"Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela.
"Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra.
Instagram : @wp.definasyafa
@haikal.mhdr
TikTok : @wp.definasyafa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon definasyafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋆˚𝜗 Business 𝜚˚⋆
"Huftt."
Haikal mendudukkan dirinya tepat di samping Cakra, cafe ini lebih ramai dari biasanya oleh sebab itu Haikal merasa badanya sangat lelah. Lelaki itu meregangkan otot-otot tangan serta kepalanya, kemudian bersender pada senderan kursi dengan nyaman.
Cakra menoleh menatap Haikal yang terlihat begitu kelelahan, "kalo capek istirahat aja kal, gaji lo nggak bakal gue potong kalik."
Haikal kembali menegakkan badanya menepuk pundak Cakra pelan, "slow cak ini kam udah kewajiban gue, lo jangan perilakuin gue beda sama barista yang lain, gue nggak enak sama mereka."
Cakra selalu memperlakukan Haikal spesial bahkan gaji Haikal selalu lebih besar dari pada barista lainnya. Haikal selalu menolak, tapi bukan Cakra namanya jika dia tidak berhasil memaksa Haikal.
"Ntar kalo lo sakit gue juga yang susah." Cakra berucap dengan tatapan yang masih fokus pada game nya, dia tengah mabar bersama Rey dan Nando jangan sampai dia kalah nanti.
Ya, malam ini seperti malam-malam biasanya anggota Peaceable berkumpul di cafe milik Cakra. Mereka di sibukkan dengan dunianya masing-masing, bahkan ada juga yang sudah tertidur pulas dengan kepala yang dia letakkan di atas meja.
Haikal mencomot satu nugget milik Cakra, "iya-iya cak, gue tau kok kalo lo sayang sama gue." kekeh Haikal pelan dengan tangan kanannya memasukkan nugget itu kedalam mulutnya.
Cakra berdecak mendengar ucapan percaya diri Haikal, kakinya menginjak kaki Haikal dari bawah meja pelan. "jijik banget."
Bukan kesakitan Haikal justru terkekeh pelan, tangannya meraih coffee latte milik Cakra menyeruput minuman itu sedikit dengan mata yang menyusuri isi cafe. Menatap satu persatu pengunjung yang ada di dalam cafe itu hingga pandangannya jatuh pada seorang pria berbalut jas hitam yang berjalan keluar cafe. Dari belakang, Haikal seperti mengenal siapa pria itu.
Lelaki yang masih berbalut apron nya itu dengan cepat meletakkan gelas coffee latte milik Cakra, melepas apron yang melekat pada tubuhnya dan berdiri begitu saja keluar cafe tanpa berpamitan pada teman-temannya.
Cakra yang duduk di samping Haikal pun seketika menoleh menatap Haikal yang berlari kecil keluar cafe, bahkan sahabatnya itu tidak memperdulikan panggilan keras dari nya.
"WOY KAL LO MAU KEMANA NYET."
Haikal berlari kecil mengikuti langkah pria yang Haikal yakini bahwa pria itu adalah Papa-nya, hingga pria itu memasuki mobil dan melajukan mobilnya keluar gerbang cafe. Haikal dengan cepat menaiki motornya, melajukan motor itu dengan cepat mengikuti mobil hitam di depannya.
"Semoga bener itu Papa ya Allah."
Haikal bergumam lirih di atas motornya, matanya fokus menatap mobil hitam di depannya. Dia tidak boleh kehilangan jejak mobil itu, Haikal yakin jika pria itu adalah Papa-nya. Tidak masalah jika nanti Haikal tidak dapat memeluk Papa-nya yang penting dia tau dimana letak rumah Papa-nya.
Motor besar milik Haikal berhenti tepat di sebrang rumah besar minimalis berlantai dua. Haikal dapat melihat mobil hitam milik Papa-nya memasuki gerbang rumah itu. Haikal yakin jika itu adalah Papa-nya, dia sempat melihat wajah itu tadi saat pria itu memasuki mobilnya.
Haikal tersenyum tipis menatap pagar itu yang sudah kembali tertutup rapat, kepalanya mendongak menatap langit malam seakan dia dapat melihat wajah damai sang Nenek.
"Nenek tau, sekarang Haikal juga udah tau rumah Papa nek. Tuhan baik ya nek, kemarin Haikal ditunjukin rumah Mama sekarang giliran rumah Papa."
***
"Semalem lo kemana buru-buru banget, mana nggak pamit dulu lagi sama gue."
Cakra berucap sambil melangkahkan kakinya keluar kelas beriringan dengan Haikal, mengikuti langkah Arkan dan Sarga yang berada di depannya, sementara di belakang mereka ada Rey Nando dan Eza yang berada di tengah-tengah.
Haikal membenarkan letak tas yang bertengger di bahu kanannya, "gue ketemu Papa cak semalem."
Jawaban Haikal berhasil mengalihkan atensi Cakra, dia yang semula menatap banyaknya siswa-siswi yang berlalu-lalang hendak keluar gerbang pun seketika menoleh menatap Haikal sepenuhnya.
Memang hari ini Diningrat Internasional School pulang lebih awal dari biasanya, para guru melakukan rapat yang katanya membahas tentang metode pembelajaran baru. Oleh karena itu sekarang pintu keluar gerbang Diningrat Internasional School sudah di penuhi dengan lautan manusia, layaknya segerombolan semut yang ingin mengerubungi secuil gula merah yang berceceran di depannya.
Masing-masing dari mereka merebutkan jalan agar cepat pulang ke rumah, begitupun dengan anggota Peaceable yang berjalan dengan gaya angkuhnya. Bahkan siswa-siswi yang berlalu-lalang disana tidak fokus pada jalan mereka sebab lebih antusias memandangi ketampanan tujuh pangeran Diningrat Internasional School.
"Lo temuin dia?"
Cakra bertanya tanpa mau menyebut pria br3n9s3k itu sebagai Papa Haikal. Sejujurnya dia sangat muak dengan kedua orang tua Haikal. Cakra ingin menghajar dua orang itu hingga mereka sadar apa yang mereka perbuat itu salah, tapi Haikal selalu menahannya. Haikal selalu berfikir jika orang tuanya sangat sibuk membuat mereka tidak ada waktu untuk dirinya. Entah Haikal yang terlalu baik atau kedua orang tuanya yang br3n9s3k.
Haikal menggeleng pelan, "nggak, gue cuma liat mobilnya, dan sekarang gue tau cak dimana rumah Papa sama Mama."
Cakra dapat melihat terdapat raut kerinduan yang begitu besar yang terpancar di wajah Haikal meskipun lelaki itu berusaha terlihat biasa saja di depannya.
"Temuin mereka sekarang, gue temenin. Mereka harus tau kal gimana susahnya hidup lo selama ini." Cakra berusaha untuk tidak meluapkan emosinya sekarang, entah kenapa dia selalu tersulit emosi saat membahas kedua orang tua Haikal. Rasanya dia ingin sekali menghabisi dua orang br3n9s3k itu detik ini juga.
Haikal terkekeh pelan, "marah-marah mulu lo, cepet tua ntar. Lagian gue cuma pengen tau rumah mereka aja, biar kalo sewaktu-waktu gue kangen mereka gue bisa liat mereka meski dari jauh."
Cakra hendak kembali buka suara tapi seorang gadis lebih dulu menyela ucapannya.
"KAKAK BAIK, Ella numpang nebeng pulang ya." gadis dengan kuncir kudanya tak lupa pita besar yang ada di sela-sela kunciran nya itu tiba-tiba berdiri depan Haikal yang hendak berjalan menuju motornya.
Ella mendongak dengan kedua tangan yang menggenggam erat tali tas punggungnya, kedua matanya mengerjap binar menunggu jawaban yang dia harapkan.
Haikal menghembuskan nafas beratnya, matanya terpejam erat sebelum kembali terbuka. Menatap gadis di depannya jengah, entah kesialan apa lagi yang harus menimpa Haikal siang ini, padahal dari tadi pagi hidupnya sudah begitu tenang sebab dia berhasil menghindari gadis aneh ini. Tapi sekarang lihatlah, Haikal pasti akan dalam masalah besar setelah ini.
"Nggak bisa." jawab Haikal singkat sebelum lanjut melangkahkan kakinya menuju motornya berada, merogoh sagu seragam guna mengeluarkan kunci motor miliknya.
Ella tak mungkin tinggal diam sebab tujuannya adalah memiliki Haikal sebelum gadis yang seperti model kemarin. Tidak, tidak, tidak bisa. Kakak baik ini adalah miliknya, gadis seperti model kemarin tidka boleh mengambil kakak baik ini darinya.
Tanpa rasa takut, Ella mengikuti langkah Haikal dan berdiri di samping lelaki itu. Haikal belum menyadari kehadirannya, hingga saat lelaki itu hendak mengarahkan kunci itu pada motornya Ella dengan cepat menyahut kunci motor itu dari Haikal dan mengantongi kunci itu di saku depan seragamnya. Jika seperti ini Ella yakin Haikal tidaka kan berani mengambilnya.
"Anterin Ella pulang dulu kakak baik, baru kunci motornya Ella kembaliin."