Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 23
Saat aku membuka mata, aku masih merasa pusing dan mual, penglihatanku terasa kabur, tubuhku seakan melayang. Perlahan-lahan barulah normal setelah lama aku mengedipkan mataku beberapa kali.
Kulihat ada Mama, kak Arini, Ibu dan Roy.
" Ibu... " kupanggil Ibu yang kebetulan duduk paling dekat denganku.
Mereka langsung berdiri begitu melihatku sadar dan bangun.
" Nak, Alhamdulillah akhirnya kamu sadar " kata mama sambil meraih tanganku.
" Haus bu .... "
" Kamu belum bisa minum air nak, tunggu sebentar beberapa jam lagi " jawab Ibu. Aku mengernyit heran.
" Kenapa? " tanyaku. Mereka berempat saling bertatapan. Lalu mama beranjak dari tempat duduknya dan mendekatiku.
" Dara, sayang.. Mama yang salah nak meninggalkanmu sendirian " ucap mama sambil terisak.
Perasaanku jadi tak enak. Aku beralih meraba perutku. Kulihat perutku sudah rata. Apa ini? Apakah artinya bayiku telah lahir? Tapi bagaimana mungkin bahkan usianya baru menginjak lima bulan.
Aku terdiam. Kutatap mereka satu persatu. Aku tak butuh penjelasan. Aku sudah mengerti dengan melihat raut wajah mereka.
Tak tahan akhirnya tangisanku tumpah. Aku menjerit, menyesali kecerobohanku kemarin yang mengabaikan kandunganku hanya karena rasa sakit hatiku pada Roy.
Roy berusaha mendekatiku. Menenangkan aku dengan pelukan. Namun aku masih menangis histeris. Rasa bersalahku terlalu besar. Aku ingin menyalahkan Roy. Aku ingin membencinya. Dialah penyebab aku kehilangan anakku.
Tak lama dokter dan suster memasuki ruang perawatanku.
" Selamat pagi pak Roy, tolong tenangkan ibu Dara. Kondisinya belum stabil. Saya khawatir akan menyebabkan pendarahan." ucap Dokter sambil memeriksaku.
" Baik Dok " jawab Roy.
" Pak , Alhamdulillah perkembangan pemulihan ibu Dara semakin membaik. Sudah bisa minum dan makan. "
" Makasih banyak Dok " jawab Roy
" Ingat pesan saya. Ibu Dara masih dalam observasi pasca operasi. sudah bisa menggerakkan tangan dan kaki. Belajar berjalan pelan-pelan juga. Nanti ditemani istrinya ya pak Roy "
" Baik Dok. "
Setelah kepergian Dokter, mama dan kak Arini pun pamit pulang. Sudah dari semalam mereka tiba di Rumah Sakit dan belum beristrahat. Ibu dan Roy memilih untuk tetap tinggal dan ingin menemaniku.
Aku masih sangat lemah. Aku kembali menutup mataku. Rasanya sangat lelah.
Menjelang siang aku terbangun kembali karena merasa sangat lapar dan haus.
Kulihat tinggal Roy saja yang masih menemaniku. Dia masih tetap terjaga duduk di kursi samping tempat tidurku sambil memegang tanganku.
" Roy, aku lapar " ucapku
" Hah? Aku belikan makanan dulu di kantin. Tunggu sebentar ya. Roy beranjak keluar.
Tak berselang lama, pintu kamar tebuka kembali. Aku heran secepat itu Roy pergi ke kantin? Namun aku salah, kulihat yang masuk adalah Rina.
" Hai Dara. Apa kabar? " Rina sambil tersenyum berjalan ke arahku.
Aku diam. Ingin marah, namun aku tak sanggup.
" To the point aja ya Dar, aku ga mau lama-lama di sini. Sekarang waktunya. Tak ada lagi yang bisa kamu jadikan alasan untuk mempertahankan pernikahanmu dengan Roy. Sekarang pergilah dari hidup Roy. " ucap Rina tanpa perasaan.
" Rina, apa yang kamu ragukan dari perasaan Roy? Sehingga membuatmu tergesa-gesa untuk menemuiku? "
" Jangan sombong kamu Dara, dulu aku masih bisa mengalah dari kamu. Tapi sekarang tidak. Aku akan memperjuangkan cinta sejatiku "
Aku tertawa.
" Kamu tau Rin? Aku yang dulu sangat ingin menjadi dirimu. Sangat ingin menjadi orang yang dicintai Roy. Namun sekarang nggak lagi. Silahkan. Kamu menang. Aku tak bisa bertahan lagi. Sekarang pergilah. Aku tak ingin melihatmu di sini. Tunggulah Roy menemuimu tak lama lagi "
Rina menghentakkan kakinya dan berlalu keluar sambil membanting pintu.
Sejam lebih aku menunggu Roy akhirnya dia masuk sambil membawa paper bag berisi makanan. Aku jadi tak berselera sejak kedatangan Rina.
Aku menatap Roy yang penampilannya sangat berantakan. Dia masih mengenakan pakaian kantor kemarin. Kemeja lengan panjangnya digulung hingga ke siku. Meski begitu, tak mengurangi sedikitpun pesonanya.
" Roy "
Dia pun mendongak ketika aku panggil.
" Maafkan aku tak bisa menjaga anakmu dalam kandunganku " ucapku sehingga membuatku tak bisa menahan air mata.
" Makan dulu, jangan ngomong yang tidak-tidak " jawab Roy mengabaikan ucapanku.
" Aku sudah tidak butuh makan itu Roy, ada infus masuk ke tubuhku. Tak ada lagi satu nyawa dalam tubuhku yang perlu kujaga " jawabku
" Dara, ini semua salahku. Aku sudah mengabaikanmu seharian " Roy bangkit mendekati ranjang dan duduk di sampingku. Aku bangun dan dibantu Roy untuk duduk.
" Ayo kita berpisah "
" Dara.... Jangan gila kamu. Dalam keadaan seperti ini kamu mau meninggalkanku? Dimana hati nuranimu ha? " Roy tampak emosi.
" Bukankah ini waktu yang kau tunggu? Tak perlu menunggu lama seperti yang kuminta padamu. Tak perlu menunggu hingga anakku lahir. Bahkan anakku tak sudi lahir ke dunia. Kamu bebas Roy. Silahkan. Pergilah. Kejarlah cinta sejatimu itu. "
" Jahat kamu Dara, serendah itu kamu menilaiku? Aku pikir kamu mengenalku dengan baik. "
" Kamu benar, aku sudah tak mengenalmu lagi. Pergilah. Sekarang juga. Aku tak ingin melihatmu lagi. "
" Dara, maafkan aku. Aku akui aku yang salah. Tapi kumohon sekarang bukan waktunya kita bertengkar. Kita fokus untuk kesembuhanmu ya? " jawab Roy sambil membujukku makan.
" Tak usah berpura-pura baik lagi Roy. Aku sudah bukan wanita hamil lagi. Tak ada lagi yang pantas kau pertahankan dalam diriku. Sudah tak ada lagi bayi yang berharga itu dalam rahimku. "
" Dara, jangan memancing emosiku. Ayo makan. Buka mulutmu. "
" Tidak. aku bilang tidak ya tidak. Aku benci kamu Roy. Kamulah penyebab kematian anakku. pergiii.... " aku berteriak dan melempar sendok yang dipegang Roy.
" Oke. Jika itu yang kau mau. Aku akan pulang. Tapi tunggu sebentar. Aku telpon mama untuk menemanimu "
" Tidak perlu. Cecil dalam perjalanan. Dia yang akan menemaniku. Kamu pergilah. Biarkan aku sendiri. "
"Baiklah jika itu yang kamu mau. Tenangkan dulu pikiranmu. Ini makanan kuletakkan di sini. Setelah kamu membaik kita bicara lagi "
Aku diam. Kubiarkan di beranjak bersiap-siap. Aku berbohong. Aku bahkan belum menghubungi Cecil. Bagaimana caranya , bahkan aku tak membawa ponsel ke Rumah Sakit.
Setelah kepergian Roy aku masih menangis tersedu. Ibu mana yang sanggup kehilangan anak karena keegoisan dirinya sendiri.
Aku semakin merasa bersalah. aku menyakiti diriku sendiri dengan memuk-mukul dadaku sambil menangis.
Pintu kembali terbuka, Roy masih di sana.
" Kamu pikir aku sudah pergi. Kamu mau mengusirku agar kamu bebas menyakiti dirimu sendiri kan?"
" Aku sengaja menghindari perdebatan kita agar kamu tenang. Namun apa yang kamu lakukan? Kamu malah membuat keadaan semakin parah."
" Sekarang terserah kamu usir aku. Aku ga akan pergi. Aku tau yang ada dalam pikiranmu. Kamu hanya ingin sendiri kan? Meraung-raung sendiri"
Lalu Roy meraih ponsel dan menghubungi mama.
" Mah, tolong kirim pakaianku dan Dara ke Rumah Sakit yah. "
" Iya mah, aku yang nginap di sini. Makanan juga ya ma. Tolong ya mah. Dara ga bisa ditinggal sendirian. Hmmm. Tantrumnya kumat kalo aku tinggal " ucap Roy sambil melirikku. Aku mendelik tajam ke arahnya.
" oke mah. Bye."
" Dara, makan yah .... Sorry aku udah bentak kaku tadi. Aku janji setelah kamu pulih kita ngomong baik-baik. "
Roy menghiburku. Aku mengangguk dan meraih makanan dari tangan Roy. Terasa hambar, namun tetap kupaksakan menelannya.