Dari kecil hidupku sudah ku abdikan pada keluarga yang mengangkatku sebagai anak, aku adalah anak panti yang tanpa nasab, ibuku dulu seorang budak dan dia di bunuh oleh seseorang entah siapa setelah menitipkan aku di panti asuhan. Sejak umur 10 tahun seorang donatur mengadopsiku, dia adalah tuan Samer dan Ibu Luci, mereka mengangkat ku sebagai pancingan agar mempunyai anak, dan benar saja setelah satu tahun aku bersama mereka mereka mempunyai seorang anak perempuan. Tuan Samer memintaku untuk selalu melindungi anak kandungnya, hingga suatu ketika terjadi bencana dalam keluarga tuan Samer, anak dari tuan Samer memanipulasi dokumen dari sebuah perusahaan besar di negara ini. Pemilik perusahaan geram dan itulah awal kisah baru ku. Aku di tuntut oleh Nyonya Lusi menggantikan anaknya sebagai tawanan seorang yang kejam pemilik perusahaan tersebut. Diriku di sekap dan di kurung dalam penjara, entah apa yang akan ku dapatkan. Benci, dendam atau cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dosakah Bila Membencinya
🌸🌸🌸
Sudah satu bulan lebih aku terkurung, jujur saja aku merasa rindu pada kehidupan dulu yang ku jalani dulu. Bagaimana dengan keadaan orang-orang yang ku sayang sekarang? ammah, baba, dan para murid-murid yang ku bimbing. Apakah mereka juga merindukan ku?
Rabb, apa pun takdir yang engkau coretkan untuk ku, aku ikhlas, tujuan ku hidup kini hanya satu yaitu beribadah. Meski begitu banyak dosa yang hamba lakukan tapi aku mohon lindungi lah hamba dan jauhkanlah dari marah bahaya dan kesesatan. Hanya padamu lah Rabb hamba memohon, dan hanya padamu hamba mengharap.
Aku bersyukur di akhir-akhir ini dia tidak terlalu kasar pada ku, mungkin karena dia takut jika aku mati dia tidak akan bisa menyiksaku lagi, karena setiap aku sakit dia begitu kesal. Mungkin kesal karena tidak bisa memerintah ku semaunya.
Seperti biasa setiap hari aku harus melakukan tugas yang dia perintahkan. Entah kenapa sore ini dia terlihat lebih diam dari biasanya. Saat pulang dia juga langsung ke kamar, dan saat makan malam pun dia tidak turun dari kamarnya. Bahkan sudah pukul sembilan malam terlihat hidangan masih utuh belum dia sentuh. Kenapa dengan dirinya? sempat berfikir begitu, tapi pikiran ini segera ku tampik, bukan urusan ku. Aku lebih memilih kembali ke kamar ku guna untuk istirahat besok pekerjaan ku masih banyak. Selesai sholat Isyak ku rebahkan diri ini di atas ranjang dan memilih untuk memejamkan mata. Di sepertiga malam aku terbangun dan melaksanakan sholat malam, ku lanjutkan dengan berdzikir sampai subuh, selesai sholat subuh ku gunakan niqab dan mulai keluar dari dalam kamar untuk melakukan pekerjaan ku. Saat di dapur ku lihat Bu Lena sudah mencuci piring bekas makanan tadi malam.
"Maaf Bu, biar saya saja yang melakukannya!" kata ku tak enak pada Bu Lena.
"Dulu, sebelum menjadi kepala pelayan ini adalah pekerjaan ku, jadi kamu jangan merasa gak enak!" balas Bu Lena seraya mengelap tangannya dengan tisu.
"Tadi malam tuan tidak makan" lanjut Bu Lena. aku mendongak menatap Bu Lena penuh tanya.
"Apa tuan sakit?" reflek ku. Bu Lena menggeleng.
"Kata tuan Gio tidak" balas Bu Lena.
"Ya sudah, sekarang lebih baik kamu buatin sarapan saja untuk tuan muda!" lanjut Bu Lena. Aku mengangguk. Bu Lena segera pergi dari dapur dan terlihat dia menemui para pengawal yang menjaga si pintu depan.
Kadang aku iri pada Bu Lena, dia bisa keluar masuk rumah ini dengan bebas. Sedangkan aku terpenjara di dalam, keluar ke halaman depan saja tidak di perbolehkan. Ya, siapalah aku, aku hanya seorang tawanan. Bersyukur saja setidaknya dia tidak mengikat ku. walaupun dia menyiksa batin ku.
Semangkok bubur ayam sudah tersaji, aku tinggal membikin susu. Saat akan membuat susu Bu Lena menghampiriku. Dia melihat semangkok bubur ayam yang sudah siap di meja makan. Lalu dia bilang jika tuan tidak sarapan di rumah.
"Kata tuan, beliau tidak sarapan di rumah" seketika ku hentikan aktifitas ku saat membuat susu.
"Oh, kalau gitu bubur ini akan aku simpan saja Bu" jawab ku.
"Kenapa gak kamu makan saja?" tanya Bu Lena.
"Aku puasa Bu" jawab ku. Bu Lena mengangguk mengerti, dia berpamitan untuk menemui para penjaga di luar. Melihat Bu Lena yang sudah keluar aku melirik pada bubur yang ada di meja makan. entah kenapa perasaanku merasa sedikit kecewa. Susu yang sudah jadi pun kini ku simpan bersama bubur ayam di kitchen set. Segera ku beranjak dan mengerjakan pekerjaan lain di rumah ini.
Pandanganku dengan dia bertemu sejenak manakala dia turun dari tangga dan aku sedang mengelap vas bunga yang ada di sebelah kanan tangga dia berhenti sejenak, lalu kembali melangkah tanpa kata apa pun. Harusnya aku tak sedih, tapi kenapa hati ini merasa ada yang hampa.
Sejak saat itu dia tak pernah datang lagi ke rumah ini, jujur saja aku merasa senang karena pekerjaan ku tidak begitulah terlalu tertekan dengan adanya dirinya disini. Tapi entah kenapa ada sesuatu yang kosong, mungkin aku terlalu merindukan kebersamaan dengan ammah dan ane di panti dulu, mereka begitu baik padaku sampai aku mendapat kasih sayang layaknya seorang ibu pada anaknya. Andai ku pegang ponsel ku, pasti aku akan menghubungi ammah menanyakan kabarnya, teringat ponsel aku jadi merasa bersalah dan tidak bertanggung jawab dengan tugasku di Mesir yaitu menjadi pembimbing para mahasiswa dan kini asisten ku pasti sangat bingung, apalagi tak ada konteks sedikitpun dariku. Menghela nafas panjang itu lah yang saat ini aku lakukan di kolam ikan yang ada di belakang rumah. Disini lah tempat yang paling aku suka di rumah ini. Selain memberi makan ikan aku juga merasa terhibur dengan melihat mereka yang saling berebut makanan. Mungkin dari sisi itu bisa di gambarkan jika kita menginginkan sesuatu maka kita harus berusaha tak peduli rasa lelah, yang terpenting kita harus berusaha mendapatkan apa yang kita mau. Layaknya sebuah obsesi. Obsesi?
Masih pantaskah jika diriku menginginkan itu. Mungkin semua itu hanyalah sebuah angan. Angan yang tak akan bisa terwujud pada kehidupan ku kini, semua sudah sirna baik mimpi, obsesi bahkan berambisi pun kini hanya bualan semata. Di balik niqab ini bibirku tersenyum kecut dan kembali memberi makan ikan yang ada di kolam ini. Samar-samar terdengar suara langkah kaki, dan benar saja, sekarang di samping ku ada Bu Lena yang menatap ke dalam kolam melihat ikan-ikan pada berebut makanan.
"Aku lihat kamu akhir-akhir ini kamu sering melamun disini?"
"Anda belum tidur?" alih ku bertanya tanpa menjawab. Bu Lena mengulas senyum hambar.
"Ya, kamu betul, bahkan ini sudah lewat dari jam sembilan malam, sebaiknya kamu juga segera istirahat" timpal Bu Lena.
"Selamat malam" pamitnya melenggang masuk kembali ke dalam. Ku menarik nafas dalam sejenak, Bu Lena benar malam makin larut dan saatnya tubuh ini untuk istirahat.
Mata ini sulit sekali terpejam, kenapa aku memikirkan dia? mungkin ini karena rasa benci ku padanya yang bertambah besar. Hingga bayangan nya selalu di pelupuk mata. Tatapan mata yang tajam yang menyiratkan kebencian nya saat menatap ku. Dosa kah bila aku membenci nya ya Rabb, tak ada sedikit pun alasan diri ini untuk tidak membencinya. Bagi ku dia terlalu kejam entah semua itu dia lakukan hanya padaku atau pun dengan wanita lain tapi hamba mohon kuatkan lah hamba seperti engkau menguatkan iman Asiyah binti Muzahim ndungilah hamba seperti engkau melindungi Asiyah binti Muzahim.