Kisah cinta diantara para sahabat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunshine_1908, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curahan Hati Jaryan
Sebelumnya di kamar inap Nicya.....
"Aku takut kamu kenapa-napa. Aku gagal jagain kamu Zel. Aku bukan suami yang baik."
Nicya menatap dalam ke balik mata Jaryan. Ada sesuatu yang aneh, suatu hal yang selama ini tak pernah bisa ia lihat, namun terlihat begitu kentara di saat ini.
Ada sesuatu yang selama ini telah ia lewatkan, 'Ketulusan'. Mungkin ia sadar, bahwa selama ini ia telah begitu egois dengan hanya memikirkan dirinya sendiri.
"Aku gak tahu pernikahan orang lain seperti apa.." tangan Nicya terulur untuk meraih wajah Jaryan yang tengah duduk di kursi di samping ranjangnya.
"Tapi aku tahu persis kalau aku punya suami terbaik, yang nggak semua orang punya." Jaryan tersenyum.
Ia menatap Nicya dalam waktu yang sangat lama nyaris tak berkedip. Tangannya terus menggenggam tangan Nicya dengan begitu hangat. Ia mengecup tangan itu berkali-kali, terus mengulanginya dengan sebelah tangan lainnya yang ia gunakan untuk mengelus puncak kepala istrinya.
"Aku ngantuk," lirih Nicya dengan matanya yang sudah setengah terpejam.
"Tidurlah," Jaryan membenarkan posisi selimut gadis itu, namun ia hanya menggeleng.
"Naiklah Kak, temani aku. Aku ingin tidur hanya jika kamu memelukku." Jaryan pun menurut dan ikut naik.
Ia memeluk tubuh Nicya dan menepuk-nepuk pundaknya hingga tertidur. Namun hanya Nicya yang tertidur, tidak dengan Jaryan.
Di dalam kepalanya setiap hal masih begitu berisik. Ia masih begitu menyesali kegagalannya dalam menjaga Nicya di siang itu.
Andai ia tak bersikap acuh. Andai ia bisa mencegah Nicya untuk membantu. Andai ia bisa melarangnya untuk mendekat. Andai ia bisa melarangnya keluar rumah di hari itu.
Atau...
Andai ia bisa mencegah Nicya dekat dengan lelaki manapun.
Ia merasa tak berguna. Ia merasa tidak memenuhi fungsinya. Ia merasa tak berdaya menjadi suaminya.
Pernikahannya dengan Nicya...
Tidak!
Kali ini aku akan membahasnya sebagai Hazel.
Hazelnut si 'kacang polong kecil'. Begitulah ia selalu meledeknya dari saat mereka kecil, bahkan hingga mereka beranjak remaja.
Jaryan begitu menyukai segala hal tentangnya. Entah itu tubuh mungilnya yang mirip kacang polong. Sangat kecil, hingga terkadang sulit untuk bisa ia lihat.
Kalimat itu bermakna ambigu bukan? Hazel tidak sekecil itu. Tapi ia begitu sulit untuk Jery temukan. Apalagi karena setiap kelebihannya, yang membuat ia selalu berada diantara ribuan orang.
Jaryan juga menyukai rambut kepang kudanya. Menurut Jaryan kuncir itu membuatnya terlihat mirip unicorn lucu. Apalagi jika ditambah dengan setelan blouse atau cardigan favoritenya. Baju berwarna pastel, dan dilengkapi dengan motif berwarna pelangi.
Ia juga menyukai tawanya. Tawanya yang selalu terdengar renyah. Padahal seringkali ia hanya menertawakan hal sepele, seperti contohnya lelucon garing yang keluar dari mulut Marvin dan juga Juan.
Lelucon yang tak pernah ingin didengar oleh kawan-kawan mereka yang lainnya. Tapi selalu berhasil membuat si kacang polong tertawa terpingkal-pingkal.
Jaryan juga menyukai cara Hazel berpakaian. Menurutnya, segala jenis pakaian yang dimiliki oleh gadis itu terlihat unik. Entah itu setelan piyamanya yang selalu kebesaran dan menelan keseluruhan tubuhnya. Atau rok kembang bermotif bunga yang menonjolkan kaki jenjangnya yang indah.
tak lupa, sepatu lucu dengan warna pink atau baby blue yang terkadang juga tersemat boneka kecil di atasnya.
Ada juga kebiasaan buruknya yang tak pernah diketahui oleh orang lain selain dirinya. Yaitu si kacang polong yang selalu terbangun di tengah malam hanya untuk memakan cemilan kesukaannya, dengan alasan bahwa ia lupa telah meninggalkannya.
"Jangan tunggu sampai besok, nanti di semutin." celotehnya yang terdengar begitu lucu di telinga Jery.
Hampir dua puluh tahun mereka tinggal bersama sebagai pasangan yang dijodohkan. Juga lima tahun tinggal berdua di dalam suatu apartment. Membuat Jaryan perlahan hafal tentang segala tentangnya.
Suatu hal yang mungkin hanya dianggap lelucon oleh para tetua, namun berusaha keras untuk ia wujudkan menjadi sebuah kenyataan. 'Keluarga yang Bahagia' dan itu adalah antara dirinya juga kacang polongnya.
Sekarang, setelah kemunculan teman-temannya yang juga menjaga Hazel, bagaimana bisa ia berfikir untuk merelakan gadis itu dengan begitu mudah.
Untuk memperjuangkannya saja, ia masih kekurangan begitu banyak waktu. Apa iya, ia harus merelakannya sekarang? Dan kepada sahabatnya sendiri?
Tidak, mereka yang harus mengalah, bukan dia. Karena Hazel adalah istri sahnya.
"Kau tahu Kak," Hazel mulai bersuara.
Jaryan menatap manik mata Hazel yang ternyata masih belum tertidur.
"Semalam, aku melihatnya." Jery masih terdiam dan belum menanggapi.
Apa yang telah istrinya lihat? Ada apa dengannya semalam?
Selain kedatangan Adrian, dan dirinya yang menghabiskan waktu di bar milik Juan tak ada lagi yang ia ingat.
Atau maksud Hazel adalah moment ketika mereka tidur bersama di kamarnya? Apa iya, ia ingin membahasnya sekarang.
"Apa?" Sayangnya Jaryan tak sanggup mengatakan kalimatnya itu.
Ia hanya menatap manik mata Hazel semakin dalam, seolah pertanyaan itu akan sampai dengan sendirinya tanpa ia harus mengatakan. Hanya lewat pertukaran tatap diantara mereka.
"Pertengkaran mu dan ibu tirimu." Lagi-lagi Jaryan masih membisu. Ia tak tahu harus menanggapinya bagaimana.
Ia mabuk berat saat itu. Ia bahkan tak bisa mengingat jelas detil perkataan sang ibu tiri kepadanya. Ia hanya ingat bahwa ia telah dimaki seperti biasa, dan itu sama sekali tak mempengaruhinya.
Semua cercaan itu selalu hanya singgah, atau mungkin cuma lewat. Masuk telinga kiri, lalu memantul hilang dibawa angin entah kemana. Jaryan tak pernah menganggap serius semua itu selama ini,
"Aku tidak lagi mempedulikannya." Jaryan mengeratkan dekapannya pada Hazel.
"Jika memang, statusmu sebagai menantu Keluarga Quincy adalah yang terpenting. Maka manfaatkanlah aku! Dengan begitu aku akan bisa melindungi mu dari keluargamu, Kak." Jaryan tertegun.
Fikirannya melayang jauh entah sudah sampai kemana. Ia tak mengira bahwa Hazel akan berfikir sampai sejauh itu. Entah apa juga maksudnya membahas semua itu. Apa mungkin itu berarti bahwa ia merasa kasihan kepadanya. Ia tak ingin dikasihani.
"Aku tak peduli dengan status itu, selama kamu masih di sisiku Hazel. Tapi jika kehilangan status itu akan membuatku kehilanganmu, maka aku akan melakukan apapun." tegasnya kemudian.
Jaryan melerai pelukannya. ia menatap Hazel dengan tatapan penuh kesungguhan.
"Termasuk merelakan nyawaku, atau bertarung dengan sahabat-sahabatku sendiri, jika perlu." ujarnya membuat Hazel gugup.
"Jika ini tentang kedekatanku dengan Khaizan. Itu hanya karena mental Khaizan tidak dalam keadaan baik. Aku hanya berniat membantu Clarissa, aku hanya ingin mendukungnya Kak."
"Karena kamu terlalu baik, dan membuat Khaizan salah mengartikannya. Aku tahu kamu menyukai Jishan, bahkan kamu rela melepas Jishan demi membantu Khaizan. Semuanya menjadi semakin ambigu, karena itulah mereka jadi membawamu sebagai topik perdebatan diantara mereka. Dan aku tidak menyukai itu."
Nada bicara Jaryan naik beberapa oktaf, hingga membuat Hazel semakin gugup dan kehilangan alasan untuk mengelak.
"Tidak bisakah kita fokus hanya terhadap kita saja Kak?" pinta Hazel memohon.
"Itu bukan jalan keluar selama aku bukan milikmu Hazel. Aku bersikeras dengan pernikahan ini selama ini, padahal aku tahu bahwa separuh hatimu saja tak pernah kau berikan untukku."
Hazel salah. Ia kira dengan ia memperbaiki setiap interaksinya dengan Jaryan, maka akan ikut memperbaiki masalah pernikahan mereka. Namun Jaryan tak ingin terus menerus hidup dalam kebohongan. Ia harus mendapatkan jawabannya dari gadis itu, entah demi apapun. Ia ingin egois untuk hal ini.
"Bahkan malam itu, saat aku menyentuhmu..." Jaryan bangkit dan duduk sambil menyender di tepi ranjang.
"Hanya nama Jishan yang kau sebut. Kau mengulangi kata maafmu untuk dia. Dan saat aku egois dan memintamu tinggal bersamaku, kau malah menghadirkan Khaizan diantara kita dan membuatnya semakin menggila seperti hari ini." Hazel mulai terisak mendengarkan keluh kesah Jaryan.
Jaryan terluka melihatnya terluka. Apalagi melihatnya menangis saat ini.
tapi di sisi lain, Jaryan juga takut jika suatu saat ia harus merelakannya. namun bukan kepada manusia lain. Melainkan kepada sang pencipta.
Jaryan takut jika keegoisannya berlanjut, maka ia akan kehilangan segalanya tentang istrinya. Tapi jika ia tidak egois, bukan tidak mungkin jika kejadian hari ini akan terulang kembali kepada istri mungilnya.
"Aku mencintaimu, hanya untuk melihatmu bahagia. Tapi hidup denganmu belasan tahun, sambil mendengarkan mu menyebut nama lain..." Tangisan Jaryan pun ikut pecah. Bersama dengan Hazel yang makin terisak.
"Aku takut Hazel, aku takut."
"Rasanya semalam hanyalah sebuah mimpi. Aku menikmatinya, tapi di sisi lain aku takut. Aku takut jika aku terbangun dan segalanya akan berakhir." Hazel tak lagi sanggup menatap manik mata Jaryan dan menundukkan pandangannya sedalam-dalamnya.
"Dan kau tahu, saat mataku terbuka. Kau tidak lagi ada di sisiku. Aku takut, aku ingin sekali berteriak, aku ingin menangis. Dan kau kembali mengetuk pintu itu dan berkata bahwa kau menungguku untuk makan bersama."
"Untuk sesaaat, aku bahagia Zel, Aku merasa lega. Tapi untuk kesekian kalinya di hari itu, saat pintu kamar itu terbuka, dan aku ingin menemuimu. Ada kakakmu, Adrian. Aku kembali tersentak. " Jaryan menghapus air matanya dengan kasar.
setiap luka yang pernah tertoreh di hatinya seketika muncul ke permukaan dan sekaligus. Betapa pedihnya hatinya saat mengenang itu semua.
"Lagi-lagi itu hanya sandiwara Hazel."
"Aku penasaran, apa pernah ada namaku di setiap rencanamu?"