Siapa sangka, cinta yang dulu hangat kini berubah menjadi api dendam yang membara. Delapan tahun lalu, Alya memutuskan Randy, meninggalkan luka mendalam di hati lelaki itu. Sejak saat itu, Randy hidup hanya untuk satu tujuan : membalas sakit hatinya.
Hidup Alya pun tak lagi indah. Nasib membawanya menjadi asisten rumah tangga, hingga takdir kejam mempertemukannya kembali dengan Randy—yang kini telah beristri. Alya bekerja di rumah sang mantan kekasih.
Di balik tembok rumah itu, dendam Randy menemukan panggungnya. Ia menghancurkan harga diri Alya, hingga membuatnya mengandung tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu alasanku memutuskanmu dulu,” bisik Alya dengan air mata. “Kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.”
Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Mampukah cinta mengalahkan dendam, atau justru rahasia kelam yang akan mengubah segalanya?
Kisah ini tentang luka, cinta, dan penebusan yang mengguncang hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Sementara itu, selama perjalanan pulang dari sekolah Gio, Randy hanya diam. Saat ini pun ia tak pulang ke rumahnya, melainkan ke apartemen pribadi miliknya, yang tak seorang pun tahu kecuali Geni. Seharian ia merenungi ucapan Bu Puri. Entah bagaimana dirinya setelah ini, jika tak bisa bertemu Gio lagi.
Bukan hanya itu, Randy juga tak menyangka soal soal trauma Alya, yang mirip dengannya. Bedanya, Randy memiliki trauma pada kereta api. Kecelakaan yang menewaskan orang tuanya kala itu membuatnya selalu berteriak histeris setiap melihat kereta melintasi rel, pun saat hanya mendengar suaranya. Tubuhnya bergetar, seakan kembali merasakan ketakutan pada malam itu.
Ia tahu betul, bagaimana trauma ini tak bisa ia sembuhkan sampai sekarang.
“Alya, aku ingin kita bicara. Meski kamu tak akan bisa dan mau memaafkanku. Aku menyesal telah menghukummu dan membiarkanmu pergi,” ujarnya terduduk lesu di lantai, masih dengan baju kerjanya.
Satu pikiran yang berisik dalam benak Randy, yaitu saat Alya melihatnya. Mantan kekasihnya itu terlihat seperti orang depresi. Lantas, bagaimana bisa ia akan menemuinya.
Hingga keesokan harinya, Randy tetap ingin melihat Gio, meski hanya dari dalam mobil.
Ia yang kali ini sendirian, hanya bisa tersenyum di balik kaca jendela saat melihat Gio baru saja keluar kelas. Anak tampan itu tampak riang saat keluar kelas seperti biasanya. Tapi, saat akan pulang, Gio terlihat celingukan seperti sedang mencari seseorang. Wajahnya yang berseri pun seketika murung.
“Ayo, Gio, mama Alya sudah menunggu loh. Tadi kata mama Alya, dia sedang memasak makanan kesukaan Gio,” ujar Nana.
“Mbak Nana, kok om yang kemarin tidak ke sini lagi?” tanyanya sedih.
Mengatakan bahwa om itu punya kesibukan sendiri, sudah tentu ia tak akan bisa terus-terusan menemui Gio.
Saat akan keluar dari gerbang sekolah, tak sengaja di seberang jalan Nana melihat mobil Randy yang ia hafal betul. Ia lalu berhenti sejenak sembari memandangi mobil itu. Tiba-tiba, hatinya ikut bersedih kala mengetahui seseorang dari dalam mobil tak bisa menemui Gio lagi lantaran larangan Bu Puri.
Ya, Bu Puri sudah menegaskan pada Nana agar tak mengizinkan Gio bertemu dengan Randy.
Sementara Randy berusaha mengontrol perasaannya, saat hanya bisa memandangi Gio dari dalam mobil.
***
Memangnya siapa sih, Bu, nama lelaki itu?” tanya Pak Antonio yang belum tahu nama ayah biolog*s Gio.
“Kata Alya namanya Randy,” ujar Bu Puri.
Mendengar nama Randy, terbesit pikiran Pak Antonio yang dulu pernah merasa mengenal lelaki itu saat pertama kali datang ke panti. Tapi, ia masih belum berhasil mengingatnya karena faktor usia. Selain itu, semenjak pensiun Pak Antonio memang mudah lupa.
“Apa Ibu sudah ngobrol sama dia, kenapa sekarang dia begitu ingin bertemu Gio?" lanjut Pak Antonio.
Merasa hal itu tak perlu dibicarakan, Bu Puri berpendapat Alya dan Gio tak seharusnya bertemu dengan Randy, karena itu sudah masa lalu.
“Salah siapa, menghamili tanpa mau bertanggung jawab. Kata Alya dulu, alasan Randy memperkerjakan Alya sebagai pembantu di rumahnya itu karena hanya ingin balas dendam. Memangnya mentang-mentang dia kaya, terus bisa seenaknya begitu? Sekarang pasti dia sudah menyesal sampai mencari Alya dan Gio lagi, enak saja!” tukas Bu Puri tak terima.
“Kalau ternyata seandainya Alya masih cinta, Ibu bisa apa? Alya ‘kan trauma karena perlakuan mantannya itu. Tapi, soal perasaan bisa berbeda. Lagi pula, takdir yang mempertemukan Gio dengan ayahnya,” tutur Pak Antonio berbeda pendapat dengan istrinya.
Bu Puri justru merasa bahwa Davin lah yang pantas untuk masa depan Alya.
***
Saat Gio tengah pulang sekolah, ia tak berhenti murung.
Nana pun menceritakan hal ini pada Alya alasan Gio sedih.
Mengajaknya bicara berdua, Alya menggandeng tangan anaknya itu menuju kamar.
“Anak Mama sudah bisa sedih ya? Sudah bisa ngambek?” godanya menciumi pipi Gio.
“Mama, Gio ingin punya papa. Om itu baik sekali, Ma, Gio ingin punya ayah seperti dia,” tukas bocah kecil itu.
Sontak Alya pun tersedak padahal tak sedang makan maupun minum.
Tak suka sang anak bicara demikian, Alya memberitahu bahwa om itu sudah punya keluarga sendiri. "Gio ingat 'kan, om itu adalah papa dari anak perempuan yang pernah ulang tahun di sini."
“Kok Gio jadi begini sih? Gio jadi anak yang tidak bisa bersyukur. Teman-teman Gio di panti ini tidak punya papa dan mama, tapi Gio masih punya mama. Apa Gio tidak bahagia hidup dengan Mama?” ujar Alya bersedih.
Melihatnya mamanya bersedih, Gio pun tiba-tiba menangis.
Tak sengaja mendengar obrolan ibu dan anak ini dari dalam kamar, Nana jadi semakin iba pada Gio. Anak sekecil itu harus diuji dengan keegoisan orang tuanya. Tak peduli apa pun sebabnya, tapi Nana sangat membenci hal ini, karena ia pun dilahirkan tanpa tanggung jawab seorang ayah.
Sementara itu, saat di kantor pun Randy masih tak bisa banyak bicara.
“Betapa irinya dulu aku pada teman-temanku, saat ayah dan ibu meninggal. Meski sudah digantikan oleh Bu Yusi dan Pak Mukid, tentu rasanya tetap berbeda bila diasuh orang tuaku sendiri. Apalagi Gio, aku tak ingin dia tumbuh tanpa peran seorang ayah,” gumamnya.
Entah mengapa, saat itu juga ia hanya ingin mencurahkan kesedihannya pada sang ibu angkat, karena tak ada lagi orang yang ia percaya untuk menjadi pendengar setia, selain orang tua angkatnya.
Randy pun bergegas mengambil jaketnya dan berkunjung ke rumah Bu Yusi.
Hingga setibanya di sana, rumah Bu Yusi terlihat sepi, jendela rumahnya juga tampak tertutup. Padahal, Bu Yusi tak menyukai keadaan seperti itu. Ia selalu membuka jendela agar rumah terasa lebih segar dan sehat.
Ia memanggil-manggil ibunya, juga diketuknya pintu itu berkali-kali, tapi tak ada sahutan dari dalam.
“Mas Randy,” panggil salah seorang tetangga rumah Bu Yusi sembari memberikan kode tangannya agar Randy mengikutinya.
Randy pun membalikkan tubuhnya lalu mengikuti tetangga itu menuju rumahnya.
“Sini, masuk, Mas,” ajak si tetangga yang diketahui bernama Bu Tanti itu.
“Bu Tanti, apa kabar? Apa Ibu tahu di mana ibu saya?” Randy tampak masih mengingat tetangganya dulu.
“Baik, Mas. Ini, Mas, anu. Bu Yusi dan Pak Mukid sudah pindah rumah,” jawab Bu Tanti membuat jantung Randy pun berdebar.
Seolah mengerti dengan pertanyaan dalam benak Randy, Bu Tanti pun mengambilkan sesuatu dari dalam kamarnya.
“Ini dari Bu Yusi, waktu itu, dia minta saya menuliskan surat untuk Mas Randy. Bu Yusi titip, kalau Mas Randy sedang ke rumah, saya diminta memberikan surat ini,” jelas Bu Tanti menyodorkan selembar surat pada Randy.
Seketika Randy pun tertegun saat membaca isi surat itu.
“Ibu.”
...****************...
alurnya teratur baca jdi rileks banyak novel yang lain tulisan nya di ulang ulang terlalu banyak kosakata aku senang cerita kamu terus deh berkarya walaupun belum juara
Semangat kutunggu Karya selanjutnya Thoor, semoga sehat selalu