NovelToon NovelToon
Boneka Maut

Boneka Maut

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Rumahhantu / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:696
Nilai: 5
Nama Author: Rika ananda

seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yoga terus mencari keberadaan makam Angelica dan juga orang tua Angelica.

Yoga mengepalkan tangan, keringat dingin membasahi telapak tangannya. Mata Yoga menerawang, mencari petunjuk di sekitarnya. Dia berdiri di tengah pemakaman yang luas, dikelilingi oleh batu nisan berwarna kelabu. Sejak pagi, dia sudah berkeliling mencari pemakaman Angelica dan orang tuanya, mengikuti petunjuk yang diberikan oleh neneknya.

"Di bawah pohon jati tua...di dekat air mancur...di samping makam yang bertuliskan nama 'Wulan'," gumam Yoga, mengulang petunjuk yang diberikan neneknya.

Yoga mengambil napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri. Dia harus tetap fokus pada tujuannya. Dia harus menemukan makam Angelica dan orang tuanya.

Yoga melihat sekeliling, memperhatikan setiap detail. Dia mencari pohon jati tua, air mancur, dan makam yang bertuliskan nama 'Wulan'.

"Ah! Itu dia!" teriak Yoga ketika melihat sebuah pohon jati tua yang menjulang tinggi di pojok pemakaman. Pohon itu tampak sepi dan menyeramkan, tetapi Yoga tak menghentikan langkahnya.

Yoga mendekati pohon jati itu. Dia melihat sekeliling, mencari tanda-tanda lain. Dan di bawah pohon jati itu, Yoga melihat sebuah air mancur yang menyeramkan. Air mancur itu tak lagi berfungsi, airnya sudah kering dan berlumut.

Yoga mendekati air mancur itu. Dia mencari tanda-tanda lain. Dan di sisi air mancur itu, Yoga melihat sebuah makam yang bertuliskan nama 'Wulan'.

"Ini dia!" teriak Yoga, wajahnya terpancar rasa senang. Dia akhirnya menemukan petunjuk yang dia cari.

Yoga kemudian melihat sekeliling makam 'Wulan'. Dia mencari makam lain yang berada di dekatnya. Dan di sebelah makam 'Wulan', Yoga melihat tiga makam yang berdekatan.

"Ini dia! Makam Angelica dan orang tuanya!" teriak Yoga, wajahnya terpancar rasa gembira.

Yoga mendekati makam itu. Dia membaca nama-nama yang tertera di batu nisan itu. "Angelica... Rifan...Andita..."

Yoga terdiam sejenak, menatap tiga makam itu dengan penuh kesedihan. Dia terbayang wajah Angelica yang cantik dan cerah. Dia terbayang senyum Angelica yang selalu menghiasi hidupnya.

"Maafkan aku, Angelica," gumam Yoga lirih. "Aku terlambat menemukanmu."

Yoga menaruh seikat bunga di atas makam Angelica. Dia menutup matanya dan berdoa. Dia berharap Angelica dan orang tuanya akan tenang di alam barat.

Yoga menutup matanya, doa-doa mengalir dari bibirnya. Dia memohon agar Angelica tenang di alam sana, agar rohnya tak lagi terbebani amarah dan dendam. "Semoga kamu tenang, Angelica," bisik Yoga lirih. "Aku mohon, jangan ganggu aku dan Hana lagi. Biarkan kami hidup tenang."

Yoga merasakan beban berat di dadanya sedikit mereda. Dia berharap doa-doanya didengar, harapannya agar teror Angelica berakhir. Dia ingin kembali hidup normal, menjalani hari-hari tanpa rasa takut dan ketakutan.

"Aku akan jaga Hana," lanjutnya dalam hati. "Aku akan lindungi dia dari bahaya apa pun."

Yoga berdiri tegak, menarik napas dalam. Dia berusaha melepaskan rasa sedih dan ketakutan. "Aku harus kuat," gumamnya. "Aku harus melindungi Hana."

Yoga melangkah pergi, meninggalkan pemakaman. Langkahnya tetap berat, tetapi ada secercah harapan di hatinya. Dia berharap, doanya akan didengar. Dia berharap, teror Angelica akan berakhir. Dia berharap, dia dan Hana akan bisa hidup tenang lagi.

Yoga melangkah gontai meninggalkan pemakaman. Udara sore terasa dingin menusuk kulitnya, tapi rasa dingin itu tak sebanding dengan dinginnya kepedihan yang mencengkeram hatinya. Wajah Angelica terbayang jelas di benaknya, senyumnya, ketawa riangnya. Semua itu bagaikan mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.

Langkahnya terasa berat, setiap langkahnya menorehkan rasa sakit di hatinya. "Target selanjutnya...akan dilenyapkan...melalui Bruno," kata dukun itu bergema di telinganya.

Yoga mempercepat langkahnya, seakan buruan yang dikejar oleh pemburu. Dia harus segera pulang. Dia harus melindungi Hana.

Saat mendekati rumahnya, Yoga memperhatikan sekeliling dengan waspada. Dia mencari tanda-tanda keberadaan Bruno, boneka yang diduga menjadi alat Angelica untuk menebar teror.

"Bruno...," gumam Yoga, merinding ketika nama itu terucap dari bibirnya.

Yoga melihat sekeliling rumahnya dengan mata cemas. Dia melihat ke taman, ke teras, ke dalam rumah. Dia tak menemukan sesuatu yang aneh.

"Mungkin itu hanya omong kosong dari dukun itu," gumam Yoga, mencoba menenangkan diri.

Tapi, rasa cemas itu tak kunjung hilang. Yoga terus merasakan sebuah ancaman yang mengintai di balik setiap bayangan.

"Hana," gumam Yoga, matanya mencari adiknya.

Yoga berlari ke dalam rumah. Dia harus menemukan Hana segera. Dia harus melindungi adiknya dari ancaman yang mengintai mereka.

"Hana!" teriak Yoga, suaranya gemetar ketika melihat Hana sedang duduk di sofa dan menonton televisi.

"Kak?" Hana menoleh ke arah Yoga, matanya terpancar rasa bingung.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Yoga, napasnya terengah-engah.

"Iya, Kak. Kenapa?" jawab Hana, matanya menatap Yoga dengan penuh pertanyaan.

Yoga menghela napas panjang. Dia mencoba untuk menenangkan diri. Dia takut jika ketakutannya akan menular pada Hana.

"Nggak apa-apa," jawab Yoga, sambil mencoba untuk tersenyum. "Aku cuma khawatir sama kamu."

Yoga duduk di samping Hana, mencengkeram tangan adiknya. "Kamu harus hati-hati, ya," ujarnya sambil menatap mata Hana. "Jangan pernah buka pintu buat orang asing. Dan kalau ada yang ngajakin kamu jalan-jalan, kamu tolak aja."

Hana mengangguk pelan. "Iya, Kak. Aku bakal hati-hati."

Yoga menarik napas dalam. Dia berharap perkataannya akan menenangkan Hana dan melindunginya dari bahaya.

"Sekarang kamu tidur dulu, ya," ujar Yoga sambil mengusap rambut Hana dengan lembut. "Kakak bakal jaga kamu."

Hana mengangguk pelan. "Iya, Kak. Selamat malam."

Yoga menatap Hana dengan penuh kasih sayang. Dia berjanji dalam hati, dia akan selalu menjaganya.

1
Anjar Sidik
keren kk 😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!