NovelToon NovelToon
Di Balik Penolakan

Di Balik Penolakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Reito(HxA)

Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.

Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.

Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23. Pertemuan Tak Terduga

Hari itu di sekolah terasa lebih santai. Dion berjalan menuju kelas dengan langkah ringan. Begitu masuk, ia langsung disambut oleh teman-temannya yang sudah duduk di bangku belakang.

"Eh, akhirnya sang pahlawan tiba!" seru Reza sambil tersenyum lebar.

Dion mengerutkan dahi, sedikit bingung. "Pahlawan? Apaan lagi sih, Za?"

Aldi yang duduk di sebelah Reza menambahkan, "Masih ingat dong kemarin, lo penyelamat Clara! Udah jadi pahlawan di pesta Lila pula!"

Fariz menimpali, "Lo masuk headline gosip sekolah, Dion. Jadi bahan obrolan seru."

Dion tertawa kecil, lalu duduk dan membuka tasnya. "Udahlah, cukup dramanya. Itu cuma kebetulan doang, gue cuma lagi ada di tempat yang tepat aja."

"Ah, rendah hati banget lo, Don," kata Aldi sambil tersenyum. "Kalau nggak ada lo, mungkin Clara masih berenang di kolam sampai sekarang."

Mereka tertawa bersama, suasana menjadi ringan dan penuh canda. Dion merasa nyaman berada di antara sahabat-sahabatnya, seolah semua masalah yang pernah mengganjal kini mulai hilang. Tak lama kemudian, bel berbunyi, tanda bahwa jam pelajaran akan dimulai.

Namun, sebelum pelajaran pertama dimulai, suara pengumuman dari speaker sekolah terdengar. "Diberitahukan kepada seluruh siswa bahwa karena pemadaman listrik, sekolah akan pulang lebih awal hari ini. Terima kasih."

"Wah, tumben sekolah baik hati," ujar Reza sambil tertawa. "Pulang cepat, bro!"

Fariz mengangguk. "Mending langsung pulang deh, sebelum ada perubahan."

Dion tersenyum tipis. "Setuju, gue udah lapar banget. Ke kantin dulu atau langsung pulang aja?"

"Kantin dulu lah, Don," sahut Aldi. "Ngisi tenaga sebelum jalan jauh."

Setelah sedikit obrolan, mereka memutuskan untuk pulang. Sesampainya di luar gerbang sekolah, mereka berpencar. Dion memilih berjalan kaki sendirian, menikmati udara segar dan suasana santai kota.

Di tengah perjalanan, Dion melihat seorang pria paruh baya berdiri di depan kedai kopi kecil. Pria itu tampak sibuk merapikan jasnya yang rapi, dengan secangkir kopi di tangan.

Pria itu melirik ke arah Dion, lalu tersenyum ramah. "Mau gabung minum kopi, anak muda?"

Dion, yang sebenarnya agak lelah, merasa tertarik dan mengangguk. "Boleh juga, Pak."

Mereka duduk di bangku depan kedai kopi, menyesap kopi hitam yang terasa pas di sore itu.

"Sering lewat sini?" tanya pria itu sambil melirik ke arah jalan.

"Nggak juga, sih. Cuma kebetulan lewat hari ini. Lagi pulang cepat dari sekolah," jawab Dion sambil menikmati kopi di tangannya.

Pria itu mengangguk. "Pulang cepat, ya? Beruntung. Saya ingat dulu kalau sekolah, jarang banget bisa pulang cepat. Apa kabarnya sekolah sekarang?"

"Masih sama aja, Pak," Dion tertawa. "Pelajarannya makin berat, tapi momen kayak gini yang bikin santai."

Obrolan mereka mengalir lancar, seperti dua orang yang sudah lama saling mengenal. Dion, yang biasanya agak dingin dengan orang asing, merasa nyaman berbicara dengan pria ini. Mereka bicara tentang banyak hal—tentang kota, cuaca, sampai ke topik musik.

"Kamu suka musik?" tanya pria itu lagi sambil tersenyum.

Dion mengangguk. "Lumayan, Pak. Saya suka nyanyi juga, kadang sama teman-teman."

"Hebat. Musik itu bisa menyatukan banyak hal. Saya juga suka musik, meski sekarang lebih banyak dengerin daripada main alat musik."

Percakapan mereka terus berlanjut dengan penuh kehangatan. Dion bahkan sempat tertawa beberapa kali, menikmati pembicaraan ringan dan menenangkan dengan pria yang ternyata sangat asyik ini. Tak ada kesan dingin atau formal seperti biasanya Dion berbicara dengan orang asing. Baginya, pria ini hanya sosok ramah yang kebetulan ditemuinya di perjalanan.

Setelah beberapa lama, pria itu melirik arlojinya. "Wah, waktu cepat sekali berlalu. Saya harus lanjut pergi, ada urusan yang harus diselesaikan. Senang sekali bisa ngobrol denganmu, Dion."

Dion tersenyum. "Sama-sama, Pak. Senang juga bisa ketemu dan ngobrol."

Pria itu mengangguk sambil berdiri, menyelesaikan kopinya. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Sampai ketemu lagi."

Tanpa tahu siapa sebenarnya pria tersebut, Dion melambaikan tangan dan melanjutkan perjalanannya pulang. Kepala Dion dipenuhi rasa penasaran, tapi ia tidak terlalu memikirkan lebih dalam. Baginya, pertemuan tadi adalah sebuah momen menyenangkan yang tidak terduga.

Saat pria itu mulai beranjak dari kedai kopi, terdengar suara mesin mobil mewah yang berhenti di depan kedai. Dion, yang masih berjalan menjauh, menoleh ke belakang dan langsung tertegun. Sebuah mobil super mewah berwarna hitam mengkilap, dengan plat nomor yang jelas menunjukkan status kelas atas, berhenti tepat di depan pria tadi.

Sopir mobil itu turun dengan sigap, membuka pintu belakang, dan pria itu masuk ke dalam mobil dengan santai. Dion mengernyitkan dahi, terheran-heran.

"Mobil siapa tuh?" gumam Dion, matanya terpaku pada mobil yang perlahan melaju pergi.

Dion merasa aneh. Dia tidak menyangka pria yang tadi begitu sederhana dan ramah ternyata punya mobil semewah itu. Namun, Dion mengabaikannya. Dia melanjutkan perjalanan pulang, masih memikirkan obrolan santai mereka tadi.

"Seseorang yang punya mobil kayak gitu pasti orang penting," pikir Dion. Tapi siapa dia sebenarnya?

Tiba-tiba, saat Dion melanjutkan langkahnya, mobil mewah itu berhenti tepat di sampingnya. Pintu belakang terbuka, dan pria itu muncul kembali.

"Maaf, anak muda. Saya baru ingat kalau kita searah. Boleh saya antar kamu pulang?" tawar pria itu dengan senyum lebar.

Dion merasa sedikit ragu. "Tapi, Pak, saya tidak mau merepotkan."

"Jangan khawatir, saya memang ada urusan ke arah sana juga," pria itu meyakinkan. "Tapi kalau tidak mau, saya tidak akan memaksa."

Dion berpikir sejenak, kemudian mengangguk. "Oke, kalau gitu. Terima kasih, Pak."

Begitu masuk ke dalam mobil, Dion merasakan kenyamanan yang luar biasa. Interior mobil mewah itu membuatnya merasa seolah sedang berada di dunia yang berbeda. Pria itu duduk di sampingnya, lalu memperkenalkan dirinya.

"Saya adalah Andi Santoso, pemilik Santoso Corp. Senang bertemu denganmu, Dion."

Dion tertegun sejenak. "Santoso Corp? Saya belum pernah mendengar tentang perusahaan itu."

Andi tersenyum. "Kami bergerak di bidang teknologi dan konstruksi. Kami baru saja menyelesaikan proyek besar di kota ini."

Dion mengangguk, mencoba menyerap semua informasi itu. "Keren juga, Pak. Saya tidak tahu kalau Anda pemilik perusahaan besar."

"Ya, banyak yang tidak tahu, karena saya lebih suka menjaga kehidupan pribadi saya tetap rendah hati," Andi menjelaskan. "Tapi saya senang bisa berbicara dengan anak-anak muda seperti kamu. Mereka yang akan menjadi pemimpin masa depan."

Mereka berbincang lebih banyak selama perjalanan. Dion merasa sangat nyaman berbicara dengan Andi. Mereka berdiskusi tentang banyak hal, mulai dari hobi hingga pandangan hidup. Dion merasa obrolan ini tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga menghibur.

Tak lama kemudian, mereka tiba di depan rumah Dion. Dion menoleh ke arah Andi, yang tampak masih ingin berbicara.

"Eh, Pak Andi. Terima kasih banget ya atas tumpangannya. Boleh tahu kartu nama Bapak? Siapa tahu kita bisa berkomunikasi lagi," kata Dion sambil mengeluarkan ponselnya.

Andi mengeluarkan kartu namanya dan memberikannya kepada Dion. "Tentu saja. Ini dia. Jangan ragu untuk menghubungi saya kalau ada yang ingin ditanyakan."

Dion menerima kartu itu dengan rasa ingin tahu. "Senang bisa berbicara dengan Bapak."

"Senang juga bisa mengenal kamu, Dion. Jaga diri, ya," kata Andi sebelum melambaikan tangan dan melanjutkan perjalanan dengan sopirnya ke tempat meeting.

Dion berdiri di depan rumahnya, masih memegang kartu nama itu. Dia menatap mobil Andi yang menjauh, merasakan kesan mendalam dari pertemuan tak terduga ini. "Siapa sangka, orang yang saya ajak bicara di kedai kopi tadi ternyata adalah orang kaya," pikir Dion. Dia tersenyum, merasa beruntung bisa berbicara dengan seseorang yang ternyata sangat berpengalaman dan bijaksana.

Dia memasukkan kartu nama itu ke dalam dompetnya dan melangkah masuk ke rumah, memikirkan pertemuan yang membuat harinya lebih berarti.

To be continued...

1
Kamsia
tuhhkan baperan clara ternyata
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!