Selamat datang di novel kedua author!!
Terimakasih sudah mampir dan baca di sini❤
Seperti biasa author bikin novel dengan minim konflik karena novel author adalah hasil kehaluan author yang direalisasikan dalam bentuk kisah sempurna tanpa cela sedikitpun😆
Happy reading love!
BRIANNA STANFORD, wanita cantik pemilik mata heterochromia dijadikan jaminan oleh kakaknya tanpa sepengetahuannya. Kakaknya meminta suntikan dana kepada pengusaha muda multinasional ALLARD LEONARDO SMIRNOV dengan alasan untuk membangun kembali perusahaannya yang hampir colaps. Bagaimana nasib Brianna ditangan Allard? Akankah cinta tumbuh diantara keduanya? Sedangkan Brianna sudah mengikrarkan bahwa dirinya tidak akan pernah menikah.
Simak terus ceritanya❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arashka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Beberapa hari setelah insiden malam itu, Brianna memilih cuti sejenak dari kegiatan berpestanya. Sore ini setelah Brianna selesai bekerja, ia akan bertemu dengan Bethany di salah satu cafe di sebrang perusahaan Axel.
“Beth, kau masih di perusahaan Axel?” Tanya Brianna yang melakukan panggilan lewat sebuah layar kecil di bagian depan mobilnya.
“Ya Anna. Kau sudah sampai?” Tanya Bethany.
“Lima menit lagi aku sampai.”
“Oke.”
Brianna menekan layar di depannya untuk mematikan panggilannya.
“Honey aku akan bertemu Brianna di sebrang perusahaan ini. Kau tidak boleh macam-macam di belakangku.” Ucap Bethany kepada Axel.
“Hei tak ada jejak playboy dari diriku sayang.” Jawab Axel lalu mencium bibir istri cantiknya itu.
“Ya tapi kau bersahabat dengan dia.” Ucap Bethany dan menunjuk pria yang sedang duduk di atas sofa dan menatap layar ponselnya.
“What?” Tanya pria tersebut saat menyadari Bethany dan Axel sedang menatap dirinya.
“Ya dia memang pecinta wanita, baby.” Ucap Axel.
“Sudahlah aku pergi dulu, Brianna pasti sudah menunggu di sana. Bye honey.” Bethany pun pergi.
“Bye sayang, kabari aku terus.” Teriak Axel saat Bethany sudah mulai keluar dari ruangannya.
“Dasar budak cinta.” Ucap Allard.
“Aku sumpahi kau cinta mati kepada satu wanita bahkan kau sama sekali tidak bisa lepas darinya.” Kata Axel menyumpahi sahabatnya itu.
Allard hanya mengedikkan kedua bahunya.
“Kau sama sekali tak tertarik pada Brianna, dude?” Tanya Axel.
“I like her eyes.” Jawab Allard.
“Just eyes?”
“Hmm.”
“Ya memang matanya memiliki daya tarik tersendiri. Matanya mampu menghipnotis siapapun kecuali aku, karena aku sangat cinta mati pada Bethany.” Ucap Axel dengan segala kegombalannya.
“Menjijikan..” Sahut Allard sambil melemmpar sebuah majalah ke arah Axel.
*
*
Brianna sudah lebih dulu sampai di cafe tersebut. Brianna menaiki tangga untuk menuju ke lantai dua. Ia memilih ruangan outdoor karena ingin bebas merokok. Pekerjaannya yang padat membuat kepalanya setiap hari selalu penat. Jadi ia selalu menghabiskan satu atau dua batang rokok jika sedang lelah dan stress.
Brianna memilih meja yang berada di samping, dekat dengan dinding pembatas. Ia mulai duduk lalu mengeluarkan satu batang rokok dari bungkusnya yang baru saja ia ambil dari dalam tas. Ia menyalakan sebuah pemantik lalu mengarahkannya ke ujung rokok. Perlahan Brianna mulai menghisapnya hingga keluar asap dan rokok pun mulai menyala. Brianna menghembuskan asap rokoknya dan menguap di udara.
Tak lama Bethany muncul lalu menepuk bahu Brianna.
“Hai, kau sudah lama?” Sapa Bethany lalu mencium kedua pipi Brianna dan duduk di depannya.
“Aku baru saja sampai.” Jawab Brianna sambil terus menghisap nikotinnya.
“Sampai kapan kau akan merusak tubuhmu seperti ini, Anna?” Tanya Bethany.
Tangannya terangkat berniat untuk mengambil rokok yang diapit diantara jari telunjuk dan jari tengah Brianna.
“Oh come on, Beth. Aku sedang menikmatinya.” Ucap Brianna yang langsung menjauhkan rokoknya dari depan Bethany agar tak dibuang oleh sahabatnya itu.
“Baiklah, jika aku hamil nanti kau tak boleh merokok di hadapanku.” Ucap Bethany.
“Ya itu pasti. Kau mau pesan apa?” Tanya Brianna yang saat ini sedang melihat beberapa menu dari sebuah tablet yang khusus untuk memesan menu di cafe tersebut.
“Samakan saja denganmu.” Jawab Bethany.
Brianna memesan steak daging dengan tingkat kematangan medium dan wine untuk makan malamnya kali ini bersama Bethany. Cuaca dingin di sore hari menjelang malam ini sangat cocok jika ditemani segelas wine.
“Kau terlihat sangat kacau sekali, Anna. Apa ada masalah?” Tanya Bethany.
“Ya, aku selalu banyak masalah. Kali ini kakak ku terus menerus menerorku agar aku membantu perusahaannya untuk menyetujui kerja sama dengan perusahannya yang colaps.” Jawab Brianna.
“What? Untuk apa? Itu tidak akan menguntungkan perusahaanmu.” Sahut Bethany.
“Aku merasa ada yang aneh. Beberapa bulan yang lalu Daddy memberikan suntikan dana yang sangat banyak untuk perusahaan Kak Jeff yang sedang bermasalah. Seharusnya Kak Jeff bisa mengelolanya dengan baik. Tapi beberapa bulan setelah itu ia kembali meminta dana yang sangat besar. Itu sangat janggal bagiku.”
“Lalu apakah Uncle Philip memberikannya?” Tanya Bethany.
“Of course not, Beth.”
“Syukurlah.. Lebih baik kau selidiki dulu apa sebenarnya masalah yang menimpa perusahaan Jeffrey sampai-sampai perusahannya colaps dua kali seperti ini.”
“Ya, aku akan menyelidikinya.”
Tak lama seorang pramusaji membawa nampan berisikan pesanan Brianna dan Bethany. Brianna pun mematikan rokoknya dan mereka menikmati makanannya dengan obrolan biasa mengenai keseharian mereka.
“Axel tak menyusulmu kemari?” Tanya Bethany di sela-sela makannya.
“Entahlah. Dia masih bersama Allard membahas proyeknya.” Jawab Bethany.
Brianna hanya ber-oh ria dan menikmati kembali makanannya.
"Kau tak tertarik dengannya, Anna?” Tanya Bethany.
“Tertarik? Siapa?”
“Allard, kau sama sekali tak tertarik dengan pria seksi nan kaya raya itu?” Tanya Bethany penasaran.
Brianna hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba ponsel Brianna berdering. Ia nampak mengerutkan keningnya saat nama Jeffrey tertera di layar ponselnya. Brianna ingin mengabaikan panggilan tersebut tapi ia tidak bisa karena ponselnya terus menerus berdering secara berulang. Hingga akhirnya Brianna menyerah dan mengangkat panggilannya.
“Ada apa?” Tanya Brianna sambil memegang gelas wine lalu meneguknya.
“.....”
Brianna terdiam. Perlahan gelasnya terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai hingga pecah. Ponselnya pun terjatuh dan tubuhnya melemas.
“Anna! Ada apa?!” Bethany berlari ke samping Briana dan mengambil ponselnya yang terjatuh lalu menahan tubuh Brianna yang sudah lemas dan ambruk dalam keadaan duduk dan bersandar di tubuh Bethany.
“Halo? Ada apa Jeff? Brianna pingsan.”
“Beth, Daddy kecelakaan dan meninggal di tempat.” Ucap Jeffrey dalam panggilannya.
“APA?! Jeff kau jangan becanda!” Pekik Bethany kepada Jeffrey.
“Daddy di rumah sakit Universitas Charite dan sebentar lagi akan dipulangkan ke mansion. Kau langsung antar Brianna ke mansion saja. Aku minta tolong padamu.” Ucap Jeffrey lalu mematikan panggilannya.
Bethany benar-benar panik. Saking paniknya ia benar-benar bingung harus bagaimana. Akhirnya ia menelpon Axel menggunakan ponsel Brianna yang masih ia pegang.
"Halo Anna, ada apa?" Tanya Axel saat panggilan sudah terhubung.
“Ha-halo, honey? Ini aku. Brianna pingsan di cafe sebrang perusahaanmu. Tolong kemarilah honey.” Ucap Bethany dengan panik dan suara yang bergetar.
“Oke honey. Aku kesana.” Jawab Axel.
Axel bergegas akan mendatangi Bethany dan Brianna. Saat Axel keluar dari ruangannya ia berpapasan dengan Allard yang baru saja kembali dari cafetaria.
“Hey kau mau kemana?” Tanya Allard.
“Ke Cafe, Brianna pingsan. Ayo bantu aku.” Ucap Axel yang juga panik.
Allard menautkan kedua alisnya. Meski ia masih bingung ia tetap mengikuti langkah Axel di belakangnya. Mereka berjalan dengan langkah yang besar. Saat sampai di cafe tersebut, Axel mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Bethany dan Brianna. Axel tidak menemukannya, akhirnya ia naik ke lantai dua dan ia melihat beberapa orang berkumpul disalah satu meja.
“Anna, sadarlah.” Bethany menepuk-nepuk pipi Brianna namun ia tetap tidak sadar.
“Honey, astaga. Apa yang terjadi?”
“Axel.. Jeffrey menelpon dan dia bilang Uncle Philip kecelakaan dan meninggal di tempat.” Ucap Bethany dengan isak tangisnya.
“Oh God..” Axel terkejut.
Allard yang masih membaca situasi, mencoba untuk memahami. Ia mulai mengingat wanita yang saat ini pingsan adalah wanita yang saat itu mendapatkan buket bunga di pernikahan Axel dan juga wanita yang berada di club malam miliknya.
‘Ah ya dia pemilik mata heterochromia itu.’ Gumamnya dalam hati.
"Allard!" Panggil Axel sambil mengguncang bahunya.
“Aku sejak tadi bicara denganmu, ayo bawa dia ke dalam mobil.” Ucap Axel dengan sedikit membentaknya.
“A-aku?”
“Ya kau!”
Allard mau tak mau menggendong tubuh lemas Brianna ala bridal style. Tanpa merasa kesusahan Allard membawa Brianna menuruni anak tangga cafe itu. Kepalanya yang menjuntai dan menampilkan lehernya, kancing kemeja yang terbuka bagian atasnya hingga menampilkan belahan dadanya mampu membuat Allard berpikiran mesum saat itu.
‘Shit, melihatnya seperti ini benar-benar membangunkan sisi liarku. Oh god, betapa bajingannya aku ini.’ Ucap batinnya bermonolog.
Bethany dan Axel berjalan di belakangnya. Axel sudah masuk ke dalam mobil milik Brianna dan duduk di bangku kemudi. Bethany duduk di samping Axel sedangkan Allard duduk di belakang dengan posisi Brianna berada di atas pangkuannya.
“Hei sadarlah..” Ucap Allard menepuk-nepuk pipi Brianna.
Setelah berkali-kali Allard menepuk-nepuk pipi Brianna dan memanggilnya terus menerus, perlahan Brianna pun membuka matanya.
“Hei Anna..” Panggil Bethany sambil menoleh ke belakang.
Brianna masih terdiam, ia tidak menghiraukan panggilan dari Bethany. Ia berusaha mencerna semuanya. Matanya mulai memanas, dadanya terasa sesak dan menyakitkan. Tangannya meremas baju dibagian dadanya hingga akhirnya tangisnya pecah begitu saja.
“INI TIDAK MUNGKIN!!!” Teriak Brianna dalam tangisnya. Tubuhnya bergetar hebat, tangisnya benar-benar terdengar memilukan.
Sekelebat kenangan dengan sang ayah pun terputar kembali dipikirannya. Allard mencoba untuk memeluk Brianna lalu menanamkan wajah Brianna di ceruk lehernya. Brianna mengalungkan tangannya di leher Allard dan menangis sekencang-kencangnya. Ia tidak peduli siapa yang saat ini dipeluk olehnya. Brianna hanya memikirkan Philip saat ini.
Semua yang berada di dalam mobil hanya diam mendengar tangisan pilu Brianna. Entah kenapa Allard memeluknya dan mengelus pelan punggung Brianna.
‘Aku hanya berempati padanya. Ya hanya berempati.’ Gumam Allard lagi.
Tbc..
Jangan lupa follow like komen favorit dan hadiah yaa❤