Mawar Ni Utami gadis yatim piatu yang dua kali dipecat sebagai buruh. Dia yang hidup dalam kekurangan bersama Nenek nya yang sakit sakitan membuat semakin terpuruk keadaannya.
Namun suatu hari dia mendapatkan sebuah buku kuno dan dari buku itu dia mendapat petunjuk untuk bisa mengubah nasibnya..
Bagaimana kisah Mawar Ni? yukkk guys kita ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6.
Mawar Ni pun berhenti di pinggir jalan. Beberapa buruh laki laki yang tadi mengikuti Mawar Ni dan Jumilah mengayuh sepeda mereka perlahan lahan bagai menunggu Mawar ni.
Dengan cepat Mawar Ni mengambil hand phone dari tas cangklongnya, dia khawatir tetangga menghubungi dirinya karena Nenek Sakit. Saat hand phone diambil sudah tidak ada lagi suara dering hand phone. Mawar Ni pun melihat siapa yang tadi menghubungi dirinya.
“Dahlia.” Gumam Mawar Ni saat membaca yang melakukan panggilan tidak terjawab adalah Dahlia. Di aplikasi chatting pun Dahlia mengirim beberapa chat. Dengan cepat Mawar Ni membuka pesan chat Dahlia.
“Ni.”
“Awas kalau Kamu cerita aku sedang pergi dengan Mas Jodie. “
“Jangan pernah cerita sekalipun dengan Nenek Marmi.”
Mawar ni pun lalu memasukkan lagi hand phone ke tas cangklongnya. Dan dia pun segera mengayuh sepedanya dengan cepat. Jumilah sudah jauh di depan sana..
“Dahlia kenapa pakai mengancam segala sih? Apa dia memang jadi pelakor? Macam tidak ada laki laki lain saja. Nenek melarang aku kerja di pabrik apa jangan jangan Nenek malah sudah tahu.” Gumam Mawar Ni sambil terus mengayuh sepeda dengan cepat, menyalip beberapa buruh laki laki yang bersepeda.
“Cewek.. Jangan cepat cepat dong.. tadi aku tunggu kok sekarang malah ninggal..” ucap seorang buruh laki laki yang tadi terus mengikuti Mawar Ni.
“Mungkin sudah sangat lapar dia, atau sudah ditunggu pacarnya.” Ucap buruh laki laki lainnya.
Mawar ni tidak menghiraukan. Pikirannya bercabang cabang ingin segera ketemu Nenek, penasaran dengan hubungan Dahlia dan Jodie, Pak Mandor yang genit dan juga rasa sedihnya sebab hari ini dia hanya bisa membuat lima pasang bulu mata. Sehari dari subuh hingga matahari terbenam Cuma bisa mengumpulkan uang lima ribu rupiah.
Namun tiba tiba..
KREK
Dan sepeda Mawar Ni pun tidak bisa berjalan.
“Sial.” Gumam Mawar ni dan segera turun dari sepedanya.
“Makanya jangan cepat cepat mengayuh sepedanya.” Ucap buruh laki laki yang sejak tadi mengikuti dan dua orang dari mereka pun berhenti di dekat sepeda Mawar Ni.
Mawar Ni telah menepikan sepedanya dan dia duduk jongkok untuk membetulkan rantai sepedanya yang copot.
“Sini aku bantu, kamu saudara Dahlia kan?” ucap salah satu dari dua buruh laki laki yang berhenti di dekat Mawar Ni .
“Terima kasih, tidak usah, aku sudah biasa membetulkan sendiri rantai sepedaku ini.” Ucap Mawar Ni sambil terus membetulkan rantai sepedanya. Dia tidak menghiraukan tangannya menjadi kotor terkena debu dan oli dari rantai sepeda nya itu. Sebab tangan Mawar Ni sudah terbiasa memegang barang barang kotor. Memegang kompos atau pupuk kandang pun dia sudah terbiasa.
Dua pemuda buruh pabrik bulu mata palsu itu tampak kagum dengan Mawar Ni , gadis yang tampak berbeda dengan gadis gadis pada umumnya. Dua pemuda buruh itu masih saja menunggui Mawar Ni.
Dan benar tidak lama kemudian rantai sepeda Mawar Ni itu sudah kembali terpasang. Salah satu dari dua buruh laki laki itu membuka tas kecil miliknya lalu mengambil sesuatu dan diulurkan pada Mawar ni.
“Pakailah untuk membersihkan tanganmu. Namaku Rian dan ini temanku namanya Dito.” Ucap pemuda yang bernama Rian itu sambil mengulurkan sapu tangan handuk ke Mawar Ni agar dipakai untuk membersihkan tangan Mawar ni.
“Terima kasih, tidak usah nanti sapu tangan kamu menjadi kotor.” Ucap Mawar Ni sambil bangkit berdiri dan melangkah menuju ke sebatang pohon lalu mengusap usap tangan kotornya ke batang pohon itu. Rian dan Dito pun tersenyum. Mawar Ni pun mengenalkan namanya dan dia kembali mengayuh sepedanya. Rian dan Dito terus mengikuti sepeda Mawar ni meskipun mereka berdua berbeda dusun dengan dusun tempat tinggal Mawar ni.
Sementara itu Nenek di rumah sejak jam empat sore sudah mondar mandir terus dari pintu rumah menuju ke jalan depan rumahnya untuk melihat apa Mawar Ni sudah pulang.
“Kok belum pulang juga ya, padahal buruh buruh yang lain sudah lewat.” Gumam Nenek sambil melihat ke jalan arah menuju ke lokasi pabrik bulu mata. Beberapa buruh pabrik bulu mata memang lewat di depan jalan itu. Termasuk juga Jumilah.
“Jumilah sudah sejak tadi lewat, kok katanya Mawar ni menerima telepon dulu telepon dari siapa.” Gumam Nenek Marmi dengan gelisah. Sesaat kemudian...
“Hei.. Mbak lihat cucuku tidak?” tanya Nenek pada seorang wanita berseragam karyawan pabrik bulu mata yang tengah lewat di jalan dengan mengayuh sepeda.
“Di belakang Nek.” Jawabnya yang memang sudah mengenal Mawar ni. Nenek terus saja berdiri dengan gelisah sebab sejauh mata memandang tidak melihat sosok Mawar ni mengayuh sepeda.
Beberapa menit kemudian Nenek Marmi tampak lega sebab sosok cucu yang dinanti nanti sudah terlihat oleh matanya. Nenek masih terus berdiri menunggu, dan tidak lama kemudian..
“Sampai ketemu besok ya Ni...” teriak Rian dan Dito sambil terus mengayuh sepedanya tidak lupa menganggukkan kepala dan ter senyum pada Nenek Marmi yang terlihat matanya melotot karena kaget belum pernah melihat dua laki laki yang bersama dengan Mawar Ni .
“Nek..” ucap Mawar Ni yang sudah turun dari sepeda nya sambil mengulurkan tangan kanannya untuk salim pada Sang Nenek.
“Kamu itu baru kerja sehari sudah ngondol dua laki laki.” Ucap Nenek sambil berjalan di belakang Mawar ni.
“Ih.. Nenek emang aku kucing he... he... mereka yang mengikuti aku Nek.”
“Hati hati kamu Ni.. perjalanan dari pabrik ke rumah, kamu melewati lahan persawahan yang sangat luas dan sangat sepi kalau sudah maghrib. Kamu jangan lama lama kalau sudah jam pulang ya terus pulang.”
“Iya Nek.” Ucap Mawar ni sambil memasukkan sepeda nya ke dalam rumah.
“Kamu tadi telepon telepon sama siapa? Kata Jumilah kamu tadi berhenti telepon telepon dulu.”
“Ooo Dahlia, Nek..” ucap Mawar ni lalu melangkah ke dapur dan terus melangkah keluar dari rumah dari pintu belakang untuk pergi mandi, sebab kamar mandi memang terletak di tempat terpisah dari rumah.
Waktu pun berlalu di malam hari setelah makan, Mawar ni tampak diam saja duduk di tepi balai balai di dalam rumah itu. Wajah Mawar Ni tidak seceria tadi pagi, yang penuh harapan. Nenek melihat perubahan ekspresi wajah Mawar ni..
“Kamu capek ya Ni? Sini Nenek pijiti ya...” ucap Nenek sambil memegang pundak Mawar ni lalu kedua tangan Nenek memijit mijit pelan pundak dan punggung Mawar ni.
“Nek ternyata sulit membuat bulu mata palsu, mudah menanam padi Nek tinggal memasukkan tanaman ke tanah.. blek blek.. dlesep dlesep selesai . Ini rumit banget Nek, harus rapi, lengkung harus pas, jarak harus sama kecil kecil banget lagi barangnya.. “ ucap Mawar ni yang masih meratapi nasib nya yang seharian hanya bisa membuat lima pasang bulu mata palsu .
“Lah bukannya menanam padi juga jarak harus sama harus rapi juga...” ucap Nenek sambil terus memijit mijit punggung Mawar ni.
“Iya Nek tapi kan kalau menanam padi barangnya gede gede, selisih jarak lima centi saja tidak terlihat.. Lha ini barangnya saja panjang Cuma tiga centi meter Nek, ukuran jaraknya mili meter.. mataku sampai perih...”
“Njlimet ya Ni? Ya sabar Ni, kalau kamu sudah niat bekerja di pabrik ya ditekuni nanti lama lama juga akan terbiasa. Tapi pesanku kamu harus hati hati jangan termakan bujuk rayu laki laki apalagi lagi laki laki beristri...” ucap Nenek sambil terus memijit punggung Mawar ni.
DEG
Jantung Mawar ni terasa berhenti.
“Apa Nenek sudah tahu kalau Dahlia pacaran dengan Mas Jodie..” gumam Mawar Ni di dalam hati.
Nenek masih terus memijit mijit punggung Mawar ni dengan penuh kasih sayang..
Akan tetapi tiba tiba mata Mawar ni melihat ada satu barang yang dianggap nya aneh di atas meja . Sebuah buku yang tampak warna kertasnya sudah kecoklat coklatan.
“Nek kitab apa itu di atas meja?” tanya Mawar ni pada Sang Nenek sambil tatapan mata tertuju pada sebuah buku tebal kusam kecoklatan coklatan.