NovelToon NovelToon
Dosa Dibalik Kebangkitan

Dosa Dibalik Kebangkitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Kutukan / Fantasi Wanita / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:974
Nilai: 5
Nama Author: Wati Atmaja

Di sebuah negeri yang dilupakan waktu, seorang jenderal perang legendaris bernama Kaelan dikutuk untuk tidur abadi di bawah reruntuhan kerajaannya. Kutukan itu adalah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya selama perang berdarah yang menghancurkan negeri tersebut. Hanya seorang gadis dengan hati yang murni dan jiwa yang tak ternoda yang dapat membangkitkannya, tetapi kebangkitannya membawa konsekuensi yang belum pernah terbayangkan.
Rhea, seorang gadis desa yang sederhana, hidup tenang di pinggiran hutan hingga ia menemukan sebuah gua misterius saat mencari obat-obatan herbal. Tanpa sengaja, ia membangunkan roh Kaelan dengan darahnya yang murni.
Di antara mereka terjalin hubungan kompleks—antara rasa takut, rasa bersalah, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Rhea harus memutuskan apakah ia akan membantu atau tidak.
"Dalam perjuangan antara dosa dan penebusan, mungkinkah cinta menjadi penyelamat atau justru penghancur segalanya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wati Atmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembangunan Ke Tiga

Setahun setelah tahap kedua pembangunan benteng selesai, Rivendale memasuki babak baru. Dinding benteng yang kokoh berdiri melindungi kota, dan kehidupan di dalamnya semakin membaik. Namun, Lord Adric menyadari bahwa kekuatan sejati Rivendale tidak hanya terletak pada tembok dan senjata, tetapi juga pada pendidikan generasi mudanya.

Pagi itu, di ruang pertemuan benteng yang terang oleh cahaya matahari pagi, Lord Adric, Lady Eleanor, Kelan, dan Rea duduk mengelilingi meja besar. Sebuah peta Rivendale terbentang di tengah meja, dengan tanda-tanda khusus menunjukkan lokasi strategis untuk pembangunan sekolah baru.

“Kita akan membangun sekolah di dekat alun-alun utama,” ujar Lord Adric dengan nada tegas. “Tempat itu strategis dan mudah dijangkau oleh semua warga, baik bangsawan maupun rakyat biasa.”

“Sekolah ini harus menjadi simbol persatuan dan harapan,” tambah Lady Eleanor sambil menunjuk pada lokasi di peta. “Anak-anak dari semua kalangan harus bisa belajar bersama di sini tanpa memandang status.”

Rea mengangguk setuju, matanya menyala penuh semangat. “Kita bisa mengajarkan mereka banyak hal—membaca, menulis, berhitung, hingga cara memanfaatkan tanah untuk pertanian. Aku juga ingin menambahkan pelajaran tentang tanaman obat. Jika mereka tahu cara menggunakan herbal, itu akan membantu menjaga kesehatan keluarga mereka.”

Kelan menyandarkan punggungnya pada kursi, lalu tersenyum kecil. “Dan aku akan mengajarkan mereka dasar-dasar bela diri. Setidaknya mereka harus tahu cara melindungi diri jika terjadi bahaya.”

Rea merenung sejenak, lalu menatap Lord Adric. “Bagaimana dengan sekolah untuk bangsawan? Apakah kita juga perlu merencanakannya?”

Lord Adric menatap Rea dengan bijak. “Untuk pembangunan sekolah khusus bangsawan, itu bisa diserahkan kepada pihak mereka sendiri. Kita memprioritaskan pembangunan untuk rakyat biasa terlebih dahulu. Pendidikan ini harus mencakup semua anak, bukan hanya mereka yang berasal dari kalangan atas. Ini tentang memberikan kesempatan yang sama kepada semua warga Rivendale.”

Rea tersenyum mendengar keputusan itu, merasa senang karena Lord Adric begitu peduli pada rakyatnya.

Lady Eleanor mengangguk setuju. “Selain itu, dengan sekolah ini, kita bisa menghilangkan kesenjangan sosial di antara anak-anak sejak dini. Mereka tumbuh bersama, belajar bersama, dan memahami bahwa semua orang di Rivendale memiliki peran penting.”

Lord Adric menatap ketiga orang di hadapannya dengan penuh kebanggaan. “Jika semua sudah setuju, mari kita mulai pekerjaan ini. Pembangunan sekolah ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan Rivendale.”

Mereka semua mengangguk, semangat membara untuk memulai proyek besar yang akan mengubah masa depan Rivendale.

Pembangunan sekolah di mulai pada musim panas. Musim panas membawa cahaya matahari yang hangat, memudahkan pekerjaan pembangunan. Lokasi yang dipilih telah diratakan oleh para pekerja, dan penggalian fondasi dimulai. Batu-batu besar yang tersisa dari pembangunan benteng dibawa dengan gerobak kayu, sementara tukang batu seperti Paman Elric memastikan setiap batu terpasang dengan kokoh.

Di sekitar lokasi, suasana penuh semangat. Anak-anak berlarian membawa ember kecil, membantu para pekerja mencampur adukan. Para wanita menyiapkan makanan sederhana seperti sup dan roti untuk para pekerja, sementara para pria mengangkat balok kayu dan membentuk rangka bangunan.

Rea sering datang ke lokasi pembangunan, memastikan bahwa desain ruangan sekolah memenuhi kebutuhan pengajaran. Suatu pagi, dia membawa beberapa wanita desa untuk membantu menanam bunga liar di taman kecil di depan sekolah.

“Bunga-bunga ini akan membuat anak-anak merasa lebih bahagia saat belajar,” ujar Rea sambil menanam bibit bunga kuning. “Dan siapa tahu, mereka juga bisa belajar tentang keindahan alam dari sini.”

Kelan yang berada tidak jauh darinya, memperhatikan dengan senyum kecil. “Kamu tidak pernah berhenti memikirkan orang lain, ya?”

Rea menoleh, tersipu. “Itu tugas kita, bukan? Membuat Rivendale menjadi tempat yang lebih baik.”

Kelan tertawa kecil dan mengangguk. “Benar.”

Setelah berbulan-bulan bekerja, sekolah akhirnya berdiri megah. Bangunan dua lantai itu terbuat dari batu dengan atap kayu yang dilapisi jerami. Di dalamnya terdapat tiga ruang kelas, sebuah perpustakaan kecil, dan ruang serba guna di lantai atas.

Pada hari pembukaan, warga Rivendale berkumpul di alun-alun untuk merayakan pencapaian ini. Anak-anak berlari masuk dengan antusias, mengagumi meja-meja kayu baru dan rak-rak yang penuh dengan buku-buku sumbangan.

Seorang anak laki-laki bernama Tomas, yang berasal dari keluarga petani, menjadi anak pertama yang belajar membaca di sekolah itu. Dengan bimbingan Rea, ia membaca baris pertama dari sebuah buku dengan suara lantang. Orang-orang yang berkumpul di aula bersorak dan bertepuk tangan, membuat Tomas tersenyum lebar.

“Ini baru awal,” kata Lord Adric saat memberikan pidato. “Dengan pendidikan, kita bukan hanya membangun masa depan Rivendale, tetapi juga memastikan bahwa anak-anak kita memiliki harapan dan peluang yang lebih besar.”

Pagi yang cerah menyelimuti Rivendale. Burung-burung berkicau di pepohonan, dan aroma segar tanah bercampur dengan embusan angin musim semi. Di sekolah baru yang berdiri megah di dekat alun-alun utama, anak-anak dari berbagai kalangan mulai berkumpul dengan antusias.

Di taman sekolah, Rea berdiri di tengah lingkaran anak-anak. Di tangannya ada seikat daun hijau kecil. “Ini adalah daun yarrow,” jelasnya sambil mengangkat daun tersebut. “Siapa yang tahu apa manfaatnya?”

Seorang anak laki-laki mengangkat tangan, wajahnya penuh percaya diri. “Untuk menyembuhkan luka, kan, Nona Rea?”

Rea tersenyum bangga. “Benar sekali, Alan! Yarrow bisa membantu menghentikan pendarahan. Jika kalian terluka, cukup hancurkan daun ini dan tempelkan pada luka. Ini adalah cara sederhana untuk menjaga kesehatan.”

Anak-anak yang lain mengangguk penuh minat. Mereka memegang daun yarrow, mencium aromanya, dan mengamati serat halus di permukaannya.

Di aula sekolah, suara seruan dan tawa menggema saat Kelan melatih dasar-dasar bela diri. “Ingat, ini bukan untuk mencari masalah,” ujar Kelan dengan tegas sambil memperagakan gerakan bertahan. “Tapi untuk melindungi diri dan orang lain.”

Seorang anak perempuan kecil bernama Lila melangkah maju, ragu-ragu. “Tuan Kelan, apakah aku juga bisa belajar seperti mereka? Aku tidak kuat...”

Kelan tersenyum lembut dan berlutut agar sejajar dengan Lila. “Kekuatan bukan hanya tentang otot, Lila. Ini tentang keberanian dan tekad. Sekarang, ayo coba gerakan ini.”

Dengan sabar, Kelan memegang tangan kecil Lila, menunjukkan cara berdiri dengan benar. Anak-anak lain bersorak saat Lila berhasil mengayunkan pukulan pertamanya ke bantal latihan. “Bagus sekali, Lila! Lihat? Kamu lebih kuat dari yang kamu pikirkan,” kata Kelan dengan bangga.

Sementara itu, di kelas utama, Madam Sarah, seorang bangsawan dari Orde Bulan Biru, mengajarkan membaca dan menulis. Dengan pakaian biru elegan yang melambangkan jabatannya, ia berdiri di depan papan tulis, memegang kapur.

“Siapa yang bisa mengeja kata ‘harapan’?” tanyanya dengan suara lembut tetapi tegas.

Seorang anak laki-laki kecil dari keluarga petani mengangkat tangannya ragu-ragu. “H-A-R-A-P-A-N,” jawabnya pelan.

Madam Sarah tersenyum hangat. “Sempurna, Jamie. Harapan adalah apa yang membawa kita ke sini hari ini. Sekolah ini adalah tempat untuk bermimpi besar. Ingatlah, dengan pengetahuan, kalian bisa mengubah Rivendale menjadi tempat yang lebih baik.”

Saat kelas selesai, anak-anak berkumpul di taman, berbagi cerita dan mempraktikkan apa yang mereka pelajari. Alan dan teman-temannya mencoba mengingat nama-nama tanaman obat yang diajarkan Rea, sementara Lila memamerkan gerakan bela diri barunya.

Rea dan Kelan berdiri di sudut taman, mengamati anak-anak dengan senyum bangga.

“Lihat mereka,” kata Rea pelan. “Aku tidak pernah menyangka sekolah ini bisa membawa perubahan sebesar ini.”

Kelan mengangguk. “Dan ini baru permulaan. Jika mereka terus belajar, Rivendale akan menjadi tempat yang jauh lebih baik.”

Rea menoleh padanya. “Kelan, aku rasa kau benar-benar punya bakat menjadi pemimpin.”

Kelan tertawa kecil, menggeleng. “Aku hanya ingin membantu. Kalau ada yang benar-benar membawa perubahan di sini, itu kamu, Rea.”

Senyum kecil menghiasi wajah Rea saat anak-anak berlarian di sekitar mereka, membawa semangat baru untuk masa depan Rivendale. Sekolah itu bukan hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga menjadi pusat harapan, persatuan, dan kebahagiaan bagi seluruh kota.

1
seftiningseh@gmail.com
menurut aku episode satu di novel ini sangat bagus aku tarik baru baca sedikit menurut aku pribadi novel ini memiliki sedikit nuansa fantasi
semangat terus yaa berkarya
oh iya jangan lupa dukung karya aku di novel istri kecil tuan mafia yaa makasih
Wati Atmaja: terima kasih ya komentarnya.Aku makin semangat.
total 1 replies
Subaru Sumeragi
Begitu terobsesi sama cerita ini, sampai lahap ngelusin buku dari layar!
Wati Atmaja: makasih kaka. tambah semangat nulis cerita ya
total 1 replies
naruto🍓
Penulis berhasil menghadirkan dunia yang hidup dan nyata.
Wati Atmaja: terima kasih atas komentarnya /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!