"Maka Jika Para Kekasih Sejati Telah Melewatinya, Cinta Tegak Berdiri sebagai Sebuah Hukum Pasti Dalam Takdir."
Sebuah novel yang mengisahkan perjalanan epik seorang pemuda dalam mengarungi samudera kehidupan, menghadirkan Hamzah sebagai tokoh utama yang akan membawa pembaca menyelami kedalaman emosional. Dengan pendalaman karakter yang cermat, alur cerita yang memikat, serta narasi yang kuat, karya ini menjanjikan pengalaman baru yang penuh makna. Rangkaian plot yang disusun bak puzzle, saling terkait dalam satu narasi, menjadikan cerita ini tak hanya menarik, tetapi juga menggugah pemikiran. Melalui setiap liku yang dilalui Hamzah, pembaca diajak untuk memahami arti sejati dari perjuangan dan harapan dalam hidup.
"Ini bukan hanya novel cinta yang menggetarkan, Ini juga sebuah novel pembangun jiwa yang akan membawa pembaca memahami apa arti cinta dan takdir yang sesungguhnya!"
More about me:
Instagram: antromorphis
Tiktok:antromorphis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Antromorphis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
London Heathrow
Di tengah penerbangan mereka, Doni yang duduk di samping Hamzah tiba-tiba menyebut nama Ririn, seorang gadis yang menjadi bagian penting dalam hidup Hamzah. Reaksi Hamzah yang kaget menarik perhatian Doni. "Lhoh, Mas Hamzah kenapa kaget?" tanya Doni dengan nada penasaran. Hamzah terdiam, tatapannya kosong seolah terjebak dalam kenangan. Rasa kagetnya tak kunjung sirna, bahkan ketika Doni melambaikan tangannya di depan wajahnya. "Halo Mas Hamzah?" seru Doni lagi, berusaha mengembalikan perhatian Hamzah.
Setelah beberapa saat terdiam, Hamzah akhirnya menjawab dengan terbata-bata, "Eh iya mas, gimana mas gimana?" Suara Hamzah bergetar, menandakan ketidakpastian yang melanda pikirannya.
Doni kembali menegaskan pertanyaannya, "Ini, Mas Hamzah kenapa kaget?" Namun jawaban Hamzah hanya sekadar senyuman tipis dan kata-kata yang samar. "Oh, tidak apa-apa mas," jawabnya.
Doni tak puas dengan jawaban tersebut dan melanjutkan, "Mas Hamzah kenal sama Ririn?" Pertanyaan ini membuat Hamzah tertegun lebih lama. Dalam benaknya, muncul pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab: Kenapa Ririn tidak pernah cerita tentang Doni? dan Apa sebenarnya hubungan mereka?
Setelah itu, suasana kembali hening. Hamzah merenungkan ucapan Doni dan perasaannya semakin tidak nyaman. "Kenapa Ririn tidak pernah cerita sama aku? Dan juga kenapa perasaanku jadi tidak enak?" gumamnya dalam hati. Pikiran-pikiran ini membawanya pada perjalanan emosional yang mendalam.
Ririn adalah cinta pertamanya, seorang gadis yang selalu ada dalam pikirannya meskipun mereka dalam hubungan LDR. Doni melihat reaksi Hamzah dan tersenyum. "Kau mengenalnya?" tanya Doni dengan nada penasaran. Hamzah mengangguk pelan, "Kami sangat dekat." Suasana menjadi tegang sejenak, keduanya merasakan adanya benang merah yang menghubungkan mereka. Hamzah merenung sejenak, memikirkan kembali kenangan indah bersama Ririn. Ia ingat bagaimana senyumnya bisa membuat harinya cerah dan bagaimana mereka sering berbagi mimpi di bawah langit malam.
Doni yang merasa suasana semakin tegang memutuskan untuk berdiri dan berjalan ke arah belakang pesawat. Sementara itu, Hamzah kembali mengarahkan pandangannya ke luar jendela pesawat. Langit biru dan awan putih seakan menjadi saksi bisu dari kegundahan hatinya. Kata-kata itu menggantung di udara seperti awan sebelum hujan—menyimpan janji akan sebuah pengakuan atau mungkin sebuah konflik baru yang akan mengubah segalanya.
***
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hamparan sawah hijau dan suara gemericik sungai, ketika Hamzah duduk di bawah pohon beringin besar di tengah desa. Suara burung berkicau dan angin sepoi-sepoi menciptakan suasana tenang. Tiba-tiba, suara lembut Mbah Dul memanggilnya dari belakang.
“Nak Hamzah?” Panggil Mbah Dul dari arah belakang.
Hamzah menoleh, mengenali suara itu dengan cepat. “Iya mbah,” sahutnya singkat. Mbah Dul mendekat dan duduk di sampingnya. “Simbah sedang apa disini?” tanya Hamzah.
“Jalan-jalan,” jawab Mbah Dul sambil tersenyum. Setelah hening sejenak, Mbah Dul melanjutkan, “Simbah ingin bicara sama kamu.”
Hamzah merasa penasaran dan bertanya, “Ingin bicara perihal apa mbah?”
Mbah Dul mengawali penjelasannya dengan serius, “Nak, di dunia ini ada sebuah sebutan atas pengetahuan Allah Swt yang meliputi seluruh alam.”
“Apa itu mbah?” tanya Hamzah dengan penuh rasa ingin tahu.
“Takdir,” jawab Mbah Dul sambil tersenyum bijak. Dia menjelaskan bahwa segala peristiwa yang terjadi baik kepada alam maupun manusia sudah ditulis oleh Allah SWT. “Takdir Allah SWT hanya untuk menyelaraskan takdir dengan keinginan manusia,” tambahnya.
Hamzah terdiam merenungkan kata-kata Mbah Dul. “Mengapa demikian mbah?” tanyanya lagi.
Mbah Dul menjelaskan bahwa manusia diberkahi akal untuk membedakan antara perbuatan baik dan buruk. “Allah SWT hanya membimbing kita menuju amal kebaikan yang menyebabkan kita mempunyai keinginan dan kemudian melakukannya.”
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Hamzah merasa terharu. Dia merenungkan betapa pentingnya setiap pilihan dalam hidupnya. Dalam hatinya, dia berjanji untuk selalu berusaha melakukan hal-hal baik dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Mbah Dul.
“Iya mbah, Hamzah mengerti mbah. Terimakasih banyak ya mbah,” ucap Hamzah dengan tulus, menarik napas panjang seolah mengumpulkan semua kebijaksanaan yang baru saja didapatnya. Mbah Dul tersenyum puas mendengar jawaban Hamzah. Namun, saat pria tua itu berdiri untuk pergi, Hamzah merasa ada sesuatu yang ingin dia tanyakan lebih lanjut.
“Mbah tungguu, Hamzah ingin bertanya satu hal. Tungguu mbah...” teriak Hamzah sebelum terbangun dari tidurnya.
Keringat membasahi tubuh Hamzah, nafasnya terengah-engah. Ternyata semua itu hanyalah mimpi. Namun, mimpi tersebut meninggalkan kesan mendalam dalam diri Hamzah. Ia mengelus dada yang berdebar kencang, berusaha menenangkan diri. "Astaghfirullah," gumamnya, mencoba mengusir bayangan mimpi yang baru saja menghantuinya. Mimpi itu terasa begitu nyata, seolah membawa pesan dari dunia yang tak terlihat.
***
Pesawat yang ditumpangi Hamzah melaju di atas awan, menghubungkan Jakarta dengan London. Di dalam kabin, suasana tenang namun penuh ketegangan. Hamzah memandang ke luar jendela, melihat langit biru yang luas, berusaha mencari ketenangan di tengah kegelisahan yang melanda. "Mimpi apa aku barusan?" tanyanya pada diri sendiri sambil meraih botol minum dari dalam tasnya. Suara mesin pesawat bergetar lembut, seakan menenangkan pikiran yang kacau.
Setelah meneguk air, perasaan Hamzah sedikit mereda. "Kenapa tiba-tiba aku mimpi Mbah Dul?" ucapnya lirih, mengenang sosok kakek bijak yang baru ia kenal. Kakek yang baru ia kenal itu seolah masih menyimpan rahasia kehidupan yang ingin disampaikannya.
Hamzah melirik kursi di sebelahnya, tempat Doni seharusnya duduk. "Kenapa Doni belum juga kembali?" pikirnya. Rasa penasaran menggelayuti benaknya. Namun ia mencoba menepis pikiran itu, "Ah sudahlah, paling ia sedang ada urusan."
Ia memeriksa jam di pergelangan tangannya dan terkejut melihat waktu yang sudah menunjukkan hampir dua jam perjalanan. "MasyaAllah," serunya. "Sudah jam segini? Alhamdulillah, berarti sebentar lagi sampai."
Dengan cepat, Hamzah memutuskan untuk pergi ke toilet sebelum pesawat mendarat. Ia melepas sabuk pengaman dan berdiri. Dalam perjalanan ke belakang pesawat, matanya tertuju pada Robi yang terlelap tidur di kursinya. "Sudah kuduga, pasti dia tidur," gumam Hamzah sambil tersenyum.
Setelah selesai di toilet, disaat Hamzah ingin kembali ke tempat duduknya ia melihat Doni sedang berbicara dengan seorang pria berpakaian tuxedo hitam. Pria itu tampak misterius dan angkuh, membuat Hamzah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia memilih untuk tidak mengganggu mereka dan kembali duduk.
Beberapa jam kemudian, pesawat yang ditumpangi Hamzah akan mendarat di Bandara London Heathrow, salah satu bandara paling ikonik di dunia. Dikenal sebagai gerbang utama menuju Inggris, Heathrow memiliki sejarah panjang yang dimulai dari tanah pertanian pada awal 1800-an hingga menjadi bandara tersibuk di Eropa. Dengan melayani sekitar 89 juta penumpang setiap tahun, Heathrow bukan hanya sekadar tempat transit, tetapi juga simbol dari kemajuan penerbangan modern.
Pesawat akhirnya menyentuh landasan dengan mulus. Suasana di dalam kabin terasa campur aduk; kegembiraan dan kelelahan menyatu. Seorang awak kabin memberikan instruksi dengan suara lembut, “Pesawat sudah aman, silakan membuka sabuk pengaman Anda.” Hamzah menghela napas lega, merasakan beban perjalanan panjang mulai terlepas. Ia mengambil barang dari bagasi atas dan bersiap untuk turun.
Di belakangnya, Robi muncul dengan senyum lebar. "Akhirnya kita sampai!" serunya penuh semangat. Mereka berdua berjalan menuju pintu pesawat yang terbuka lebar, disambut oleh udara segar London yang sejuk. Setelah melewati pemeriksaan bagasi dan menunjukkan bukti penitipan kepada petugas bandara, Hamzah dan Robi melangkah keluar menuju area kedatangan. "Rob, ini kan dari bandara ke kampus butuh waktu satu setengah jam," ucap Hamzah sambil melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Pasti kamu lapar, iya kan?" Robi menebak sambil mengelus perutnya yang berbunyi.
"Hehehe, iya Rob," jawab Hamzah sambil tertawa.
"Aku juga lapar Zah," kata Robi. "Yasudah ayo kita segera mencari restoran." Hamzah mengangguk setuju dan memimpin jalan menuju restoran terdekat.
Beberapa menit kemudian, mereka tiba di Pret A Manger, sebuah restoran cepat saji yang terkenal dengan makanan segar dan sehat. Setelah memesan sandwich dan minuman hangat, mereka mencari tempat duduk yang nyaman. Tak lama setelah itu, pelayan datang membawa makanan mereka. Makanan pun disajikan dengan cepat, dan aroma lezatnya membuat perut mereka semakin keroncongan. Mereka menyantap hidangan dengan lahap sambil berbincang tentang rencana mereka selama dua minggu ke depan sebelum perkuliahan dimulai.
"Zah, ini kan kita masih ada waktu dua minggu sebelum mulai kuliah. Misal kita jalan-jalan dulu bagaimana?" Robi mengusulkan dengan semangat.
"Tapi kita harus mencari tempat dulu," jawab Hamzah sambil meletakkan cangkirnya.
"Iya Zah, tentu saja," timpal Robi.
Saat mereka asyik berbincang, Hamzah melihat sosok familiar. Di sudut restoran, ia melihat Doni—teman baru yang ditemuinya di dalam pesawat—sedang berbicara dengan seorang pria yang tampak terburu-buru. Rasa ingin tahunya muncul; siapa pria itu? Dan apa yang sedang mereka bicarakan?
"Robi, lihat itu! Itu Doni!" seru Hamzah sambil menunjuk ke arah mereka.
"Siapa dia?" tanya Robi penasaran.
"laki-laki yang duduk bersebelahan denganku di pesawat," jawab Hamzah sambil terus menatap Doni dari kejauhan.
Setelah menyelesaikan makanan mereka, Hamzah memutuskan untuk menghampiri Doni. Namun sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, Doni dan pria itu sudah pergi dengan cepat menuju pintu keluar bandara. Rasa penasaran Hamzah semakin membara; ada sesuatu yang tidak beres, namun dalam sekejap Hamzah segera menghapus fikiran buruk itu.