Tahu masa lalunya yang sangat menyakitkan hati satu minggu sebelum hari pernikahan. Sayang, Zoya tetap tidak bisa mundur dari pernikahan tersebut walau batinnya menolak dengan keras.
"Tapi dia sudah punya anak dengan wanita lain walau tidak menikah, papa." Zoyana berucap sambil terisak.
"Apa salahnya, Aya! Masa lalu adalah masa lalu. Dan lagi, masih banyak gadis yang menikah dengan duda."
Zoya hanya ingin dimengerti apa yang saat ini hatinya sedang rasa, dan apa pula yang sedang ia takutkan. Tapi keluarganya, sama sekali tidak berpikiran yang sama. Akankah pernikahan itu bisa bertahan? Atau, pernikahan ini malahan akan hancur karena masa lalu sang suami? Yuk! Baca sampai akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 23
Arya mengangguk pelan tanda memahami apa yang Seno maksudkan. Dia pun berniat untuk mencoba. Jika ada yang bisa dia tukar untuk membuat hubungannya dengan Kinan benar-benar putus, maka dia akan melakukannya.
"Terima kasih banyak, Sen. Kamu cukup dewasa ternyata," ucap Arya sambil menimpuk pelan pundak Seno.
Senyum terkembang di bibir Seno.
"Hanya sebuah saran, Mas. Tidak bisa diberikan ucapan terima kasih. Lagian, aku juga punya banyak masalah sebelumnya. Jadi, pikiran ini cukup terbiasa untuk mengurai." Seno berucap sambil akhirnya mengukir senyum setelah ucapan itu selesai.
Dan, begitulah akhirnya. Arya memutuskan untuk bertemu Kinan nanti. Dia akan bicarakan baik-baik dengan Kinan. Sekuat tenaga, dia akan buat wanita itu mengerti kalau hubungan mereka memang sudah berakhir meskipun mereka punya buah cinta yang hadir tanpa di sengaja.
Sementara itu, di sisi lain, Zoya sedang bertemu si kakak di salah satu cafe. Setelah merasa sangat gundah, dia lalu mengajak kakanya untuk bertemu hanya buat berbicara agar pikirannya lega.
Tidak ada banyak omongan yang mereka bicarakan tentang rumah tangga Zoya. Karena setelah bertemu, itu kakak adik malah sibuk bicara hal lain sambil menikmati kebersamaan yang sudah lama tidak mereka rasakan.
Zoya yang punya masalah malah bisa tertawa saat bersama dengan kakaknya. Sebaliknya, si kakak terus berusaha untuk membuat si adik bahagia. Hingga akhirnya, seseorang datang menghampir ke meja yang sedang mereka duduki.
Orang itu menyapa Zoya dengan senyum manis di bibirnya. "Zoya."
Sapaan akrab dari lelaki tersebut membuat Juan merasa bingung sekaligus penasaran. Dia tatap pria itu dengan tatapan yang tajam.
Belum sempat Juan angkat bicara, Zoya malah membalas sapaan itu dengan cukup akrab.
"Mas Gilang."
"Wah, kebetulan banget yah kita bertemu di sini, Zoya."
"Siapa dia, Aya?" Juan bertanya dengan nada agak ketus.
Zoya sadar kalau mode pertahanan si kakak sedang aktif sekarang. Dengan dengan, dia langsung berpindah posisi. Dari duduk di depan Juan, jadi duduk di samping si kakak.
"Anu, dia mas Gilang, kak. Kenalan, Aya."
"Mas Gilang, kenalin. Ini kak Juan, kakak ku."
Dengan ramah, Gilang mengulurkan tangannya.
"Oh, kakaknya Zoya. Saya Gilang."
Dengan engan, Juan menyambut uluran tangan itu. "Juan."
"Sejak kapan kamu kenal adikku?"
Pertanyaan dengan nada mengintimidasi langsung terdengar. Namun, belum sempat Gilang memberikan jawaban dari apa yang Juan tanyakan, suara perempuan langsung terdengar.
"Gilang. Kok ke sini sih? Bukannya kamu bilang mau ambil kursi yang itu saja," ucap perempuan yang baru saja datang dari arah dalam cafe.
"Ah, aku bertemu kenalan."
"Kenalin, dia Zoya. Dan itu kakaknya, Juan."
"Ah, Zoya, Juan. Dia Desi, sepupu aku."
Begitulah awal perkenalan yang pada akhirnya membuat mereka jadi ngobrol di satu meja yang sama. Seperti halnya Gilang yang cukup bersahabat, Desi ternyata juga sangat asik. Gadis itu punya sifat ceria yang bisa membuat perasaan akrab cepat tercipta. Juan yang awalnya penuh kewaspadaan saja bisa mencair berkat ulah Desi.
"Uh ... gak kerasa sudah hampir setengah jam kita bersama. Sepertinya, aku harus pulang sekarang," ucap Zoya mendahului untuk mengakhiri pertemuan mereka.
Desi pun langsung melihat jam di ponselnya.
"Ah, benar juga. Sudah hampir setengah jam. Mama bisa marah nih kalo aku gak cepat pulang," ucap Desi pula.
Ucapan itu langsung di sambut cepat oleh Gilang. "Alah. Kamu udah kebal kali Des, sama amukan mama mu itu. Hampir tiap hari kan kamu bikin tante ku naik darah."
"Lo sepupu yang kurang ajar, Kak. Benar-benar kurang ajar. Bikin malu gue secara terang-terangan. Gak punya hati Lo yah."
Senyum manis langsung terkembang di bibir Zoya. Kedekatan kedua sepupu ini sedikit menghibur. Sejak tadi juga, mereka berdua selalu bicara yang buat hati cukup terhibur.
Dan, pada akhirnya, pertemuan itu sama-sama mereka bubarkan. Mereka berpisah di depan cafe karena tujuan mereka yang berbeda. Namun, ada satu yang membekas dari pertemuan itu, pasangan sepupu yang cukup menghibur membuat hati Zoya sedikit lebih baik.
"Aya. Mereka beneran keluarganya mantan kekasih Arya?"
Satu pertanyaan yang sedari tadi sedang memenuhi pikiran Juan akhirnya terucap juga. Zoya yang di tanya pun langsung menoleh.
"Iya."
"Mas Gilang adalah suami Kinan, kak. Perempuan yang datang dari masa lalunya mas Arya."
"Bagaimana bisa kamu kenal dia, Aya?"
Setelah menarik napas berat, Zoya pun menceritakan awal mula pertemuan antara dirinya dengan Gilang. Juan yang mendengar hanya bisa memberikan anggukan pelan.
"Saran kakak, Aya. Jangan terlalu percaya dengan orang yang baru kamu kenal ya. Karena kamu mungkin tidak tahu apa niatnya berkenalan dengan kamu."
"Iya, kak Juan. Aya tahu kok apa yang kakak maksudkan. Aya akan selalu berhati-hati."
Kedua adik kakak itupun terus menikmati perjalanan pulang dari cafe ke kediaman Zoya. Sementara itu, di sisi lain, Arya yang sudah memikirkan masak-masak untuk bertemu dengan Kinan, sekarang melakukan apa yang sudah dia pikirkan. Pria itu langsung menghubungi wanita yang ingin dia temui. Yang pastinya dengan sangat amat bahagia menjawab panggilan dari Arya.
"Kak Arya."
Nada bahagia yang sama sekali tidak bisa di sembunyikan sedikitpun langsung terdengar. Arya sebenarnya sangat tidak ingin melakukan hal tersebut. Namun, jika tidak ia lakukan. Maka hubungannya dengan Zoya pasti tidak akan pernah membaik.
"Di mana kamu, Kinan? Jika punya waktu, aku ingin bertemu dengan mu. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu. Bicara empat mata untuk memperjelas hubungan ini."
"Apa? Kak Arya mau bertemu dengan aku? Yang benar, kak? Kamu tidak sedang bercanda, bukan?"
"Apakah aku terdengar sedang bercanda, Kinanti? Aku ingin bertemu, ingin membahas soal masalah antara aku dengan kamu supaya lebih jelas."
"Bagaimana? Apa kamu punya waktu atau tidak?"
"Aku punya waktu, kak. Sangat punya waktu. Kapan pun kamu ajak aku bertemu, aku selalu punya waktu untukmu. Aku-- "
"Jangan berlebihan, Kinan. Aku tunggu kamu di cafe Utari besok pagi."
"Ah, bagaimana kalau sekarang saja, kak Arya? Aku sekarang sedang berada di dekat cafe Utari. Karena sejujurnya, aku juga punya hal besar yang ingin aku bicarakan padamu. Bagaimana?"
Arya terdiam sesaat untuk memikirkan tawaran Kinan. Dia lirik jam tangan yang saat ini sudah menunjukkan pukul tiga. Sudah semakin sore saja. Satu jam lagi adalah waktunya pulang ke rumah. Tapi, mungkin dia tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk bicara dengan Kinan. Karena itu, Arya pun menerima tawaran tersebut setelah berpikir beberapa saat.
"Baiklah. Tunggu di sana. Aku ke sana sekarang."
"Baik, kak. Aku tunggu kamu."
Suara yang sangat bahagia. Yang seketika semakin membuat hati Arya merasa tidak nyaman. Sesaat, Arya terdiam. Barulah setelahnya beranjak untuk menuju tempat yang sudah mereka janjikan.
lanjut kak...
semngat....
sdah mampir...
semoga seru alur critanya...
semngat kak ...