NovelToon NovelToon
REGANTARA

REGANTARA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Bad Boy / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aquilaliza

~ REGANTARA, season 2 dari novel Dendam Atlana. Novel REGANTARA membahas banyak hal tentang Regan dan kehidupannya yang tak banyak diketahui Atlana ~....

Ditinggalkan begitu saja oleh Atlana tentu saja membuat Regan sangat kacau. Setahun lebih dia mencari gadisnya, namun nihil. Semua usahanya tak berbuah hasil. Tapi, takdir masih berpihak kepadanya. Setelah sekian lama, Regan menemukan titik terang keberadaan Atlana.

Disaat Regan merasakan bahagia, berbanding terbalik dengan Atlana yang menolak kehadiran Regan untuk kedua kalinya dihidupnya. Namun, penolakan Atlana bukan masalah. Regan memiliki banyak cara untuk membawa kembali Atlana dalam hidupnya, termasuk dengan cara memaksa.

Akan kah Regan berhasil? Atau malah dia akan kehilangan Atlana sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Makam Yolan Dan Bertemu Arman

Atlana menangis tersedu sambil sesekali menoleh ke arah belakang, menatap makam Yolan— mama Regan. Regan yang berada di sampingnya senantiasa menuntunnya berjalan kembali ke mobil mereka.

Seperti yang Regan janjikan, mereka mengunjungi makam Yolan ketika sore hari. Saat tiba, Atlana tidak mampu membendung air matanya. Dia terus-terus menangis, tak menyangka wanita baik itu telah tiada.

Regan hanya bisa diam dengan perasaan luka yang tak bisa ia tunjukkan. Wajahnya memang tak menunjukkan ekspresi apapun. Tapi matanya memancarkan luka dan kerinduan pada sang mama.

"Udah nangisnya," ucap Regan sambil mengusap air mata Atlana, usai memasangkan sabuk pengaman untuk gadis itu.

"Hiks.... Kenapa waktu itu gak bilang kalau mama juga dimakamkan disini?" tanya Atlana, mengingat kembali saat Regan mendatanginya di makam kedua orang tuanya dengan payung. Saat itu, lelaki itu tak mengatakan apapun.

"Gue gak mau lo makin sedih." Regan memberikan satu kecupan di kening Atlana, lalu bergerak menuju kursi pengemudi.

Atlana terdiam dan menarik nafasnya. Dia menatap Regan yang baru saja menempati kursi pengemudi yang ada di sebelahnya. Tatapannya sendu. Dia bisa merasakan bagaimana perasaan Regan.

Maaf Regan....

Maaf karena gak ada di samping kamu saat kamu sedang gak baik-baik saja. Maaf karena sudah menjadi orang terburuk di hidup kamu.

***

Atlana menatap lembut wajah lelap Arman yang terbaring di atas kasur. Air matanya tiba-tiba menetes, namun dengan cepat ia mengusapnya. Tangannya lalu terulur, menyentuh punggung tangan papa Regan itu.

"Pa...." Suaranya lirih memanggil nama pria paruh baya yang terlihat lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu.

Regan yang berdiri di samping Atlana hanya diam, menatap wajah Papanya.

"Biasanya Papa bangun jam berapa?" tanya Atlana tanpa menoleh pada Regan.

"Jam bangun Papa gak tentu." Sesuai laporan yang ia terima, juga pantauan nya melalui CCTV, selain berdiam diri dan terus memperhatikan foto mamanya, sang Papa juga sering tertidur dalam waktu yang cukup lama.

"Papa suka tidur lama karena bisa ketemu mama dalam tidurnya," lanjut Regan.

Atlana menarik nafasnya panjang. Dia tidak menyangka, Arman akan menjadi seperti ini. Perasaannya sakit, namun ada setitik perasaan tak terima yang mulai membakar hatinya.

Ketika Atlanta terdiam dan larut dalam pikirannya, tangan Arman yang disentuhnya bergerak, dan pria paruh baya itu mulai membuka matanya.

"Pa?" Suara rendah Regan menyapa pendengaran sang Papa. Namun begitu, mata pria itu mengarah pada tangan yang menyentuh tangannya. Tatapannya perlahan naik hingga berhenti tepat pada wajah Atlana.

Sudut bibirnya tertarik membentuk senyum tipis dibarengi mata yang berkaca-kaca. "Atlana...?" gumamnya lirih.

"I-iya, Pa." Suara Atlana bergetar. Pria paruh baya itu masih mengingatnya, masih mau menyapanya setelah banyak masalah yang terjadi dan dialah titik awal terbentuknya masalah itu. Seharusnya pria itu membencinya. Namun dia malah menyapa dan tersenyum padanya.

"Kamu kembali, Nak? Ini... Benaran kamu, kan?" tanya Arman dengan suara pelan.

"I-iya, Pa. Ini Atlana. Ini benaran Atlana."

Arman kembali menunjukkan senyum tipisnya. Dia lalu berusaha mendudukkan tubuhnya yang lekas dibantu oleh Regan dan Atlana.

Arman mengusap matanya yang hampir meneteskan air mata. "Papa senang kamu kembali." Arman melirik putranya yang masih terdiam. "Regan sangat merindukan kamu."

"Atlana juga senang bisa ketemu Papa lagi."

Regan masih terus terdiam. Papanya cukup mengejutkannya dengan kalimatnya barusan. Bagaimana Papanya tahu jika ia sangat merindukan Atlana? Selama ini Papanya lebih banyak menyendiri dibandingkan duduk bersamanya untuk sekedar berbincang.

Selain itu, Regan tak menyangka jika Papanya sedikit lebih banyak bicara dibandingkan hari-hari sebelumnya. Atlana membawa perubahan pada Papanya.

"Tapi, Nak. Sekarang tidak ada mama Yolan lagi." Suara Arman memelan dan tatapannya menerawang.

Atlana menggigit bibirnya menahan sesak. Regan meraih tangan Atlana dan menggenggamnya lembut. Hal tersebut membuat Atlana menoleh pada Regan. Menatap lelaki itu yang kini tengah menatap Papanya dengan sorot yang tak terbaca.

"Papa udah minum obat?" Pertanyaan Regan membuat Arman memutuskan tatapan kosongnya dan menatap sang putra.

"Sudah," jawab Arman. "Malam ini Atlana, kan?"

"Iya." Regan langsung menjawab tanpa menunggu persetujuan Atlana. Biarlah, nanti akan ia bicarakan lagi dengan Atlana.

***

Usai makan malam bersama, Arman memilih berdiam diri di ruang baca yang dulunya menjadi tempat favorit istrinya, tanpa ditemani Regan dan Atlana. Waktunya bersama keduanya sudah cukup, saatnya ia menikmati waktu mengenang istrinya.

"Ayo!"

Atlana mendongak menatap Regan yang baru saja tiba di ruang keluarga. Keningnya mengerut saat Regan mengulurkan tangannya di hadapannya.

"Kemana?" tanya Atlana bingung.

"Anter lo pulang."

"Gak. Gue gak pulang. Gue nginep di sini. Kan udah bilang sama papa kalau gue nginep sini malam ini." Atlana melipat kedua tangannya di atas perutnya.

"Serius?"

"Iya. Lo kan yang iya in ucapan papa. Lo mau ingkar janji terus buat papa tambah sedih?"

Regan terdiam sambil tetap menatap Atlana. Tangannya terulur menepuk pelan puncak kepala Atlana. Senyum samar tercetak di bibirnya.

"Lo masih ingat kamar lo, kan?" Atlana mengangguk. Dia masih ingat jelas dimana kamar yang diberikan Yolan untuknya, kamar khusus yang hanya digunakan oleh Atlana saat berkunjung. Mengingat kamar itu membuatnya lagi-lagi teringat pada Yolan.

"Lo mau langsung ke kamar?" tanya Atlana.

"Kenapa?"

"Gak. Cuman nanya."

"Iya. Gue ada— gak. Gue gak jadi ke kamar. Ada yang mau gue omongin sama lo."

"Omongin apa?" Kening Atlana mengerut. Dia menatap serius Regan, menunggu apa yang ingin dibicarakan lelaki itu.

"Soal kepindahan lo. Lo—"

Drrrtt.... Drrrtt....

Getaran handphone Atlana yang tergeletak di atas meja membuat Regan menghentikan ucapannya. Atlana dengan segera meraih benda pipih itu lalu menjawab panggilan vidio yang ternyata dari papanya.

"Hallo, Pa?" sapa Atlana dengan wajah ceria. Dia sangat merindukan pria paruh baya itu.

"Hallo, Sayang," sapa balik Indra.

"Dimana Mama?"

"Hai, Sayang." Hilda tiba-tiba duduk di samping suaminya, Indra. Wanita paruh baya itu memeluk lengan suaminya sambil sebelah tangannya melambai pada Atlana yang terpampang di layar handphone.

"Apa kabar, Sayang?" lanjut Hilda.

"Lana baik. Cuman Lana kangen banget sama Mama Papa. Kenapa berapa hari kemarin gak jawab telpon Lana?"

Suami istri itu tersenyum pada Atlana. "Papa lagi sibuk banget, Sayang," ucap Indra.

"Kalau Mama, Mama sengaja gak jawab telpon kamu biar kamu tambah kangen sama Mama," ujar Hilda.

"Huh! Alasan macam apa itu?" Atlana memalingkan wajahnya ke arah samping sambil cemberut, membuat kedua paruh baya itu tergelak.

Sementara Regan yang berada di sampingnya dan tak tersorot kamera handphone Atlana, hanya bisa diam sambil menahan rasa gemas pada gadisnya.

"Sayang, ayo jangan marah," ucap Hilda. "Lain kali Mama sama Papa gak gitu lagi. Kalau memang sibuk, janji bakal sempetin telpon kamu."

"Iya, Papa juga janji."

Atlana menahan senyumnya, lalu tak lama terdengar kekehan kecil dari bibirnya. "Hehe... Lana bercanda. Masa Lana marah gara-gara telpon Lana gak diangkat. Rasanya Lana kurang ajar banget," ujar gadis itu tulus.

Selama ini kedua orang tua itu tak pernah mengabaikannya, baru beberapa hari kemarin mereka mengabaikannya. Dia tidak mungkin marah karena hal sepele tersebut. Jika ia marah, sangat tidak tahu terima kasih sekali dirinya.

Kedua orang tua itu tersenyum. Tatapan mereka menunjukkan jika mereka begitu menyayangi Atlana.

"Papa mau ngomong soal kepindahan kamu. Marvin sudah membicarakan banyak hal sama Papa dan Mama. Dari setiap penjelasan Marvin, Papa memberikan separuh kepercayaan Papa pada Regan untuk menjaga kamu."

"Pa—"

"Kamu sudah tau kan kamu pindah ke Universitas yang sama dengan Regan?" Atlana mengangguk. "Kamu juga kenal Marvin kan, Nak?" Lagi, Atlana mengangguk.

"Papa mungkin akan pindah ke Indonesia beberapa bulan lagi. Regan meminta kamu pada Papa dan Mama. Dia ingin semua tentang kamu dia yang mengurusnya. Jadi, Papa serahkan semua keputusannya sama kamu untuk memilih. Awalnya kami Ragu, tapi setelah banyak hal yang kami ketahui tentang kamu dan Regan, Papa memutuskan untuk membebaskan kamu memilih."

"Tapi terlepas dari itu, kamu tetap putri Mama dan Papa. Ingat sayang, ikuti kata hatimu," ujar Hilda lembut.

"Ma, Pa, Lana gak akan dipecat sebagai anak kan?"

"Astaga, Sayang." Indra dan Hilda berucap bersamaan sambil menepuk jidat masing-masing. Mereka tidak menyangka Atlana akan mengatakan hal tersebut.

"Dengar, Nak. Kamu itu putri Papa dan Mama, sampai kapanpun akan tetap jadi putri Papa dan Mama. Kami melakukan ini karena ingin kamu memilih kebahagiaan kamu sendiri. Ini juga sudah melalui pertimbangan yang panjang," ujar Indra dengan serius dan sorot penuh rasa sayang. Di sampingnya sang istri mengangguk setuju.

"Makasih, Ma, Pa. Tapi, Atlana minta waktu buat pikirkan semuanya sebelum memutuskannya."

"Iya, Sayang. Pikirkan semuanya baik-baik, ya? Jangan pikiran perasaan Mama, Papa, Kakak, ataupun Regan. Yang harus kamu fokuskan adalah perasaan kamu. Pastikan itu tentang kebahagiaan kamu. Kamu senang, kita semua senang."

Atlana mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Mama.... Sayang banget Lana sama Mama. Sama Papa juga."

"Papa juga sayang sama kamu, Nak."

"Mama juga sayang sama kamu," ucap Hilda. "Tapi ngomong-ngomong, kamu dimana, Sayang?" tanya Hilda saat sadar backgroundnya berbeda dari biasanya. Atlana seperti sedang tidak ada di apartemen Renata.

"Hah? A-aku di rumah Regan, Ma. A-aku jenguk Papa Regan yang lagi sakit. Ini ada Regan juga." Atlana langsung mengarahkan kamera ke arah wajah dingin tanpa ekspresi Regan.

Hal tersebut membuat Indra dan Hilda menahan senyum melihat reaksi putri mereka.

"Biarkan Papa ngomong sama Regan." Atlana dengan cepat memberikan handphonenya pada Regan. Setelah itu, dia menyibukkan dirinya mengutak-atik handphone Regan.

1
Syznkra_zeailin10
oh ya gak masalah Thor yang penting di beri penjelasan saya sudah bisa memahami dan memakluminya semangat terus sampai cerita ini tamat yaa☺️💪
Aquilaliza: makasih Kak... 🙏😊
total 1 replies
Athar Rizqi Al Ghifari
bagus
Anaya Nabila
kenapa gak jujur aja sih atlana
Syznkra_zeailin10
semakin membuat hati ku terpotek" kak thor sangat penasaran seperti nya banyak sekali misteri dan rintangan yang bakalan di lewati Regan dan atlana .. ayok kak jangan lama up nya aku selalu menunggu mu dengan setia 💪💪💪
Syznkra_zeailin10
Karya mu begitu menarik perhatianku author baik ku😻💪💪 semangat terus jangan lupa update setiap hari
Syznkra_zeailin10: sama" kak tapi update nya jangan lama ya ,😇
Aquilaliza: Makasih kak 😊
total 2 replies
Ita Purnama
Novel yang bagus 👍🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!