Arlen menjawab dengan malas.
"Astaga, aku lupa." Asyh menepuk keningnya.
Asyh hendak turun dari tempat tidur, namun gerakan Arlen terlalu cepat hingga kini Asyh berada di bawahnya.
"Apa?" Asyh mulai panik.
"Kau sangat menggoda, darling." Arlen melancarkan cumbuannya pada leher jenjang Asyh
Arlen sengaja meninggalkan jejak kepemilikan di sana.
"Babe, jangan!" Asyh menolak saat tangan Arlen ingin menelusup masuk ke dalam selah pahanya.
Arlen tersenyum.
"Baiklah, aku tidak akan." Arlen bangkit dari atas tubuh Asyh dan turun dari ranjang lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Asyh menolak karena takut tidak mampu mengontrol diri.
Asyh segera turun dari ranjang dan mengenakan pakaian, tidak lupa Asyh juga memilihkan pakaian yang lebih santai untuk Arlen.
"Akh..kenapa dia meninggalkan jejak?" Asyh merengek kesal sekaligus malu.
Asyh segera mencari sesuatu yang biss ia gunakan untuk menutupi lehernya.
Ia kemudian mendapatkan beberapa helai syal.
"Ini tidak..ini juga tidak.." Asyh mencocokkan syal
-syal tersebut dengan dress yang ia pakai.
"Sedang apa?" Arlen bertanya dengan suara beratnya.
"Kau menyebalkan! Kenapa meninggalkan jejak merah di leherku?" Asyh bertanya kesal.
Arlen tersenyum santai.
"Apa kau keberatan? Jika keberatan, aku bisa menghapusnya atau merubahnya menjadi bentuk lain dengan pisau kesayanganku." Arlen sambil mengenakan pakaian yang sudah Asyh pilihkan tadi.
Mendengar kata pisau membuat Asyh akhirnya menyimpan semua syalnya kembali.
"Sudah ku katakan Asyh Xaezalista, kau adalah milikku dan aku berhak melakukan apapun atas dirimu kapanpun aku mau!" Arlen menekankan setiap katanya dengan gaya santai.
"Baiklah baik, aku yang salah." Asyh dengan malas duduk di kursi meja rias dan menyisir rambutnya.
"Biar aku yang lakukan." Arlen merebut lembut sisir dari tangan Asyh dan dengan telaten Arlen menyisir rambut Asyh lalu mengikatnya ke atas.
"Babe, kenapa diikat?" Asyh protes.
"Kenapa? Tidak suka? Jika tidak suka, aku bisa memotong rambutmu hingga pendek dan tentunya tidak akan mengurangi kecantikanmu." Arlen menatap Asyh tajam.
"Terserah saja." Asyh memasang wajah cemberut.
"Ayo turun! Setelah sarapan, aku akan membawamu jalan-jalan." Arlen menarik tangan Asyh dengan lembut dan mereka pun keluar dari kamar.
Asyh berusaha menutupi bekas merah di lehernya dengan telapak tangannya, namun Arlen selalu menurunkan telapak tangannya.
"Selamat pagi Tuan Arlen, Nona Asyh. Maaf mendahului kalian." Xello yang sedang sarapan di ruang makan menyapa keduanya.
Arlen tidak menjawab, Asyh bersembunyi di belakang Arlen.
Arlen menuntun Asyh duduk di tempat mereka.
Arlen dan Asyh menyantap sarapan mereka dalam hening.
"Xello, aku ingin kau ke Indonesia dan menangani perusahaan baru ku di sana!" Arlen tiba-tiba bersuara.
"Big No! Aku tidak akan pergi kemanapun!" Xello menolak keras keinginan Arlen.
"Keputusanku sudah bulat! Aku tidak ingin ada yang mengganggu hidupku apalagi sampai merusak hubungan percintaanku." Arlen menghentikan pergerakan tangannya
"Tidak kak. Aku tetap tidak akan pergi. Aku bisa pergi dari kastil ini, tapi tidak jika harus pergi dari negara ini dan meninggalkanmu sendiri." Xello tetap menolak dengan tegas.
"Aku tidak butuh simpati darimu!" Arlen menatap tajam pada Xello.
"Aku adikmu, Xello Addison! Di dalam tubuh kita mengalir darah yang sama. Lalu apa salahku jika aku ingin melindungimu?" Xello meninggikan suaranya.
Asyh menunduk mendengar perdebatan kedua pria yang sama-sama keras itu
"Kau adikku, tapi kau selalu berusaha bersaing denganku. Kau pikir aku tidak tahu?" Arlen dengan suara datar dan tenang.
"Sudah ku katakan, semua yang ku lakukan adalah untuk melindungimu!" Xello kembali menegaskan setiap katanya.
"Ikut denganku!" Arlen bangkit dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan Xello dan Asyh.
...~ TO BE CONTINUE ~...
pelakor dilaknat dan dibinasakan
sedangkan
pebinor bebas berbuat semuanya dan diperlakukan lembut, kesalahan beres begitu saja, bahkan pebinor diperlakukan sangat lembut melebih sang suami
ini pemikiran menjijikan dari wanita jablay dan munafik yang dibawa kedalam novel