Sebuah rasa yang sudah ada sejak lama. Yang menjadikan rasa itu kini ada di dalam satu ikatan. Ikatan sah pernikahan. Namun sayang, entah apa masalahnya, kini, orang yang dulu begitu memperhatikan dirinya malah menjadi jauh dari pandangan nya. Jauh dari hatinya.
Alika Giska Anugrah, wanita cantik berusia 25 tahun, wanita yang mandiri yang sudah memiliki usaha sendiri itu harus mau di jodohkan dengan Malik, anak dari sahabat orangtuanya. Lagipun, Giska pun sudah memiliki rasa yang bisa di sebut cinta. Dari itulah, Giska sangat setuju dan mau untuk menikah dengan Malik.
Tapi, siapa sangka, Malik yang dulu selalu mengalah padanya. Kini, malah berbanding terbalik. Setelah menjadi suami dari Giska, Malik malah jadi orang yang pendiam dan bahkan tak mau menyentuh Giska.
Kira-kira, apakah alasan Malik? Sampai menjadi pria yang dingin dan tak tersentuh?! Yuk baca! 😁
Kisah anak dari Anugrah dan Keanu--> (Ketika Dua Anu Jatuh Cinta)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Rumah sederhana itu terlihat sepi, tidak ada mobil yang biasanya terparkir di halaman. Bahkan, lampunya saja belum ada yang menyala. Semua terlihat sangat gelap dan menyeramkan. Tapi, Giska tak takut, ia justru langsung turun dari motornya dan memutar kunci setelah mengambilnya dari dalam tas.
Begitu masuk, ia buru-buru untuk menekan saklar agar semua ruangan terang. Dari lampu teras, sampai lampu dapur, kini sudah nyala semua. Begitu juga kamarnya yang baru ia masuki.
Rasanya, ia tak perduli lagi pada seseorang yang katanya sudah pulang, namun ternyata tidak ada di rumah. Entah ke mana perginya, yang jelas Giska benar-benar tidak tahu. Bahkan pintu depan saja sudah ia kunci. Karena kini saatnya untuk di istirahat. Bukan untuk memikirkan seseorang yang tak diketahui keberadaannya.
Hingga pagi menyapa, Giska tidak mendengar gedoran ataupun suara telpon yang meminta di bukakan pintu. Sampai di mana dia sudah selesai shalat subuh, ia membawa dirinya ke depan rumah. Siapa tahu ada seseorang yang ingin masuk namun enggan mengganggu.
Tapi, ternyata. Di depan rumahnya tidak ada apa-apa dan siapa-siapa. Hanya ada motornya yang terparkir asal di teras rumah. Giska yang masih mengenakan mukenah itu mengedarkan pandangannya, mungkin mobil suaminya itu terparkir di tempat lain. Namun, lagi-lagi zoonk. Tidak ada apapun di setiap yang dia lihat.
Giska mengembuskan napas kasarnya, lantas memutuskan untuk kembali ke dalam rumah.
Tidak sampai di sana, karena nyatanya, Malik tidak pulang sampai waktu untuk Giska berangkat ke toko tiba. Rasa penasaran memang ada, di dalam benak gadis 25 tahun itu. Tapi, untuk menanyakan rasanya dia sangat enggan. Yang akhirnya, membuatnya tetap berangkat tanpa bertanya pada Malik, walaupun hanya lewat ponsel.
..._-_-_-_...
Sampai di toko, ia mulai bekerja dengan dua karyawannya. Ditambah lagi, hari ini banyak sekali barang yang datang. Ketiga perempuan beda usia namun masih sama-sama muda itupun sibuk. Sesekali istirahat saat lelah melanda mereka. Bahkan Giska sampai malam di sana, karena barang yang datang langsung di serbu pelanggan nya.
Sungguh, yang namanya rezeki tidak bisa di sangka-sangka. Tiba-tiba saja, banyak sekali para anak muda yang belanja di sana, mereka bilang dapat rekomendasi toko baju muslim dari Bu Hajjah Endah. Giska sampai menelpon Bu Hajjah untuk mengucapkan terimakasih.
Yang akhirnya, Giska malah di undang untuk menghadiri pengajian di rumahnya yang akan di adakan hari Jumat mendatang. Giska tentu sangat setuju. Namun, tentu harus izin dulu dengan sang suami. Walaupun sedingin apapun sikap Malik, ia masih suaminya, jadi Giska tetap harus minta izin terlebih dahulu.
"Terimakasih, undangannya bu. Tapi, saya tidak bisa janji. Karena harus izin dulu dengan suami." begitu ujar Giska pada Bu Hajjah Endah.
"Tidak apa-apa, Nak. Silakan izin terlebih dulu, ridho suami sangat penting Nak, untuk perginya seorang istri." kata Bu Hajjah Endah pada Giska.
Dan malamnya, saat Giska pulang ke rumah. Nyatanya, keadaan masih sepi. Masih sama seperti saat kemarin ia pulang dari Kedai. Dan itu semua semakin membuat Giska tidak habis pikir. Ke mana sebenarnya suaminya itu?
Kini, setelah shalat isya, ia mencoba menelpon nomor suaminya. Jujur saja, dalam benaknya ada rasa khawatir dan takut, jika sampai ternyata Malik tidak pulang karena keadaan yang tidak baik.
Namun sayang, teleponnya sama sekali tidak di jawab. Membuat Giska bolak-balik membuat panggilan ulang, yang nyatanya tidak ada jawaban sama sekali.
Giska lantas mencoba menghubungi Mika, ia berharap kalau suaminya itu ada di sana. Entah pulang atau tidak. Ia hanya ingin Mas Malik-nya baik-baik saja.
"Assalamu'alaikum, Lik," sapa Mika di seberang sana.
"Wa'alaikumsallam, Ka, Mas Malik masih di Kedai?" tanya Giska langsung.
"Sudah, pulang. Ini juga aku baru sampai di Kostan." jawab Mika. Ya, Mika memang masih ngekost. Kostan yang awalnya di tempati oleh dirinya dan sang Kakak. Namun setelah menikah Malik lalu tinggal dengan istrinya, Giska.
"Mmm, jam berapa? Kemungkinan sudah sampai belum kira-kira?" tanya Giska lagi dengan nada yang buru-buru.
"Harusnya sih, sudah sampai Lik. Secara Mas Malik pulang duluan, tadi pagi juga, berangkat siang." tutur Mika.
Dahi Giska semakin berkerut, rasa penasaran semakin melanda dirinya. Dadanya berdebar kencang, pikiran buruk akan suaminya bermunculan. Sampai membayangkan kalau Malik nya itu pulang ke rumah lain.
Giska menggelengkan kepalanya, 'Ya Allaah, jangan sampai.' begitu ujarnya dalam hati.
"Ada, apa memangnya, Lik? Kamu mau di jemput?" tanya Mika saat Kakak iparnya itu diam.
"Eh. Enggak, aku sudah sampai rumah. Tapi, Mas Malik belum sampai," ucapnya. "Ya, sudah. Aku mau nyiapin makan malam dulu ya, assalamu'alaikum." pamit Giska pada sang adik ipar.
Begitu ponselnya berlayar gelap, ia lantas beranjak dari duduknya. Mengganti pakaiannya dan bersiap pergi. Ia memang tidak tahu akan mencari Malik ke mana. Tapi, hatinya mengatakan untuk mencoba.
Giska keluar dari rumah, mengunci pintu dan menaiki motor. Ia lantas memakai helm dan mulai menjalankannya. Di jalan yang masih sangat ramai, ia benar-benar tidak mengerti akan ke mana. Yang jelas kini ia sudah berada di antara pengendara lain di jalan besar.
Ia melambat kan laju motornya, menengok kanan dan kiri, berharap ia bisa melihat mobil suaminya. Ia berharap mobil suaminya terparkir di pinggir jalan karena rodanya yang kempes atau bocor.
Ia ingin membuang jauh-jauh pikiran buruk yang ada di kepalanya. Namun sayang, sudah begitu jauh ia membawa motornya di jalan besar yang biasa di lewati suaminya dari Kedai ke rumah, nyatanya ia tak mendapatkan juga keberadaan sang suami.
'Di mana, sebenernya kamu, Mas?' tanya Giska dalam hatinya. Ia benar-benar bingung juga khawatir. Ia lantas memberhentikan motornya di pinggir jalan, ia masih mencoba menghubungi suaminya itu. Namun, lagi-lagi tak mendapat jawaban apa-apa.
Akhirnya, Giska memutuskan untuk pulang. Rasanya ia tak tahu lagi harus ke mana, sedangakan untuk meminta bantuan Mika, jelas tidak mungkin. Karena, jika itu ia lakukan, maka Mika akan tahu kalau dirinya dan sang suami tengah tidak baik-baik saja.
Sesampainya di rumah, ia dikejutkan dengan mobil Malik yang sudah terparkir di halaman. Sedikit saja Giska lega, berarti suaminya itu sudah pulang. Ia lantas buru-buru masuk setelah memastikan motornya aman di teras.
"Assalamu'alaikum," ucapnya begitu masuk rumah.
"Wa'alaikumsallam. Dari mana?" tanya Malik dengan raut wajah yang semakin dingin.
Belum Giska menjawab, Malik sudah berbicara lagi. "Apa, kamu tidak tahu kalau istri keluar rumah, tanpa izin itu dosa!" kesal Malik pada Giska yang diam di tempatnya.
Giska semakin mengerutkan kening, menatap kesal pada sang suami yang tadi begitu ia khawatirkan, nyatanya malah mengatakan kalimat yang membuatnya kesal.
giska boleh nampak effort kamu tu untuk selesaikan masalah
nolong orang justru menyusahkan diri sendiri dan menyakiti keluarga.... hedeeee