"Pokoknya aku mau Mama kembali!"
"Mau dibawa kemana anakku?!"
"Karena kau sudah membohongi puteriku, maka kau harus menjadi Mamanya!"
Tiba-tiba menjadi mama dari seorang gadis kecil yang lucu.
"Tapi, mengapa aku merasa begitu dekat dengan anak ini ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linieva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Pertengkaran Anak Kecil
Hari ini adalah hari pertama Anisha masuk TK. Sempat dia masuk hanya sekitar satu atau dua minggu, lalu berhenti, dan sekarang dia melanjutkannya lagi. Itu dilakukan, agar Anisha punya banyak teman, dan tidak terlalu bergantung pada Alisha.
Atas permintaan Anisha malam sebelumnya, sadewa dan Alisha mau mengantarkannya ke sekolah, namun hanya Alisha yang bisa menunggu sampai sekolah Anisha selesai.
“Anisha, nanti disana, jangan buat temanmu menangis ya. Kau harus baik pada mereka, dengarkan apa kata bu guru.” Pesan dari Sadewa.
“Kalau hari pertama masuk sekolah, pasti rasanya canggung. Gak usah dipaksakan, ya Anisha. Seiring waktu, kamu pasti punya teman, walau satu atau dua.” Alisha tidak memaksakan Anisha seperti yang Sadewa katakan padanya.
“Iya Ma. Mama akan menemaniku kan?”
“Mamamu hanya bisa menunggu diluar kelas, dan belum tentu kau bisa melihatnya dari kelasmu. Jadi, jangan terlalu fokus mencarinya.” Ucap Sadewa lagi.
Alisha mengelus kepala Anisha yang cemberut mendengar nasihat dari papanya. Karena, Sadewa selalu mengatakan peraturan yang ketat bagi anak itu.
Alisha memberi kode pada Dewa agar berbicara dengan lembut, jangan kasar, tapi pria itu hanya sibuk pada ponselnya saja.
Mereka sampai di depan gerbang sekolah. Alisha yang mengantarkan sampai di depan kelas dan Sadewa masih duduk di mobilnya. Seorang guru TK langsung menyambut kedatangan Anisha, dan membawanya bersamanya menuju kelas, ‘Orang ini, apa dia gak mau cium pipi anaknya dulu? Kenapa dia cuek begini sih?’ Alisha sinis melihat Sadewa.
“Sshh… Akkhh… apa yang kau lakukan?!” teriak Sadewa ketika ada cubitan dipahanya. Cubitan yang tidak terlalu keras namun cukup menyakitkan dari Alisha.
“Kau itu ya! Anakmu mau masuk kelas, apa kau tidak bisa mencium kepalanya? Kenapa kau sibuk sekali?” Alisha memarahinya.
“Itu… kan sudah ada kau dan gurunya. Lihat, kau juga meninggalkan Anisha dibawa guru kan?”
“Karena kau!” tuduh Alisha, menunjuk jari padanya tanpa takut.
“Ap-apa?”
“Coba kau menghampiri dan memeluk puterimu, aku tidak akan disini memarahimu! Dasar, ingat ya, kontrak kerjaku sebentar lagi mau berakhir, tapi kau masih belum bisa menggantikan posisiku didepan anakmu. Bagaimana kalau Anisha sampai akhir tidak mau berpisah denganku?”
“Ya kau tinggal bekerja lagi denganku.”
“Astaga!” Alisha memijit keningnya dan menghela napas.
“Turun dari mobil sekarang!” Alisha membuka pintu mobil, dia menunggu agar Sadewa keluar dari sana.
“Untuk apa?”
“Temui anakmu, cium kepalanya, dan peluk dia. Kasih kata motivasi kek, semangat kek! Masa gitu saja gak tahu.”
“Tapi dia sudah jauh-
“Makanya cepat keluar dulu lah!” gregetan, Alisha menarik tangan Sadewa sehingga mau tidak mau diapun keluar dari sana.
Mereka berdua, Alisha belum melepas tangan Sadewa, pergi ke kelas Anisha yang masih belum memulai pelajarannya.
‘Ya ampun, mereka jadi terlihat seperti satu keluarga yang utuh.’ Pak supir pun mengiranya seperti itu.
Rupanya anak-anak sudah mulai berbaris. Anisha, yang berada diurutan kedua, melambaikan tangan dan tersenyum pada Sadewa dan Alisha. Alisha melambaikan tangan juga pada Anisha, “Hey! Kau juga, lakukan seperti yang aku lakukan.” bisik Alisha pada Sadewa, dia sengaja menyenggol sikut tangannya agar Sadewa menyadarinya. Nurut saja, Sadewa melakukan yang Alisha suruh. Selain mereka berdua, ada orangtua atau pengasuh anak-anak lain yang berdiri disana untuk memperhatikan mereka.
Kata demi kata sebagai pembukaan, dan satu persatu murid akan masuk ke kelas. Selain Anisha, anak-anak lain juga melambaikan tangan pada keluarga atau kerabatnya sebelum mereka masuk kelas.
“Bye-bye Papa, Mama.” Kata Anisha dengan senyum sumringah.
Masih teringat dengan yang Alisha katakan padanya, Sadewa menghampiri puterinya lagi, “Semangat belajar ya Nak. Lakukan yang kamu suka, tapi jangan menyakiti teman dan gurumu, oke?” kata Dewa pada puterinya setelah memeluknya.
“Iya Pa.”
‘Duh… manisnya.’ Batin Alisha.
Semua anak sudah masuk ke kelas, dan kumpulan para orang tua atau pengasuh, bubar, mencari tempat baru untuk nongkrong menunggu anak-anak selesai kelas.
“Wah… tadi itu adegan yang sangat indah.” Ucap Alisha, mengantarkan Dewa kembali ke mobilnya.
“Apa lagi yang mau kau katakan padaku?” dia melirik kearah Alisha.
“Aku bilang, kau itu tadi keren banget. Papa keren, gitu loh.” Alisha menunjukan dua jempol tangannya.
“Apa kau benar-benar akan menunggu di sini sampai Anisha pulang sekolah?”
“Iya. Karena ini hari pertamanya, aku akan menunggu di sini. Hanya beberapa jam saja kok. Aku pasti bisa.”
“Ya sudah, sekarang aku harus berangkat. Aku akan menyuruh supir untuk mengantarkan kalian pulang nanti.”
“Jangan khawatir, kami bisa pulang sendiri kok. Oh ya, cubitan yang tadi, apa masih sakit?”
“Apa? Yang mana?” Sadewa benar-benar tidak tahu.
“Itu loh, cubitan di paha tadi. Masih sakit?”
“Oooh…” aku pikir kau menyayatku dengan silet.
“Apa-apaan itu, mana mungkin aku melakukannya.”
“Siapa tahu kau khilaf.”
“Ya kalau Khilaf, berarti gak sengaja. Pokoknya, aku mau minta maaf padamu. Maaf ya, aku tadi terburu-buru dan saking kesalnya padamu.”
“Hm. Tidak usah dibahas.” Karena sudah dekat dengan mobilnya, Sadewa masuk kedalam. Dia melambaikan tangannya pada Alisha, “Jalan Pak.” Ucapnya pada supir.
‘Apa gak salah lihat tadi? Atau, apa dia gak sadar karena melambaikan tangannya padaku? Aku pikir… dia masih kesal.’
*
“Maaf ya Bu, Pak.”
“Iya, gak apa-apa, namanya juga anak-anak, wajar mereka bertengkar.”
“Anisha, minta maaf, Nak.”
“Hmph!” Anisha buang muka sambil berpangku tangan.
Alisha berusaha tersenyum pada mereka, “Sayang, minta maaf dong. Gak ada salahnya untuk minta maaf. Mereka juga kan sudah minta maaf sama kamu.”
“Dia duluan Ma!” tuduhnya. Anak yang dituduh pun terkejut dan memeluk orang tuanya, “Mereka nayik-nayik yambutku. Emangnya yambut Nisha tali apa?”
“Hehehe… Nisha lucu kalau bicara, karena belum bisa sebut huruf ‘R’.” ucap anak kecil yang tadi bertengkar dengannya.
“Apa kau bilang? Ma! Lihat, dia ngejek Nisha lagi.” Anisha ingin memukul anak laki-laki itu, tapi orang tua masing-masing berusaha melindungi anaknya.
“Aku… aku gak ngejek kok. Kan memang lucu.” Kata anak itu membela diri.
“Anisha, Anisha… sabar ya. Jangan marah dulu, mungkin memang benar, karena kamu terdengar lucu dan imut. Mereka gak mengejek, tapi mereka ingin berteman denganmu.”
“Gak mau! Aku gak mau berteman dengan meyeka! Aku mau hanya punya Mama saja!”
“Aiih.. jangan dong Sayang.”
Anak itu mendekat dan mengulurkan tangannya, “Maaf ya, kalau aku buat kamu marah dan tersinggung. Aku juga dulu gitu kok, gak bisa ngucapin huruf ‘R’, tapi nanti kamu bisa.”
Anak lain juga ikutan maju, “Iya, aku juga minta maaf ya. Aku pegang rambut kamu, karena rambut kamu cantik dan lembut. Aku suka lihat rambut kamu.”
“Nah, mereka sudah minta maaf tuh. Kamu harus minta maaf juga dan maafkan mereka. Gimana? Anak Mama anak baik kan?”