Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKHIRNYA SAH
Tubuh Embun terasa lemas. Dia syok tiba-tiba akan dinikahi Nathan. Nathan memang tampan dan kaya, tapi masalahnya, mereka tak saling kenal.
Begitupun dengan Rama, dia tak kalah syok dari Embun. Jika benar Embun dan Nathan menikah, itu artinya wanita itu akan jadi kakak iparnya. Musnah sudah impiannya untuk menjadikan Embun istri kedua.
"Apa-apaan ini, Kak?" tanya Navia.
Nathan menarik tangan adiknya, mengajaknya sedikit menjauh untuk berbicara.
"Bukankah kau yang meminta aku memisahkan mereka?" Nathan menatap Embun dan Rama bergantian.
"Tapi gak harus dengan menikahi pelakor itu. Masih banyak cara lain. Aku tak rela Kakak menikah dengan wanita murahan seperti dia," Navia menatap tajam kearah Embun.
"Sudahlah, Nav. Lagian kau tahu sendirikan, Ibu selalu mendesakku untuk menikah. Bukankah ini solusi terbaik, aku menikahinya untuk memenuhi permintaan Ibu sekaligus menyelamatkan rumah tanggamu. Dengan menikahinya, Embun akan selalu berada dalam jangkauanku. Dia tak akan bisa menikah dengan Rama meski secara diam-diampun."
"Apa Ibu sudah tahu Kakak akan menikah hari ini?"
Nathan menggeleng, "Besok aku akan membawanya bertemu Ibu. Tapi ingat, jangan pernah bilang pada Ibu jika Embun seorang pelakor." Navia mengangguk paham.
Pikiran Embun menerawang kemana mana. Dia berusaha untuk berfikir logis. Bagaimana mungkin seorang CEO tiba tiba mau menikahinya? Pasti ada sebuah rencana, tak mungkin hanya kebetulan.
Ternyata selain pandai menggoda suami orang, kau juga pandai berakting.
Embun teringat kalimat Nathan tadi. Itu artinya, pria itu tahu scandalnya dengan Rama. Pernikahan ini pasti hanya cara untuk memisahkan dia dengan Rama. Dan yang paling menakutkan, bagaimana jika ini adalah cara Nathan balas dendam karena sakit hati Navia. Belum lagi, sering terdengar desas desus di kantor jika Nathan adalah seorang gay.
Aku harus kabur dari sini. Ayo Mbun mikir, mikir cara buat kabur.
Disaat otaknya masih sibuk berfikir, Embun kaget saat seseorang memegang tangannya. Ternyata orang tersebut adalah Paklik.
"Paklik senang akhirnya kamu akan menikah, Mbun," ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Dia lalu melirik Rama tajam. "Ternyata Tuhan telah menyiapkan jodoh yang lebih baik untukmu daripada pecundang yang hanya mengobral janji."
Rama menelan ludahnya susah payah. Dia pahan jika ucapan barusan adalah sindiran buatnya.
"Ta-tapi bagaimana bisa Paklik tiba-tiba ada disini?" Embun masih bingung.
"Kemarin Nathan datang kerumah." Mata Embun langsung melotot mendengar itu. "Dia meminta langsung pada Paklik dan Ibumu untuk menikahimu."
Embun menutupi mulutnya yang menganga dengan telapak tangan. Dia tak mengira Nathan melakukan itu.
"Kampung langsung heboh karena kedatangan Nathan yang membawa seserahan banyak sekali untuk melamarmu. Ibumu sangat senang." Paklik tak kuasa menahan haru, air matanya menetes memgingat kejadian kemarin. "Akhirnya kamu akan menikah Mbun. Dengan pria baik seperti Pak Nathan. Tidak akan ada lagi yang mengataimu perawan tua." Lagi lagi, Paklik melirik Rama tajam. Dia tak bisa menyembunyikan kekesalannya pada Rama. Kalau bukan karena Rama, Embun pasti sudah menikah sejak dulu karena banyak yang meminang.
Belum selesai Paklik bicara, ponselnya tiba tiba berbunyi.
"Ibumu video call Mbun." Paklik segera menjawab panggilan dan memberikannya pada Embun.
"I-ibu."
Bu Siti kaget melihat putrinya masih berpakaian biasanya.
"Kok kamu belum siap-siap, bukankah sebentar lagi kamu menikah?"
"I-itu Bu," Embun bingung. Tapi tiba tiba, Paklik mengarahkan ponsel kewajahnya. "Kata Nathan, dia harus segera ke luar negeri beberapa jam lagi. Jadi ini hanya nikah dadakan, yang penting sah dulu. Surat suratnya juga belum jadi kata petugas KUA, tapi tidak apa apa, nanti menyusul."
"Ibu senang sekali Nduk, akhirnya kamu akan menikah," Bu Siti tak kuasa menahan air matanya. "Sekarang tak akan ada lagi yang menghinamu. Tuhan maha adil, kamu dicampakkan pria tak tahu diri, tapi malah dapat ganti yang lebih bertanggung jawab. Bahkan meski kalian baru kenal sebentar, dia sudah berani datang untuk melamarmu."
"Saudara Nathan dan Embun, silakan masuk," terdengar suara panggilan dari petugas KUA.
"Sudah dipanggil Mbak Yu, sudah dulu ya," ujar Paklik.
"Semoga kamu bahagia Nduk, maaf Ibu tak bisa datang. Tapi Ibu selalu mendoakanmu."
Melihat ibunya menangis, Embun tak kuasa menahan tangisnya juga. Semua orang kampung sudah tahu dia dilamar Nathan, jadi mana mungkin dia kabur saat ini. Ibu dan Paklik, Embun tak tega menghancurkan kebahagiaan mereka. Dengan dituntun Paklik, Embun memasuki salah satu ruangan KUA yang akan dipakai untuk menikahkannya dengan Nathan.
Embun menatap Nathan yang duduk disebelahnya. Beberapa menit lagi, statusnya akan berubah dari lajang menjadi menikah.
"Saudara Nathan, apakah anda sudah siap?" tanya petugas KUA.
Nathan melihat Embun sekilas lalu menganggukkan kepala. "Saya siap Pak."
"Baiklah, kalau begitu jabat tangan saya." Paklik yang saat itu bertindak sebagai wali nikah, melimpahkan tugasnya pada penghulu untuk menikahkan mereka.
Meski pernikahan ini tak terkesan serius untuk Nathan, tapi pria tersebut tetap grogi saat berjabat tangan dengan penghulu. Jantungnya berdegup dengan kencang, dan tubuhnya mulai dialiri keringat dingin.
"Saya nikahkah dan saya kawinkan, engkau saudara Ibrahim Nathan Bin......."
"Saya terima nikah dan kawinnya Zuraida Embun Binti.....dengan mahar berupa cincin berlian dan uang sebesar 500 juta tunai."
Rama melongo mendengar mas kawin yang disebutkan. Meski dia tak tahu ada apa dibalik pernikahan ini, tapi jelas, Nathan tak main main. Buktinya dia memberikan mahar yang besar untuk Embun.
"Bagaimana saksi?"
"Sah," sahut Dimas yang saat itu menjadi saksi. Sedangkan Rama, dia yang juga bertindak sebagai saksi, hanya diam saja. Sampai-sampai, semua orang melihat kearahnya.
"Bagaimana saksi, sah?" Pak Penghulu kembali bertanya.
Rama menatap Embun nanar. "Sah," ujarnya berat.