EKSKLUSIF HANYA DI NOVELTOON.
Jika menemukan cerita ini di tempat lain, tolong laporkan🔥
Hari ulang tahunnya dan juga saudari kembarnya yang seharusnya menjadi hari bahagia mereka, justru berakhir duka. Berliana mengalami kecelakaan. Dan sebelum meninggal dunia, Berliana memberikan wasiat agar sang suami, Dion Ananta, menikahi kembarannya yakni Binar. Demi kedua buah hati mereka yang belum genap berumur satu tahun yakni Devina dan Disya.
Binar Mentari Mahendra terpaksa menikah dengan kakak iparnya demi kedua keponakannya yang sangat membutuhkan figur seorang ibu. Pernikahan yang membawa nestapa baginya karena hanya dianggap sebatas istri bayangan oleh suaminya.
Padahal di luar sana ada lelaki yang begitu mencintai Binar walaupun usianya lebih muda dua tahun darinya yakni Langit Gemintang Laksono. Satu-satunya orang yang mengetahui rahasia penyakit Binar.
Simak kisah mereka yang penuh intrik di dalamnya💋
Update Chapter : Setiap hari.
🍁Merupakan bagian dari Novel Bening☘️ONE YEAR
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Siapa Pendonornya ?
Saat Langit, Nanda dan Suster jaga tengah berbincang, tiba-tiba...
"Langit, Nanda."
Keduanya pun menoleh ke arah suara seseorang yang sangat familiar, tengah memanggilnya.
"Binar," ucap Nanda dan Langit dengan mimik wajah terkejut.
Nanda pun berjalan cukup cepat menuju Binar yang tengah berada di atas kursi roda. Ketika sudah di depan sang sahabat, Nanda langsung memeluk Binar yang terlihat pucat.
"Bin, huhu..." tangis Nanda pecah seraya memeluk Binar.
"Kenapa kamu tega menutupi sakitmu dari aku? Apa aku bukan lagi sahabatmu? Huhu..."
"Maafkan aku Nan," ucap Binar lirih yang juga ikut menitikkan air matanya.
"Sudah-sudah, jangan nangis terus. Sekarang Binar biar istirahat di kamar. Apa kamarnya masih di nomor 69 itu kan, Sus?" tanya Langit pada suster yang bersama Binar.
"Iya, Pak."
"Biar saya saja Sus, yang mendorong kursi rodanya ke kamar. Apa ada obat atau yang perlu dilakukan lagi untuk Binar?" tanya Langit penuh perhatian.
"Oh, tidak ada Pak. Hanya saja Dokter Binar harus banyak istirahat dan jangan banyak pikiran. Untuk obat, Dokter Binar sudah paham." Suster pun menerangkan pada Langit.
"Baik Sus, terima kasih. Biar kami yang bawa Binar ke kamarnya. Suster bisa kembali bekerja yang lain," ucap Langit.
"Baik, Pak. Saya permisi dulu," ucap suster seraya berpamitan pada mereka bertiga.
Akhirnya Langit mendorong kursi roda Binar. Ketiganya menuju kamar nomor 69. Dan dari ujung koridor di belakang mereka bertiga, ada seorang wanita berjas putih yang melihat Binar bersama sahabat-sahabatnya.
Cekrekk...
Wanita itu tak lupa mengabadikan ketiganya dalam sebuah hasil jepretan kamera ponselnya. Dan langsung mengirimkannya pada seseorang.
Wanita itu pun mendatangi suster yang bersama Binar lalu menanyakannya siapa tamu Binar tersebut. Tak berselang lama ia pun menghubungi seseorang.
Tut...tut...tut...
Nada dering tengah tersambung. Tak lama sang pemilik nomor pun mengangkatnya.
"Halo," ucapnya.
"Halo, kamu sudah buka WA ku barusan?
"Iya, sudah. Mereka memang sahabatnya Binar. Namanya Langit dan Nanda. Aku kenal mereka kok. Biarkan saja, tak apa."
"Baiklah kalau kamu kenal mereka. Oh ya, baru saja Dokter Meta melakukan pemeriksaan menyeluruh pada Binar. Maaf, aku harus sampaikan ini padamu. Jika level penyakit Binar sudah naik. Kita sedang berburu waktu. Coba kamu cari pendonor lain. Aku punya kenalan seorang dokter di Inggris. Dia juga ahli penyakit dalam terutama penyakit Binar. Hanya saja beberapa waktu yang lalu dia sedang sibuk. Kabarnya bulan ini pekerjaannya sudah longgar. Siapa tahu dia bisa segera menemukan donor yang cocok dan juga membantu menyembuhkan Binar dari sakitnya. Nomor teleponnya sebentar lagi aku kirim ke kamu. Cepat hubungi dia sebelum terlambat. Kalau perlu kamu segera terbang ke Inggris untuk bertemu dengannya," tutur sang wanita.
"Oke, aku segera hubungi dokter tersebut. Jika ada apa-apa dengan Binar segera kabari aku secepatnya," ucapnya di seberang sana.
Bip...
Telepon pun terputus.
☘️☘️
Saat sudah di dalam kamar, Nanda membantu Binar untuk naik ke atas ranjang. Ketiganya sekarang sudah berada di dalam kamar inap Binar.
"Bin, aku juga mau periksa. Siapa tahu aku bisa jadi donor untuk kamu," ucap Nanda.
"Jangan Nan, hidupmu masih panjang. Lebih baik bantu doakan aku saja supaya segera sehat, hem."
"Pasti aku doakan selalu buatmu dan keluargamu yang sudah banyak bantu aku juga," ucap Nanda terisak pilu di depan Binar.
Ya, Nanda berasal dari keluarga tak berpunya yang berkuliah di UGM melalui jalur prestasi. Namun untuk kuliah dan hidup di Jogja tetaplah membutuhkan dana. Terlebih dirinya berasal dari desa pelosok di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Sambil kuliah, Nanda juga bekerja di bisnis usaha turun temurun keluarga besar Eyang Lina, ibunda Arjuna, yakni di pabrik bakpia dan oleh-oleh khas Yogyakarta seperti kain batik dan sebagainya. Semua berkat bantuan Binar padanya. Sebab dengan gajinya saat itu, ia bisa menghidupi dirinya di Yogyakarta serta ibu dan kedua adiknya yang masih sekolah di desa. Ayahnya telah meninggal dunia sejak ia masih SD. Sang ibu hanya sebagai buruh harian lepas yang kerja dan penghasilannya tak tentu.
Sehingga melihat penolong hidupnya sekaligus sahabatnya jatuh sakit seperti ini, ia sungguh bersedih. Air matanya tak terbendung lagi. Jatuh dengan sendirinya tanpa dikomando.
Langit hanya menyaksikan perbincangan Nanda dan Binar dengan serius. Lalu Nanda pun tersadar atas permintaan Langit sebelumnya yang ingin berbicara berdua dengan Binar.
"Bin, aku ke kantin rumah sakit sebentar ya. Mendadak perutku lapar. Kamu mau dibelikan apa?" tanya Nanda sengaja mencari alasan pada Binar agar Langit bisa berbicara leluasa berdua dengan Binar.
"Enggak perlu, Nan. Makasih," jawab Binar lirih.
Akhirnya Nanda pun keluar dari kamar tersebut dan meninggalkan Langit berdua saja dengan Binar.
Langit pun yang awalnya duduk di sofa, kini melangkah lalu mendaratkan b0k0ngnya di kursi dekat ranjang Binar.
"Bin," sapa Langit.
"Ya, Lang."
"Jika ada donor yang cocok, kamu mau kan untuk segera operasi?" tanya Langit penuh hati-hati.
"Siapa pendonornya, Lang?" tanya Binar dengan senyum yang tiba-tiba terbit di wajahnya yang masih pucat.
Binar seakan mendapat sebuah oase hidupnya yang tengah berada di tengah gurun pasir yang tandus.
Bersambung...
🍁🍁🍁
BANTU LIKE💋
msh blom puas?
cerdas dan pinter dan tanggap
kan sudah besar ditinggal binar aja umur a 3thn lah sekarng di+ 5 thn kemudian kn sudah besar🙏