Di usia yang seharusnya dipenuhi mimpi dan tawa, Nayla justru memikul beban yang berat. Mahasiswi semester akhir ini harus membagi waktunya antara tugas kuliah, pekerjaan sampingan, dan merawat kedua orang tuanya yang sakit. Sang ibu terbaring lemah karena stroke, sementara sang ayah tak lagi mampu bekerja.
Nayla hanya memiliki seorang adik laki-laki, Raka, yang berusia 16 tahun. Demi mendukung kakaknya menyelesaikan kuliah, Raka rela berhenti sekolah dan mengambil alih tanggung jawab merawat kedua orang tua mereka. Namun, beban finansial tetap berada di pundak Nayla, sementara kedua kakak laki-lakinya memilih untuk lepas tangan.
Di tengah gelapnya ujian hidup, Nayla dan Raka berusaha menjadi pelita bagi satu sama lain. Akankah mereka mampu bertahan dan menemukan secercah cahaya di ujung jalan yang penuh cobaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askara Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Ide Besar di Kedai Kopi
Malam itu, kedai kopi tempat Nayla dan Maya bekerja dipenuhi pelanggan. Kesibukan membuat mereka tidak punya banyak waktu untuk berbicara, tetapi Maya tetap saja menyelipkan canda dan komentar ringan untuk mencairkan suasana.
“Nay, aku rasa kita perlu bikin produk lain selain papan menu. Gimana kalau kamu coba bikin ilustrasi atau template desain untuk kafe-kafe kecil? Itu pasti bakal laku!” usul Maya saat mereka beristirahat sejenak di dapur.
Nayla tertawa kecil. “Baru satu yang laku, May. Kamu udah mikir jauh banget.”
Maya menepuk bahu Nayla. “Itu tandanya kita harus lebih percaya diri, Nay. Kalau satu laku, pasti yang lain juga bisa.”
Namun, sebelum Nayla sempat menjawab, Ranti dan Olivia datang ke kedai. Mereka berdua membawa beberapa kantong plastik yang tampak penuh.
“Kalian ngapain malem-malem ke sini?” tanya Nayla sambil tersenyum ke arah mereka.
“Kami nggak cuma main, Nay,” jawab Olivia. “Aku dan Ranti punya sesuatu buat kamu.”
Ranti, yang biasanya pendiam, kali ini tersenyum lebar sambil menyerahkan kantong plastik itu. “Kita mikir... kamu butuh bahan untuk bikin lebih banyak desain. Jadi, aku dan Olivia cari beberapa kertas khusus dan alat gambar. Semoga kamu suka.”
Nayla tertegun. Ia tidak menyangka teman-temannya mau repot-repot membantunya sejauh ini. “Kalian nggak perlu lakukan ini. Aku udah banyak terbantu. Aku bahkan nggak tahu gimana caranya balas kebaikan kalian,” ucapnya, matanya berkaca-kaca.
“Nggak usah mikir balas-membalas, Nay,” jawab Olivia sambil duduk di salah satu kursi di dapur kecil itu. “Kamu sahabat kita. Kalau kita bisa bikin kamu lebih semangat, itu udah cukup.”
Maya yang mendengar percakapan itu langsung menimpali. “Lihat, Nay. Kamu nggak sendiri. Kita semua ada buat bantuin kamu. Jadi, gimana kalau kita brainstorming bareng buat produk selanjutnya?”
Malam itu, mereka berempat menghabiskan waktu di kedai yang sudah tutup, berbagi ide dan merancang sesuatu yang baru. Ranti dengan gayanya yang sederhana tapi cermat, memberikan masukan tentang warna dan tata letak. Olivia dengan semangatnya yang tinggi, mengusulkan tema desain yang unik. Maya, dengan bakatnya dalam promosi, merancang strategi untuk memperluas pasar mereka.
Nayla merasa begitu terharu. Ia yang semula hanya melihat lingkaran kecil penderitaannya, kini menyadari bahwa ia dikelilingi oleh orang-orang yang peduli.
“Aku nggak tahu gimana caranya aku bisa ketemu kalian semua,” ucap Nayla sambil tersenyum. “Tapi aku bener-bener bersyukur punya kalian.”
Olivia mengangkat gelas kopinya. “Kita nggak perlu terlalu serius, Nay. Ini baru awal dari sesuatu yang besar!”
Hari-hari berikutnya, Nayla mulai membagi waktunya dengan lebih baik. Di sela-sela kuliah, kerja di kedai kopi, dan merawat keluarga, ia mulai merancang lebih banyak desain. Beberapa pelanggan kafe bahkan tertarik untuk memesan karya-karya barunya.
Bersama teman-temannya, Nayla membangun sesuatu yang tidak hanya menghasilkan uang tambahan, tetapi juga memberikan rasa percaya diri yang selama ini nyaris hilang.
Perjalanan Nayla memang masih panjang, tetapi dengan teman-temannya di sisinya, ia merasa memiliki kekuatan baru. Mereka tidak hanya membantu meringankan bebannya, tetapi juga membuatnya percaya bahwa mimpi-mimpinya, meskipun terasa jauh, masih bisa digapai.
Di tengah kesibukannya, Nayla tersenyum kecil. Ia tahu, dukungan teman-temannya adalah hadiah terbesar yang ia miliki saat ini—lebih dari sekadar materi, mereka adalah cahaya yang membimbingnya melewati kegelapan.