"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan yang Membuat Jengkel
Marni mengucap salam saat memasuki rumah. Terlihat Bude Sri sedang membereskan dagangannya yang sudah tinggal sedikit.
"Laris Bude?" Marni mencium tangan Bude Sri melihat meja yang tadinya penuh berisi sayur mayur terlihat tinggal sisa-sisa saja.
"Alhamdulillah. Kamu juga, Jamune habis Ndok?"
"Alhamdulillah Bude. Tadi awalnya masih cari pembeli, alhamdulillah, pas lewat sekolah TK yang ada di ujung jalan ramai dibeli Ibu-Ibu tang lagi nunggu anaknya."
"Matur suwon Gusti Allah, hari ini Kami ketiban rezeki. Semoga setiap hari jualan Kami laris manis."
"Aamiin."
"Ndok, wis mangan urung? Bude tadi masak sop. Yuk makan."
"Iya Bude. Udah laper juga."
"Biar Marni saja yang cuci piring Bude. Bude sudah capek masak sama jualan."
Saat keduanya selesai makan, terdengar suara salam dari luar rumah.
"Biar Bude saja yang keluar."
Bude Sri menuju kekuar membuka pintu menyambut tamu yang datang.
"Ini, Bu Sri ya, Budenya Mbak Marni?" Perkenalkan Saya Sudarmi, Bu RT disini. Dan ini Bu Minto Bendahara RT." Keduanya tersenyum sambil menyodorkan tangan bersalaman bergantian dengan Bude Sri.
"Mari Bu RT, Bu Bendahara, silahkan masuk. Aduh, maaf gak ada kursi jadi duduk lesehan ditikar begini."
"Gapapa Bu. Namanya juga baru pindah. Mbak Marninya kemana?"
"Loh, Bu RT, Ibu," Marni baru saja selesai mencuci piring segera ikut bergabung. Saat sedang di dapur Marni mendengar suara dan menyebut namanya.
"Mbak Marni, Saya kesini bersama Bu Minto, Bendahara RT Kita. Sekalian mau kenalan juga sama Bu Sri. Ini loh, Saya kesini juga mau memberi tahu kalau sebagai warga disini ada kewajiban yang harus di penuhi. Monggo Bu Minto di lanjut penjelasannya."
"Jadi begini Bu Sri, Mbak Marni, Saya sebagai Bendahara hanya menjalankan tugas menyampaikan amanah berdasarkan kesepakatan bersama ada kewajiban iuran yang harus dibayar setiap kepala warga sebesar dua puluh lima ribu setiap bulan. Iuran itu dimaksudkan untuk membayar uang kebersihan seperti sampah, dan uang keamanan bagi petugas yang biasa jaga setiap malam. Dan ada juga alokasi untuk dana sosial dan kematian untuk kepengurusan jenazah."
Marni dan Bude Sri manggut-manggut, menerima apa yang disampaikan oleh Bu Minto selaku Bendahara RT.
"Maaf disini Bu Sri dan Mbak Marni hanya bersua saja atau ada kepala keluarganya?" kali ini Bu RT bertanya.
"Kami hanya tinggal berdua saja Bu RT." jawab Bude Sri.
"Oh begitu. Kalau boleh tahu, maaf loh ya, Mbak Marni ini sudah menikah atau bagaimana ya?"
"Saya belum menikah." jawab Marni.
"Kalau Saya janda, Suami sudah lama berpulang." Bude Sri juga menjelaskan status dirinya.
"Iya, Iya. Jadi yang menjadi penanggung jawab disini siapa? Soalnya biasanya setiap bulan Kami pengurus RT mengadakan pertemuan bulanan. Saya berharap Bu Sri atau Mbak Marni bisa ikut hadir sebagai warga."
"Begini saja Bu RT, sebagai Saya yang lebih tua dan Saya adalah Budenya Marni, maka Saya bertanggung jawab di rumah ini. Adapun Kami insha Allah akan berpartisipasi dan turut mendukung apa yang sudah dijalankan disini."
"Alhamdulillah. Senang mendengarnya Bu Sri. Oh ya, Bu, begini, maaf sekali sebelumnya. Saya hanya menyampaikan saja apa yang menjadi masukan dari warga. Jadi begini, Bu Sri dan Marni ini kan hanya tinggal berdua dan sudah Kita sama-sama ketahui, bahwa baik Bu Sri maupun Mbak Marni tidak ada yang berstatus menikah. Jadi Saya harap kedepannya tidak ada hal-hal yang bisa memicu kesalahpahaman. Maaf loh ini sebelumnya."
Tentu saja baik Bude Sri maupun Marni sedikit tersinggung dengan apa yang disampaikan Bu RT.
Namun baik Bude Sri dan Marni tidak menunjukkan ketidaknyamanan itu kepada tamu Mereka.
"Bu RT, Bu Minto, sebekumnya terima kasih sudah memberikan Kami informasi dan hadir menemui Kami sebagai warga baru disini. Kami berdua terima kasih atas penerimaan sebagai bagian dari warga di lingkungan RT sini. Kami berdua pada dasarnya juga berharap kedepannya bisa saling menghormati dan memahami sesama tetangga dan warga. Kami memang dalam posisi sendiri namun Insha Allah Selama ini baik Saya maupun Marni keponakan Saya tidak pernah ada niatan untuk menjadi perusak rumah tangga orang. Jadi Bu RT dan Ibu-Ibu disini semuanya jangan khawatir. Saya pastikan Keponakan Saya tidak akan melakukan hal seperti itu." Tidak ada emosi, pelan namun tegas akan setiap kata demi kata yang terlontar dari bibir Bude Sri.
"Duh, maaf Bu Sri bukan maksud menyinggung. Saya hanya ingin semua tetap dalam situasi yang baik. Jangan marah dan tersinggung ya Bu Sri, Mbak Marni."
"Tidak apa-apa. Wajar toh saling mengingatkan sesama manusia. Saya dan Marni juga biasa saja dan terima kasih sudah diingatkan. Walah malah lupa nawari minum."
"Iya Bu RT dan Bu Bendahara sebentar Saya buatkan minum dulu ya."
"Tidak usah Mbak Marni, Kami juga sekalian mau pamit saja. Itu saja yang mau Kami sampaikan. Boleh Saya minta no ponsel Mbak Marni atau Bu Sri?"
Marni memberikan nomor ponselnya dan keduanya saling bertukar nomor juga dengan Bu Bendahara.
"Kalau begitu Kami permisi dulu Bu Sri, Mbak Marni."
Setelah mengantar kedua pengurus RT Bude Sri dan Marni kini duduk di ruang tamu lesehan diatas tikar.
"Kenapa Bude?" Marni melihat wajah cemberut Bude Sri.
"Bude hanya gak suka saja sama kata-katanya tadi. Maksudnya apa? Mereka mau bilang Kamu jangan menggoda bojone Mereka? Lah kalau kegoda berarti bojone saja yang matane jelalatan! Kuesel Bude enak saja Kamu sudah dituduh begitu!"
"Sudah Bude. Biarkan saja. Orang mau bilang apa. Aku ya ora urus Bude. Sing penting Kita jadi wong bener. Gitukan Bude selalu ingetin Marni?"
"Iya. Tapi Bude yang jengkel saja." terlihat raut wajah Bude Sri masih kesal.
"Jangan cemberut begitu, nanti cuantiknya bidadari tanpa sayap Marni hilang deh!"
"Bisa saja Kamu Ndok, mana ada bidadari keriput."
"Loh ini bukan keriput Bude, tapi make up karakter!"
"Kamu ini, ada saja bikin Bude ketawa. Makasi ya Ndok udah mau bersama Bude. Nampung Bude sama Kamu."
"Loh kok jadi nangis begini, wes toh Bude. Mending Kita belanja saja yuk. Sekalian Marni mau beli bahan-bahan Jamu. Bude juga kan mau belanja buat dagang besok."
"Iya. Tadi si Siti udah nawarin sama Bude kalo buat dagang sayuran ambil di dia saja. Bude mau kesana saja. Dia juga bilang, boleh ambil dulu. Tapi Bude gak mau, seadanya saja modal yang ada. Nanti diputerin. Bude kadi beban kalau ngutang begitu."
"Iya Bude pelan-pelan aja. Rezekinya pasti akan mengikuti."