Sang Penakhluk

Dinar melirik jam dinding, ternyata hari sudah sangat sore, dia baru saja selesai membersihkan diri dan ingin turun kebawah ingin membuat kudapan sore untuk kakek dan ibu mertuanya.

Tadi ia sempat ketiduran sepulang mengurus berkas pendaftaran di kampus barunya. Niatnya untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya pun batal karena tiba tiba Anom punya urusan mendadak. Sayangnya pria itu tak mengijinkannya pulang ke rumah orang tuanya sendirian.

CEKLEKK...

DEGGHHH....

Dinar spontan mundur satu langkah ketika membuka pintu sosok yang tak ia inginkan kehadirannya sudah berdiri dengan mata tajam seakan ingin memakannya hidup hidup. Ada sebuah paper bag di tangan pria itu.

Entah apa yang ada di pikirannya tapi kemeja yang tidak terkancing sempurna dengan rambut yang tak tersisir rapi, ditambah jas yang tersampir di pundak malah membuat sang monster arogan itu menjadi semakin tampan.

"Mau kemana lagi kau?! Ingin beradegan romantis lagi dengan pria baru hanya untuk mendapatkan ponsel baru? Kau pikir aku terlalu miskin hingga tak bisa menuruti apa maumu?"

"Akhhh...," desis Dinar ketika badan besar itu sengaja menabrak tubuhnya dan menerobos masuk ke kamar. Bahunya seperti baru saja terbentur batu karang yang sangat keras.

"Anom Wijaya...pilihan yang bagus, selain menjadi tangan kanan Wirabumi dia juga pemilik saham di beberapa perusahaan besar di negeri ini."

Dinar sama sekali tak menanggapi kata kata Bara karena jika ditanggapi maka pria itu akan semakin ngawur dan kasar bicaranya. Mungkin satu tahun ini dia harus menutup telinganya rapat rapat agar mampu bertahan dengan status barunya, istri Baratha Wirabumi!

"Jadi kau memang mengakuinya j*lang? Dasar sampah!" Bara meraih dompet yang baru saja ia letakkan di atas nakas dan melemparnya ke arah gadis yang berdiri selurusan dengannya.

SRAATTHHHH....

"Akkhhh..." Dinar terpekik kaget sekaligus kesakitan ketika tanpa ia duga Bara melempar sesuatu padanya. Spontan dia duduk di lantai ketika merasakan pusing yang teramat sangat.

"Bodoh...kenapa tak menghindar? Apa kau sengaja membuat dirimu terluka agar semua orang di rumah ini bisa melihat jika aku sudah menyakitimu!" seru Bara yang sebenarnya terkejut dengan apa yang ia lakukan. Dia hanya melempar asal dengan tidak menggunakan tenaganya, tapi dahi istrinya langsung memar dan lecet.

Dia sangat kesal karena Dinar bungkam seribu kata seolah membenarkan semua yang dikatakannya.

Siang tadi ia sempat pergi ke sebuah toko ponsel, dari awal ia tak melihat Dinar memegang satupun alat komunikasi. Padahal mereka butuh ponsel untuk mendukung drama pernikahan mereka.

Tapi ketika ingin pulang, di area parkir toko ia malah disuguhkan pemandangan romantis antara Anom dan istrinya. Terlihat Anom sedang berjongkok didepan Dinar yang masih duduk di jok belakang mobil.

Dan bukan hanya dia....sepertinya semua pengunjung toko bisa melihat adegan romantis itu. Mereka semua mengatakan jika Anom dan Dinar adalah pasangan romantis yang sempurna.

"Sudah? Anda sudah puas?Jika sudah maka saya akan pergi ke bawah,"ujar Dinar perlahan bangkit, gadis itu menutupi luka gores di dahinya dengan poni rambutnya.

"Jangan berani keluar dari kamar ini tanpa ijinku. Kemasi semua pakaianmu... sekarang!"

"Anda mengusir saya? Baik, malam ini juga saya akan pergi. Tapi tolong bicara pada ibu dan kakek agar mereka tak salah paham. Mereka pasti akan mengerti jika kita memang butuh waktu untuk saling mengenal dan untuk sementara waktu tinggal terpisah. O iya sepertinya saya tidak perlu berkemas karena saya punya banyak baju di rumah...."

"Bicara apa kau? Kita akan pergi bersama, mulai malam ini kita akan tinggal bersama. Aku sudah siapkan rumahnya," ujar Bara kesal, giliran merasa di usir gadis itu malah terlihat sangat bersemangat.

Sedang Dinar seperti sedang mendengar petir disiang bolong, telinganya terus terngiang kata kata yang baru diucapkan suaminya. Tinggal bersama....