"Mas kamu sudah pulang?" tanya itu sudah menjadi hal wajib ketika lelaki itu pulang dari mengajar.
Senyum wanita itu tak tersambut. Lelaki yang disambutnya dengan senyum manis justru pergi melewatinya begitu saja.
"Mas, tadi..."
Ucapan wanita itu terhenti mendapati tatapan mata tajam suaminya.
"Demi Allah aku lelah dengan semua ini. Bisakah barang sejenak kamu dan Ilyas pulang kerumah Abah."
Dinar tertegun mendengar ucapan suaminya.
Bukankah selama ini pernikahan mereka baik-baik saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia hidup ku.
Proses evakuasi para korban berjalan dramatis.
Hassan?
Pria itu bahkan melompat dari undakan tangga ketika mendengar mobil yang membawa Dinar kecelakaan.
Bahkan Hassan meninggalkan istrinya yang hendak ikut ke lokasi kejadian.
Hassan kalut. Dengan di antar Ustadz Salim lelaki yang belum genap dua puluh empat jam menyandang status sebagai seorang suami itu, tampak kacau.
Ning Risma yang di tinggalkan suaminya gegas menyusul bersama Umi Zalianty dan keluarga lainnya yang masih di rumahnya setelah acara kemarin.
Hassan meraung keras-keras, saat tiba di lokasi kejadian. Meratapi kematian perempuan cantik yang dicintainya begitu dalam. Laki-laki itu tak sadar saat Ustadz Salim dan istrinya berdiri tak jauh darinya.
Ning Risma yang melihat suaminya bagai mayat hidup hendak menghampiri, tapi segera di tahan oleh Ustadz Salim.
Ning Risma kira. Tentu saja, laki-laki ini kehilangan seseorang yang sangat di cintai. Adik yang besar bersama, yang baginya Hassan rela melakukan dan mendapatkan apapun di dunia. Mungkin duka dan rasa sedihnya tak ada apa-apanya.
Tapi dari pandangan Ustadz Salim tidak begitu. Kiai Ahmad Sulaiman terbuka dengan mengenai pertemuan Hassan pada orang tua kandungnya bulan lalu.
Sebagai seorang Ayah, dia merasa bersalah pada putrinya. Ini karena ia yang egois, langsung mempercepat hari pernikahan tanpa ada proses kesepakatan lebih dulu. Mereka juga belum berkenalan dan saling bicara.
Tubuh mungil Ilyas yang pertama kali berhasil di keluarkan dari badan mobil yang pesok parah itu. Malaikat kecil Dinar dan Irham benar-benar telah pergi ke surga.
Sekitar sepuluh menit kemudian tubuh supir Ustadz Salim yang berhasil di angkat, di susul tubuh Dinar yang berlumuran darah, dan yang terakhir tubuh Irham yang tepat berada di atas tubuh Dinar. Sepertinya saat kejadian Irham berusaha melindungi Dinar terlihat dari posisi pria itu yang meringkuk di atas tubuh Dinar.
Kondisi korban sangat tragis, semua berpikir tidak satupun dari mereka yang selamat. Tetapi ternyata sebuah keajaiban terjadi.
Suara batuk seseorang membuat raungan tangis terhenti.
"Mâsyâ Allâh. Lâ quwwata illâ billâh" seru Kiai Ahmad Sulaiman pada putrinya yang ternyata masih bernyawa.
Hassan yang sempat meringkuk di samping tubuh Dinar, mengangkat kepalanya.
Air matanya terus menetes, kali ini tanpa suara. Siapapun tahu seberapa kehilangan laki-laki itu.
Ketika orang-orang sibuk melarikan para korban ke rumah sakit, mata Hassan bertemu dengan mata Ning Risma.
Rasa bersalah mencengkeram hatinya, dia melupakan wanita yang baru ia ikat dengan sebuah akad.
Saat Hassan hendak menghampiri, tangannya di di tahan oleh Ustadz Salim. "Jangan tambah kesedihannya, pergilah Hassan, kami menunggumu nanti dirumah saja."
*********
Koma.
Dinar dinyatakan koma setalah menjalani operasi besar di kepalanya. Kini Dinar tengah berbaring di ruang ICU.
Kiai Ahmad Sulaiman dan Hassan mengurus langsung pemakaman Ilyas dan Irham hari itu juga.
Hidup dan mati itu pasti datang dan pergi itu hakiki. Hilang dan memiliki itulah takdir. Ingat adanya awal pasti ada akhir.
Satu Minggu setelah kejadian naas yang menimpa Dinar. Hassan baru pulang ke rumah istrinya. Ustadz Salim menyambutnya dengan tangan terbuka.
"Maafkan ana yang baru datang Abah." Hassan tampak lebih tirus, rupanya waktu satu Minggu membuatnya terpuruk dalam kesedihan.
Istrinya menyambut dengan santun, meraih tangannya hendak di cium, tapi Hassan menolak.
"Aku sudah tidak pantas lagi mendapat kebaikan darimu, maaf aku terlalu pengecut." Hassan tidak malu untuk mengucapkan maaf.
"Tidak ada kata pengecut, saya ikhlas mas mendampingi keluarga yang sedang kesusahan." Ning Risma juga tulus memaafkan suaminya.
Senyuman itu masih tersungging di bibir Ning Risma, sampai pada saat Ustadz Salim meminta mereka berdua bicara empat mata.
"Mari kita coba jalani pernikahan ini," tutur Ning Risma yang sudah duduk di samping suaminya.
Hassan menggeleng. "Pernikahan tidak untuk coba-coba, aku...sungguh minta maaf aku tidak bisa meninggalkan keluargaku."
"Mas Hassan jangan buang saya, saya rela kok mas tinggal -tinggal, asal kita tidak berpisah." pinta Ning Risma pelan, serat permohonan.
"Bagaimana dengan hati anti?" tanya Hassan.
"Pasti akan baik-baik saja." Hassan menggeleng. Mendapati jawaban dari bibir istrinya.
"Sangat sulit mengendalikan perasaan, sebelum terlambat kita bisa batalkan per.." Ucapan Hassan terhenti karena melihat air mata Ning Risma yang mengalir.
Demi Allah... Hassan paling takut dalam keadaan seperti ini. Ini ujian yang berat untuknya.
"Apa yang dikatakan Abah benar, Mas Hassan memiliki rasa pada Dinar, bukan sebagai adik melainkan..." Ning Risma tidak bisa melanjutkan pertanyaannya.
"Andai ana membenarkan semua anggapan itu, Ning Risma mau merelakan ana?" kali ini Hassan kembali bicara dengan tenang.
"Tapi, bagaimana dengan hati ana?" tanyanya dengan derai tangis.
Hassan sedikit bingung. Pasalnya mereka baru bertemu dua kali, tidur sekamar kala itu juga belum ngapa-ngapain. Mereka masih dalam fase perkenalan. Tapi Ning Risma sudah bertanya tentang hatinya.
"Ana sudah terlanjur mencintai Mas Hassan."
Pengakuan Risma semakin mengiris hati Hassan.
Mereka berdua keluar kamar dengan wajah sembab. Hassan ijin bicara pada Ustadz Salim.
Sore itu Hassan pamit dengan cara baik-baik. Kepergiannya di iringi tangis Ning Risma.
Hassan sudah memilih. Lebih baik menyakiti sekarang dari pada nanti.
"Terima kasih, saya tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian. Saya akan berdoa kepada Allah, semoga suatu hari nanti, Ning Risma dipertemukan dengan jodoh yang terbaik."
********
Kepergian Irham dan Ilyas masih seperti mimpi bagi Kiai Ahmad Sulaiman.
Rumah tangga anaknya baru saja membaik, hubungan Dinar dan Irham sedang hangat-hangatnya, tapi takdir memisahkan mereka.
Melihat putrinya yang terbaring dengan puluhan alat penopang hidup itu semakin membuat hatinya merintih.
Siapapun tidak berani menjamin jika wanita yang berbaring di sana akan bangun dalam keadaan seperti semula.
Dinar sudah menjalani operasi besar pada kepalanya. Kemungkinan buruk sudah dokter sampaikan kepada pihak keluarga, seandainya keajaiban itu terjadi, Dinar akan kembali membuka mata kemungkinan ada kecacatan pada wanita itu, entah pada kaki atau penglihatannya yang mungkin sedikit terganggu.
Kemungkinan hidup nol koma itu di ambil oleh Kiai Ahmad Sulaiman, apapun kondisi Dinar ia akan terima, yang penting Dinar masih ada bersamanya.
Luar biasa kasih sayang seorang Ayah.
"Kami minta maaf " Hassan tidak tahu dari mana keluarga Sanjaya bisa tahu dia berada di sebuah rumah sakit Jakarta.
Saat masuk ke dalam lobi, ia bertemu dengan Troy.
Saudara kembarnya itu mengucapkan belasungkawa untuk keluarganya yang telah tiada. Irham dan Ilyas.
Dan mendoakan kesembuhan Dinar.
Karena mereka sudah bertemu sebelumnya, kehadiran mereka membuat Kiai Ahmad Sulaiman dan Umi Zalianty sedikit lebih ceria.
"Aku bantu carikan rumah sakit untuk adikmu itu." suara Troy mengalihkan perhatian Hassan.
"Aku hanya ingin yang terbaik untuknya." jawab Hassan.
"Ayah bersedia untuk membawanya ke luar negeri jika kamu tidak keberatan, bagaimanapun orang tuanya yang telah membesarkan mu hingga seperti sekarang."
"Ini tidak hanya tentang balas budi." tutur Hassan.
Kening Troy berkerut. Tidak mengerti apa yang di maksud Hassan.
"Dia segalanya bagiku." Hassan menatap Troy Sanjaya yang ikut menatapnya."Dia hidupku."