NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta CEO Duda

Mengejar Cinta CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Diam-Diam Cinta
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: triani

Alya, gadis miskin yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tertarik saat menerima tawaran menjadi seorang baby sister dengan gaji yang menurutnya cukup besar. Tapi hal yang tidak terduga, ternyata ia akan menjadi baby sister seorang anak 6 tahun dari CEO terkenal. kerumitan pun mulai terjadi saat sang CEO memberinya tawaran untuk menjadi pasangannya di depan publik. Bagaimanakah kisah cinta mereka? Apa kerumitan itu akan segera berlalu atau akan semakin rumit saat mantan istri sang CEO kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23, permintaan Tara

Setelah berjam-jam di dapur penuh dengan tawa, kekacauan, dan eksperimen kuliner, akhirnya Tara duduk di meja makan bersama Alya dan Aditya. Tara terlihat sangat puas menikmati hasil kerja keras ayahnya, meskipun omelet itu jauh dari sempurna.

Alya membereskan piring kosong di meja sambil sesekali tersenyum kecil melihat betapa ceria Tara hari ini. Aditya, di sisi lain, terlihat lebih santai daripada biasanya, menikmati suasana yang jarang terjadi di rumah mereka.

Saat Alya kembali duduk, Tara memandangnya dengan ekspresi serius namun polos, dan tiba-tiba mengucapkan sesuatu yang membuat suasana berubah.

Tara meletakkan garpunya dan berkata dengan polos, "Alya, aku ingin kamu jadi ibu baruku."

Alya tertegun, tangan yang baru saja hendak menyentuh gelas terhenti di udara. Aditya, yang sedang menyeruput teh, langsung tersedak. Ia buru-buru meletakkan cangkirnya dan menatap Tara dengan kaget.

"Apa maksudmu, Tara?" tanya Aditya dengan nada canggung, mencoba mengatasi situasi.

Tara menatap ayahnya seolah pertanyaan itu tidak perlu dijawab. "Maksudku ya seperti itu. Aku suka Alya. Dia baik, dia perhatian, dan dia selalu ada untukku. Alya jauh lebih baik daripada Mama."

Kata-kata Tara membuat Aditya menghela napas panjang, sementara Alya merasa tenggorokannya kering. Ia mencoba tersenyum meski hatinya campur aduk.

"Tara," Alya berbicara dengan lembut, "Alya senang kamu merasa begitu, tapi menjadi seorang ibu itu bukan sesuatu yang sederhana. Lagipula, ayahmu mungkin belum siap untuk itu."

Tara mengerutkan kening, menatap ayahnya dengan tajam. "Kenapa, Ayah? Bukannya Ayah juga suka sama Alya? Kalau Ayah nggak mau menikah lagi, gimana caranya aku punya ibu baru?"

Aditya terlihat sangat tidak nyaman. Ia mencoba mencari kata-kata yang tepat, tetapi tidak ada yang keluar. Akhirnya, ia hanya bisa mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Tara," katanya akhirnya, suaranya lebih tenang namun tegas, "itu bukan keputusan yang bisa kita buat dengan mudah. Dan... ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan hal seperti ini."

Alya bisa merasakan ketegangan di udara. Ia mencoba mengalihkan perhatian Tara dengan mengajak anak itu berbicara tentang hal lain, tetapi Tara hanya mendengus kecil dan meninggalkan meja makan dengan wajah cemberut.

Setelah Tara pergi ke kamarnya, Alya dan Aditya terdiam di ruang makan. Suasana terasa canggung, dan Alya akhirnya memutuskan untuk berbicara.

"Maaf," kata Alya pelan, memandang ke arah meja. "Aku nggak tahu Tara akan mengatakan sesuatu seperti itu."

Aditya menghela napas lagi, meletakkan siku di meja dan menyandarkan kepalanya di tangannya. "Ini bukan salahmu. Aku hanya... aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi ini."

Alya menatap Aditya dengan hati-hati. "Tara hanya seorang anak, Pak. Dia sedang mencari sosok yang bisa menggantikan kekosongan yang dia rasakan. Itu wajar."

Aditya mengangkat wajahnya, tatapannya sedikit melembut. "Aku tahu. Tapi setiap kali dia membicarakan hal seperti itu, aku merasa gagal. Aku tidak bisa menjadi ayah yang cukup baik untuknya, dan aku juga tidak yakin bisa memberikan apa yang dia butuhkan."

Alya terdiam sejenak, mencoba memilih kata-kata yang tepat. "Anda sudah melakukan yang terbaik. Tara mencintai Anda, itu jelas. Dia hanya ingin lebih banyak waktu bersama Anda. Dan soal... hal lainnya, mungkin Anda bisa menjelaskan situasinya dengan lebih lembut kepadanya nanti."

Aditya tersenyum tipis, tetapi ada rasa lelah di matanya. "Kamu benar. Aku hanya harus lebih berusaha. Tapi soal apa yang dia katakan tentang... kamu," Aditya berhenti sejenak, tampak canggung, "aku minta maaf kalau itu membuatmu tidak nyaman."

Alya menggeleng sambil tersenyum kecil. "Tidak apa-apa. Tara hanya anak-anak. Tapi untuk sekarang, mungkin sebaiknya kita fokus membuat dia bahagia, tanpa membahas hal-hal lain yang terlalu rumit."

Aditya mengangguk pelan. "Terima kasih, Alya. Kamu selalu tahu cara menangani situasi seperti ini. Aku bersyukur kamu ada di sini untuk Tara."

Alya hanya tersenyum, tetapi di dalam hatinya, ia tahu percakapan ini meninggalkan sesuatu yang lebih dalam. Bukan hanya tentang Tara, tetapi juga tentang hubungan yang perlahan tumbuh di antara mereka bertiga, meski masing-masing masih takut mengakuinya.

****

Sudah beberapa hari Nadia tidak terlihat setelah interaksi terakhirnya dengan Tara. Aditya berpikir mantan istrinya telah menyerah pada rencananya untuk kembali memasuki kehidupan Tara. Namun, pagi ini, di tengah kesibukan kantor yang rutin, Nadia muncul di ruangannya tanpa peringatan. Mengenakan pakaian formal dengan aura percaya diri yang membuat semua orang di kantor menoleh, Nadia membawa sebuah folder dokumen dan ekspresi tegas.

Aditya sedang membaca laporan ketika pintu ruangannya terbuka tanpa ketukan. Sekretarisnya mencoba menghentikan Nadia, tetapi wanita itu sudah melangkah masuk seperti pemilik tempat tersebut.

Aditya mendongak dari mejanya, "Nadia? Apa yang kamu lakukan di sini?"

Nadia tersenyum sinis, "Santai, Aditya. Aku hanya datang untuk diskusi penting. Kita perlu bicara tentang Tara."

Aditya menutup dokumen di mejanya dan melipat tangan, "Kalau ini tentang Tara, kita bisa bicarakan dengan cara yang lebih formal. Bukan dengan tiba-tiba muncul di kantor seperti ini."

Nadia meletakkan folder di meja Aditya dengan keras, "Oh, aku pikir formalitas tidak penting lagi setelah kamu membiarkan wanita asing itu, mengambil alih peranku sebagai ibu Tara."

"Maksudnya, Alya?"

"Iya,"

Aditya menaikkan alisnya, "Nadia, aku tidak tahu apa yang kamu dengar atau pikirkan, tapi Alya bukan 'mengambil alih' peran siapa pun. Dia ada di sana untuk membantu, karena kamu—"

"Karena aku apa? Pergi? Kamu tahu alasan aku pergi, Aditya. Aku punya karier yang harus aku bangun." Nadia dengan cepat memotong.

Aditya menahan nada suaranya tetap tenang, "Dan dalam proses itu, kamu meninggalkan Tara. Jangan salahkan aku karena memastikan dia mendapatkan perhatian yang dia butuhkan."

Nadia tersenyum dingin, "Oh, perhatian dari seorang wanita asing yang bahkan bukan bagian dari keluarga kita? Aku rasa itu bukan langkah yang bijak."

Aditya menghela napas dalam, "Kalau kamu ke sini hanya untuk menjelekkan Alya, aku sarankan kamu pergi, Nadia. " ucapnya dengan nada tajam.

"Aku tidak hanya datang untuk bicara, Aditya. Aku datang untuk mengambil hak asuh penuh atas Tara."

 

Kata-kata Nadia membuat suasana di ruangan itu seketika berubah dingin. Aditya menatap mantan istrinya dengan ekspresi sulit dibaca, tetapi tangan yang terkepal di atas meja menunjukkan ketegangan yang ia rasakan.

"Kamu serius?" ucapnya perlahan.

Nadia menyilangkan tangannya di depan dada, "Sangat serius. Aku sudah berbicara dengan pengacara. Dengan situasi saat ini, aku yakin aku bisa memenangkan hak asuh penuh. Kamu tahu, pengadilan tidak akan berpihak pada ayah yang membawa wanita tak jelas untuk tinggal bersama anaknya."

Aditya bangkit dari kursinya, berdiri tegak menghadap Nadia.

"Alya adalah seseorang yang membantu Tara. Dia memberikan perhatian yang kamu tidak pernah berikan selama bertahun-tahun. Jangan berani-beraninya kamu meremehkan perannya."

Nadia menatap Aditya dengan tajam, "Mungkin kamu terlalu sibuk terpesona olehnya sehingga kamu lupa bahwa aku adalah ibu Tara."

"Ibu? Seorang ibu yang meninggalkan anaknya demi karier? Kamu tidak bisa begitu saja muncul dan mengklaim hak asuh hanya karena merasa terganggu oleh keberadaan Alya." ucap Aditya dengan tegas.

Nadia menyeringai, "Kita lihat saja di pengadilan, Aditya. Tara adalah putriku, dan aku akan membawanya kembali."

 

Saat Nadia berbalik untuk pergi, pintu ruangannya terbuka, dan Alya muncul dengan membawa berkas yang diminta Aditya karena tertinggal di rumah. Ia terkejut melihat Nadia di sana, tetapi dengan cepat membaca situasi.

"Maaf, saya tidak bermaksud mengganggu."

Aditya menatap Alya dengan lembut, "Tidak, Alya. Masuk saja."

Nadia menatap Alya dari ujung kepala hingga kaki dengan senyum mengejek.

"Oh, ini dia wanita yang menjadi pengasuh dadakan Tara. Aku tidak tahu kamu juga sering mengunjungi mantan suamiku di kantor ya, Alya. Atau jangan-jangan kamu sengaja cari perhatian di sini."

Alya, meskipun terkejut, tetap tenang.

Alya tersenyum tipis, "Saya ke sini hanya untuk mengantarkan berkas pak Aditya yang ketinggalan, tidak lebih. Saya harap Anda bisa memahami itu."

Nadia tertawa kecil, "Oh, aku sangat memahami. Mengantar, ya? Kamu cukup pandai dalam banyak hal, sepertinya."

Aditya, yang tidak tahan lagi, memotong.

"Nadia, cukup. Tinggalkan kantor ini sebelum aku meminta keamanan mengeluarkanmu. Alya tidak ada hubungannya dengan apa pun yang kamu rencanakan."

Nadia mengangkat bahu dengan angkuh dan berjalan keluar tanpa sepatah kata lagi, meninggalkan Alya dan Aditya dalam keheningan.

 

"Maaf, saya tidak tahu dia ada di sini." ucap Alya hati-hati.

Aditya menghela napas, "Bukan salahmu, Alya. Nadia hanya... mencoba mengacaukan segalanya."

"Maksudnya?"

"Dia ingin mengambil hak asuh Tara dariku."

Alya cukup terkejut, "Dia benar-benar serius dengan hak asuh Tara?"

Aditya mengangguk perlahan, "Sepertinya begitu. Tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Tara membutuhkan stabilitas, dan Nadia tidak bisa memberikannya."

Alya menatap Aditya dengan rasa empati.

"Kalau ada yang bisa saya bantu, Pak, saya siap. Demi Tara."

Aditya terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. "Terima kasih, Alya. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu."

Namun di dalam hati, Aditya merasa cemas. Nadia adalah wanita yang tahu cara mendapatkan apa yang diinginkannya, dan ia tidak akan mundur begitu saja.

Bersambung

Happy reading

1
yuning
semangat Alya
yuning
ada yang mencair
yuning: hatiku say 😁
Tri Ani: tapi bukan es, apa tuhhhh😁
total 2 replies
yuning
aku ikutan menghangat
yuning
waalaikumsalam,sama sama Thor
Nursina
seru lanjutkan
Entin Fatkurina
so aweet
Tri Ani: makacihhhhhh
total 1 replies
yuning
calon istri idaman
yuning
menjadikan Alya istrimu solusinya
SRI JARWATI
Mama alya ....uuh pasti happy banget si tara , mwmiliki mama pengganti yg lpsmuh kasih sayang
SRI JARWATI
Semengat Tara , kamu memang anak yg cerdas.
SRI JARWATI
Bagus banget ceritanya, aqu suka
SRI JARWATI
Dasar manusia es , nyebelin
SRI JARWATI
Jangan menyerah alya , kamu pasti bisa mencairkan manusia dingin itu , semangat
SRI JARWATI
Terus semangat alya
SRI JARWATI
Semangat alya , kamu bisa
SRI JARWATI
Tuan CEO nya dingin banget ya , iihh serem
SRI JARWATI
Ceritanya bagus , selalu bikin penasaran dan menambah wawasan bagi yg belum berpengalaman
SRI JARWATI
Bagus banget cara merayunya /Good/
yuning
sarangheo
yuning
Alya calon ibu dari anak anak kamu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!