Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Tiga
Suasana sore itu cerah, sinar matahari yang tak terik menyinari jalanan setapak menuju rumah Alex. Dia melangkah dengan penuh semangat, menggandeng Laura yang baru dikenalnya beberapa bulan lalu. Laura, gadis berambut cokelat panjang dengan senyum manis, tampak antusias namun sedikit gugup.
Laura takut jika pertemuan dengan Ibu Rini membuat hatinya kembali terluka dan tak bisa menyembunyikan sandiwara yang sedang dia jalani.
“Laura, ini rumahku,” ujar Alex sambil menunjuk ke sebuah rumah yang cukup mewah berwarna biru dengan taman yang terawat rapi. “Ibu di dalam, semoga dia senang dengan kedatanganmu.”
Laura mengangguk pelan dan tersenyum. “Aku harap begitu. Aku sangat gugup, Lex.”
Alex menggenggam tangan Laura lebih erat. “Tenang saja, Ibu ku baik orangnya. Dia pasti akan menyukaimu.”
Dalam hati Laura ingin membantah ucapannya, saat Alex mengatakan ibunya orang baik. Selama menikah dengan pria itu, dia tak pernah diperlakukan dengan baik.
Mereka memasuki rumah, dan aroma masakan sudah menyerbak di udara. Ibu Rini, sosok wanita paruh baya dengan senyum hangat, sedang berdiri di dapur. Dia terlihat serius mencacah bumbu-bumbu sambil sesekali melirik ke arah panci besar di atas kompor.
"Selamat siang, Bu!” sapa Alex, membawakan Laura bersamanya.
“Selamat Siang. Siapa yang kamu bawa?” tanya Ibu Rini dengan penuh perhatian, matanya tak lepas dari terlihat penasaran.
“Ini Laura, Bu. Temanku,” jawab Alex bangga.
Ibu Rini menaruh pisaunya dan mendekati mereka. “Laura, selamat datang di rumah kami. Alex sering menceritakan tentangmu,” ujar Ibu Rini sambil menyapa Laura hangat.
Ibu Rini sudah tak terkejut lagi melihat wajah Laura yang mirip Naura karena Alex sudah sering mengatakan itu.
Laura merasa sedikit lebih tenang dengan sambutan tersebut. “Terima kasih, Bu. Senang bisa bertemu.”
Ibu Rini tersenyum. “Ayo, mari kita ke ruang tamu. Ibu sudah menyiapkan beberapa hidangan tradisional. Kamu tahu, Ibu sangat suka memasak.”
Setelah semua berpindah ke ruang tamu yang nyaman, Ibu Rini menghidangkan makanan di atas meja. Ada nasi uduk, ayam goreng rempah, sambal terasi, dan kerupuk udang. Laura menatap hidangan itu dengan mata berbinar-binar.
“Wow, kelihatannya enak sekali, Bu!” seru Laura. Dalam hatinya berkata, saat dia menjadi menantu dulu, Ibu Rini tak pernah mau masak.
“Silakan dicoba, Nak. Ini resep turun-temurun keluarga Ibu,” jawab Ibu Rini sambil menuangkan air mineral ke dalam gelas yang sudah tersedia.
Alex melihat Laura menikmati makanan dengan lahap. Dia merasa senang melihat kebahagiaan di wajah perempuan yang kini menjadi bagian dalam hidupnya. Tetapi, tiba-tiba suasana hangat itu terpotong oleh suara pintu yang dibuka dengan kasar.
Weny muncul dengan wajah cemberutnya. Dia lalu mendekati mereka dan bertepuk tangan.
"Hebattt ... seperti keluarga yang benar saja!" seru Weny.
Laura menoleh, dan wajahnya terkejut ketika melihat Weny, kekasih Alex yang masih menganggap hubungan mereka belum berakhir. Weny adalah perempuan bertubuh tinggi dengan gaya berpakaian yang modis. Saat ini, dia mengenakan dress hitam yang terlihat menawan, tetapi ekspresinya menunjukkan kemarahan.
“Mau apa kamu ke sini? Jika ingin buat keributan, sebaiknya kamu pulang, dari pada aku melakukan hal yang tak pernah kamu bayangkan!" seru Alex.
"Kenapa ...? Kamu ingin membunuhku juga?" tanya Weny.
"Jaga ucapanmu ...!" ujar Alex geram. Tak mau Weny makin membuka aib.
Ibu Rini terlihat bingung, namun tetap berusaha tenang. “Sebaiknya kita duduk dan berbicara baik-baik,” ujarnya, berusaha menciptakan suasana yang nyaman.
“Berbicara apa? Tidak ada yang perlu dibicarakan!” balas Weny, melirik Laura dengan tatapan penuh kebencian. “Kamu pikir kamu bisa merebut Alex dari aku?”
Laura tertegun, tidak mengerti apa yang terjadi. Alex menggenggam tangan Laura, berusaha menenangkannya.
"Aku tak merebut siapapun. Alex mengatakan antara kamu dan dia tak ada hubungan apa pun!" seru Laura. Dia sengaja mengatakan sesuatu yang membuat wanita itu emosi dan marah.
“Hubungan kami belum berakhir!” Weny melotot dengan marah, melupakan kehadiran Ibu Rini dan suasana santai yang sempat tercipta.
“Kita memang tak memiliki hubungan apa pun. Jangan berpikir terlalu jauh, Weny!" ucap Alex dengan penuh penekanan.
“Apa kamu ingin mengatakan bahwa aku mengada-ada? Hubungan kita belum pernah berakhir, Alex!” Weny mendekat, suaranya meninggi. “Kamu bahkan tidak memikirkan aku sekali pun. Kenapa harus membawa perempuan ini ke rumah?”
Suasana dalam ruangan makin tegang. Laura menundukkan kepala, agar terlihat jika dia merasa tidak enak berada di tengah pertikaian ini. Ibu Rini berusaha meredakan keadaan. “Weny, mari kita selesaikan ini dengan baik. Tidak perlu ada emosi yang meluap-luap,” pintanya dengan lembut.
“Apakah kamu juga ingin melindungi perempuan ini, Bu? Apakah kamu lupa dengan Naura?” Weny melontarkan pertanyaan yang menyentak suasana.
Nama Naur, istri Alex yang telah meninggal seketika menghantam perasaan semua orang di ruangan itu. Rindang bayangan nostalgia melayang di atas kepala Alex. Dia melihat Laura, dan teringat akan senyuman almarhumah yang mirip, dengan mata lembut dan tawa yang sama. Namun, perasaannya kini berputar.
“Weny, jangan bicarakan Naura sembarangan!” Alex seolah tak terima nama mantan istrinya di sebut, agar Laura percaya jika dia sangat mencintai wanita itu dulunya.
Ibu Rini menempatkan tangan di bahu Alex, berusaha menenangkannya. “Semua orang berhak untuk bahagia, Sayang. Ini mungkin terlihat sulit, tetapi kita tidak boleh hidup dalam bayang-bayang masa lalu,” Dia berbisik lembut.
Weny menyeringai sinis namun terdiam sejenak. Dia bisa merasakan ketegangan di dalam ruangan, tetapi egonya tidak membiarkannya menyerah begitu saja. “Jadi kamu mau memilih perempuan ini?” tanyanya kepada Alex, nada suaranya lebih rendah namun sarat dengan kebencian.
Alex menghela napas. “Laura bukan pengganti siapa-siapa. Ia tidak ada hubungannya dengan Naura. Dia adalah Laura, hidup di waktu kini, dan tidak ada yang dapat membandingkan mereka.”
“Aku tidak terima!” jerit Weny, emosinya kembali meledak. “Aku akan pergi, Alex. Pertimbangkan baik-baik apa yang telah kamu lakukan! Aku akan datang lagi untuk buat perhitungan!"
Weny berbalik dan melangkah keluar dengan marah. Dia tak mau gegabah. Marah-marah di rumah orang. Suara pintu yang ditutupnya menyisakan keheningan yang tegang di ruangan itu.
“Maafkan aku, Bu Rini. Aku ....” Laura terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia ingin Alex dan Ibu Rini percaya jika dia bukankah Naura. Dengan berkata lemah lembut.
Ibu Rini mengangguk paham, menempatkan tangan di bahu Laura. “Kita tidak bisa mengontrol perasaan orang lain, Nak. Kamu datang dengan niat baik, dan itu yang terpenting. Berdoalah agar semuanya bisa selesai dengan baik.”
Alex memandang Laura dengan penuh rasa syukur. “Maafkan kekacauan ini. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu tidak nyaman.”
Laura tersenyum tipis. “Tidak apa-apa, Lex. Aku hanya ingin melihat kamu bahagia.”
“Hanya keberadaan kamu yang membuatku bahagia, Laura, dan kamu ada di sini,” jawab Alex tulus.
Ibu Rini tersenyum menyaksikan kedekatan mereka. “Ayo, kita lanjutkan makan. Makanan ini tidak akan enak kalau dimakan sendiri.”
Setelah suasana agak membaik, mereka mulai berbicara tentang hal-hal ringan. Laura kembali menikmati hidangan yang telah disiapkan Ibu Rini. Senyuman dan tawa pelan mulai kembali menghiasi ruangan itu, meskipun bayangan Weny masih membayangi perbincangan mereka.
Laura ingin Weny makin emosi dan mengatakan apa yang selama ini mereka sembunyikan. Misalnya tentang kejahatan yang mereka lakukan. Namun, tadi ternyata wanita itu masih bisa menahan ucapannya saat Alex menggertaknya.
Dalam hati Naura berencana membuat sesuatu yang akan membuat Alex atau Weny membuka sendiri aib mereka. Dia akan diskusikan rencana selanjutnya untuk menjebak kedua orang itu agar saling tuduh dan menyalahkan.